euforia sea games menurut saya sangat amat terasa di kawasan palembang karna kawasan itu menjadi tuan rumah sea games di indonesia pada tahun ini.
sepanduk dan baliho baliho sea games sudah terpampang di jalan jalan utama kota palembang dan atribut atributnya pun sudah diperjual berlikan mulai dari boneka, tas, topi, baju dan gantungan gantungan kunci lainnya yang berkaitan dengan sea games.
para tim dari berbaga cabang dan berbagai negara yang mengikuti kompetisi tersebut sudah mulai bersiap-siap untuk menghadapi sea games
Selasa, 15 November 2011
Mengontrol Keuangan Pribadi Dengan Cara Memprioritaskan Kebutuhan
bagi saya sangat penting untuk pengontrol pengeluaran pribadi dengan cara memprioritaskan kebutuhan yang lebih penting dahulu.
mungkin bagi setiap mahasiswa sering kali tidak bisa mengkontrol pengeluarannya yang dia keluarkan karena kebanyakan masih mendapat uang tersebut dengan cara memnta dari orang tua, beda dengan mahasiswa yang sudah bekerja untuk mendapatkan uang saja sudah sangat sulit maka dia akan bisa lebih berfikir kedepan untuk menggunakan pengeluaran yang tidak terlalu penting dan akan mengutamakan kebutuhan bukan keinginan.
mungkin bagi setiap mahasiswa sering kali tidak bisa mengkontrol pengeluarannya yang dia keluarkan karena kebanyakan masih mendapat uang tersebut dengan cara memnta dari orang tua, beda dengan mahasiswa yang sudah bekerja untuk mendapatkan uang saja sudah sangat sulit maka dia akan bisa lebih berfikir kedepan untuk menggunakan pengeluaran yang tidak terlalu penting dan akan mengutamakan kebutuhan bukan keinginan.
Teknik - teknik pengumpulan data
A.Angket
Angket adalah suatu alat pengumpul data yang berupa serangkaian pertanyaan yangdiajukan pada responden untuk mendapat jawaban (Depdikbud:1975). Angket adalah suatudaftar atau kumpulan pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis juga ( WS.Winkel, 1987).Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakankomunikasi dengan sumber data (I. Djumhur, 1985). Kuesioner atau angket merupakanteknik pengumpulan data yang tidak memerlukan kedatangan langsung dari sumber data (Dewa Ktut Sukardi, 1983 ). sumber : http://www.scribd.com/doc/55893181/Angket
B.Wawancara
Menurut pengertiannya wawancara adalah Tekhnik pengumpulan data
atau informasi dari “informan” dan atau “Responden” yang sudah di tetapkan, di lakukan dengan cara ”Tanya jawab sepihak tetapi sistematis” atas dasar tujuan penelitian yang hendak di capai.
Menurut beberapa ahli, wawancara juga di definiusikan sebagai berikut :
Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog ( Tanya jawab ) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung ( I. Djumhur dan Muh.Surya, 1985 ).
Wawancara adalah salah satu metode untuk mendapatkan data anak atau orang
tua dengan mengadakan hubungan secara langsung dengan informan/face to face relation
( Bimo Walgito, 1987 ).
Wawancara adalah alat untuk memperoleh data atau fakta atau informasi dari
seorang murid secara lisan ( Dewa Ktut Sukardi, 1983 ).
Wawancarainfor m atif adalah suatu alat untuk memperoleh fakta/data informasi
dari murid secara lisan . Dengan tujuan mendapatkan data yang diperlukan untuk
bimbingan ( WS. Winkel, 1995 ).
B. Tujuan wawancara.
Ada berbagai tujuan yang dapat dicapai dalam wawancara yaitu :
1.
Menciptakan hubungan baik diantara dua pihak yang terlibat ( subyek wawancara
dan pewawancara ). Pertemuan itu harus bebas dari segala kecemasan dan
ketakutan sehingga memungkinkan subyek wawancara menyatakan sikap dan
perasaan dengan bebas, tanpa mekanisme pertahanan diri yang kadang-kadang
menghambat pernyataannya.
2.
Meredakan ketegangan yang terdapat dalam subyek wawancara. Oleh karena
subyek wawancara pada umumnya membawa berbagai ketegangan emosi ke
dalam
pertemuan dalam wawancara itu, maka kedua belah pihak harus berusaha
meredakan ketegangan di dalam dirinya.
3.
Menyediakan informasi yang dibutuhkan. Dalam wawancara kedua belah pihak
akan mendapat kesempatan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkannya.
4.
Mendorong kearah pemahaman diri pada pihak subyek wawancara. Hampir
semua subyek wawancara menginginkan pemahaman diri yang lebih baik
5.
Mendorong ke arah penyusunan kegiatan yangkons tr uktif pada subyek
wawancara
C.Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data/fakta
yang cukup efektif untuk mempelajari suatu sistem. Observasi adalah pengamatan
langsung para pembuat keputusan berikut
lingkungan fisiknya dan atau pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang berjalan.
sumber : http://www.scribd.com/doc/22186725/Observasi-Dan-Wawancara
D.Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetakmaupunelektroniklain.
Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi kepustakaan. Selain itu seorang peneliti dapat memperoleh informasi tentang penelitian-penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan penelitiannya. Dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, peneliti dapat memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya.
Untuk melakukan studi kepustakaan, perpustakaan merupakan suatu tempat yang tepat guna memperoleh bahan-bahan dan informasi yang relevan untuk dikumpulkan, dibaca dan dikaji, dicatat dan dimanfaatkan (Roth 1986). Seorang peneliti hendaknya mengenal atau tidak merasa asing dilingkungan perpustakaan sebab dengan mengenal situasi perpustakaan, peneliti akan dengan mudah menemukan apa yang diperlukan. Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan peneliti mengetahui sumber-sumber informasi tersebut, misalnya kartu katalog, referensi umum dan khusus, buku-buku pedoman, buku petunjuk, laporan-laporan penelitian, tesis, disertasi, jurnal, ensiklopedi, dan surat kabar. Dengan demikian peneliti akan memperoleh informasi dan sumber yang tepat dalam waktu yang singkat.
Masalah penulisan dapat ditemukan dari beberapa sumber, yaitu dari pengalaman sendiri, dari teori-teori yang perlu diuji kebenarannya dan dari bahan¬bahan pustaka. Setelah masalah penelitian ditemukan, seorang peneliti perlu melakukan suatu kegiatan yang menyangkut pengkajian bahan-bahan tertulis yang merupakan sumber acuan untuk penelitiannya. Kegiatan ini, yang juga disebut studi kepustakaan, merupakan suatu kegiatan penting yang harus dilakukan oleh seorang peneliti baik sebelum maupun selama penelitian berlangsung. Dalam tulisan ini akan dibahas apa yang dimaksud dengan studi kepustakaan, tujuan, sumber-sumber, hambatan, dan bagaimana melakukan studi kepustakaan.
Setelah menemukan masalah yang akan diteliti seorang peneliti akan melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penelitiannya. Salah satu diantaranya adalah melakukan studi kepustakaan, yang mungkin sudah dirintisnya ketika masih ada dalam tahap mencari masalah penelitian. Penggunaan pustaka untuk ditinjau secara singkat pada dasarnya bermanfaat menunjukkan aspek ilmiah dalam penelitian yang akan disusun. Pustaka yang digunakan idealnya adalah pustaka inti yang berkaitan dengan topik penelitian. Pustaka juga menjadi rujukan konsep yang akan diteliti.
Hampir semua penelitian memerlukan studi pustaka. Walaupun orang sering membedakan antara riset kepustakaan dan riset lapangan, keduanya tetap memerlukan penelusuran pustaka. Perbedaan utamanya hanyalah terletak pada fungsi, tujuan dan atau kedudukan studi pustaka dalam masing-masing riset tersebut. Dalam riset pustaka, penelusuran pustaka lebih daripada sekedar melayani fungsi- fungsi persiapan kerangka penelitian, mempertajam metodelogi atau memperdalam kajian teoretis. Riset pustaka dapat sekaligus memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya tanpa melakukan riset lapangan.
Idealnya sebuah riset profesional menggunakan kombinasi riset pustaka dan lapangan dengan penekanan pada salah satu di antaranya. Namun ada kalanya mereka membatasi penelitian pada studi pustaka saja. Paling tidak ada tiga alasan kenapa mereka melakukan hal ini. Pertama: karena persoalan penelitian tersebut hanya bisa dijawab lewat penelitian pustaka dan mungkin tidak bisa mengharapkan datanya dari riset lapangan. Kedua: studi pustaka diperlukan sebagai satu tahap tersendiri yaitu studi pendahuluan untuk memahami gejala baru yang terjadi dalam masyarakat. Ketiga: data pustaka tetap andal untuk menjawab persoalan penelitiannya.
Setidaknya ada empat ciri utama studi kepustakaan. Pertama: peneliti berhadapan langsung dengan teks dan data angka dan bukannya dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata berupa kejadian , orang atau benda-benda lain. Kedua, data pustaka bersifat siap pakai. Ketiga: data pustaka umumnya adalah sumber sekunder yang bukan data orisinil dari tangan pertama di lapangan. Keempat: kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Banyak yang menganggap bahwa riset perpustakaan identik dengan buku-buku. Anggapan ini tidak salah namun selain buku-buku ada juga data yang berupa dokumen, naskah kuno dan bahan non cetak lainnya. Jadi, perpustakaan juga menyimpan karya non cetak seperti kaset,video, microfilm, mikrofis, disket, pita magnetik, kelongsong elektronik dan lainnya.
Langkah Langkah Melakukan Riset Kepustakaan
Dalam melakukan riset kepustakaan, ada empat langkah yang biasa dilakukan.
1. Langkah pertama adalah menyiapkan alat perlengkapan berupa pensil, pulpen dan kertas catatan.
2. Langkah kedua adalah menyusun bibliografi kerja.
3. Langkah ketiga yang perlu dilakukan adalah mengatur waktu penelitian.
4. Langkah keempat itu yang perlu dilakukan adalah membaca dan membuat catatan penelitian.
Yang perlu diingat, sebuah catatan bibliografis harus memuat nama pengarang dan identitas buku lainnya.
sumber : http://april04thiem.wordpress.com/2010/11/12/studi-kepustakaan/
Angket adalah suatu alat pengumpul data yang berupa serangkaian pertanyaan yangdiajukan pada responden untuk mendapat jawaban (Depdikbud:1975). Angket adalah suatudaftar atau kumpulan pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis juga ( WS.Winkel, 1987).Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakankomunikasi dengan sumber data (I. Djumhur, 1985). Kuesioner atau angket merupakanteknik pengumpulan data yang tidak memerlukan kedatangan langsung dari sumber data (Dewa Ktut Sukardi, 1983 ). sumber : http://www.scribd.com/doc/55893181/Angket
B.Wawancara
Menurut pengertiannya wawancara adalah Tekhnik pengumpulan data
atau informasi dari “informan” dan atau “Responden” yang sudah di tetapkan, di lakukan dengan cara ”Tanya jawab sepihak tetapi sistematis” atas dasar tujuan penelitian yang hendak di capai.
Menurut beberapa ahli, wawancara juga di definiusikan sebagai berikut :
Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog ( Tanya jawab ) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung ( I. Djumhur dan Muh.Surya, 1985 ).
Wawancara adalah salah satu metode untuk mendapatkan data anak atau orang
tua dengan mengadakan hubungan secara langsung dengan informan/face to face relation
( Bimo Walgito, 1987 ).
Wawancara adalah alat untuk memperoleh data atau fakta atau informasi dari
seorang murid secara lisan ( Dewa Ktut Sukardi, 1983 ).
Wawancarainfor m atif adalah suatu alat untuk memperoleh fakta/data informasi
dari murid secara lisan . Dengan tujuan mendapatkan data yang diperlukan untuk
bimbingan ( WS. Winkel, 1995 ).
B. Tujuan wawancara.
Ada berbagai tujuan yang dapat dicapai dalam wawancara yaitu :
1.
Menciptakan hubungan baik diantara dua pihak yang terlibat ( subyek wawancara
dan pewawancara ). Pertemuan itu harus bebas dari segala kecemasan dan
ketakutan sehingga memungkinkan subyek wawancara menyatakan sikap dan
perasaan dengan bebas, tanpa mekanisme pertahanan diri yang kadang-kadang
menghambat pernyataannya.
2.
Meredakan ketegangan yang terdapat dalam subyek wawancara. Oleh karena
subyek wawancara pada umumnya membawa berbagai ketegangan emosi ke
dalam
pertemuan dalam wawancara itu, maka kedua belah pihak harus berusaha
meredakan ketegangan di dalam dirinya.
3.
Menyediakan informasi yang dibutuhkan. Dalam wawancara kedua belah pihak
akan mendapat kesempatan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkannya.
4.
Mendorong kearah pemahaman diri pada pihak subyek wawancara. Hampir
semua subyek wawancara menginginkan pemahaman diri yang lebih baik
5.
Mendorong ke arah penyusunan kegiatan yangkons tr uktif pada subyek
wawancara
C.Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data/fakta
yang cukup efektif untuk mempelajari suatu sistem. Observasi adalah pengamatan
langsung para pembuat keputusan berikut
lingkungan fisiknya dan atau pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang berjalan.
sumber : http://www.scribd.com/doc/22186725/Observasi-Dan-Wawancara
D.Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetakmaupunelektroniklain.
Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi kepustakaan. Selain itu seorang peneliti dapat memperoleh informasi tentang penelitian-penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan penelitiannya. Dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, peneliti dapat memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya.
Untuk melakukan studi kepustakaan, perpustakaan merupakan suatu tempat yang tepat guna memperoleh bahan-bahan dan informasi yang relevan untuk dikumpulkan, dibaca dan dikaji, dicatat dan dimanfaatkan (Roth 1986). Seorang peneliti hendaknya mengenal atau tidak merasa asing dilingkungan perpustakaan sebab dengan mengenal situasi perpustakaan, peneliti akan dengan mudah menemukan apa yang diperlukan. Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan peneliti mengetahui sumber-sumber informasi tersebut, misalnya kartu katalog, referensi umum dan khusus, buku-buku pedoman, buku petunjuk, laporan-laporan penelitian, tesis, disertasi, jurnal, ensiklopedi, dan surat kabar. Dengan demikian peneliti akan memperoleh informasi dan sumber yang tepat dalam waktu yang singkat.
Masalah penulisan dapat ditemukan dari beberapa sumber, yaitu dari pengalaman sendiri, dari teori-teori yang perlu diuji kebenarannya dan dari bahan¬bahan pustaka. Setelah masalah penelitian ditemukan, seorang peneliti perlu melakukan suatu kegiatan yang menyangkut pengkajian bahan-bahan tertulis yang merupakan sumber acuan untuk penelitiannya. Kegiatan ini, yang juga disebut studi kepustakaan, merupakan suatu kegiatan penting yang harus dilakukan oleh seorang peneliti baik sebelum maupun selama penelitian berlangsung. Dalam tulisan ini akan dibahas apa yang dimaksud dengan studi kepustakaan, tujuan, sumber-sumber, hambatan, dan bagaimana melakukan studi kepustakaan.
Setelah menemukan masalah yang akan diteliti seorang peneliti akan melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penelitiannya. Salah satu diantaranya adalah melakukan studi kepustakaan, yang mungkin sudah dirintisnya ketika masih ada dalam tahap mencari masalah penelitian. Penggunaan pustaka untuk ditinjau secara singkat pada dasarnya bermanfaat menunjukkan aspek ilmiah dalam penelitian yang akan disusun. Pustaka yang digunakan idealnya adalah pustaka inti yang berkaitan dengan topik penelitian. Pustaka juga menjadi rujukan konsep yang akan diteliti.
Hampir semua penelitian memerlukan studi pustaka. Walaupun orang sering membedakan antara riset kepustakaan dan riset lapangan, keduanya tetap memerlukan penelusuran pustaka. Perbedaan utamanya hanyalah terletak pada fungsi, tujuan dan atau kedudukan studi pustaka dalam masing-masing riset tersebut. Dalam riset pustaka, penelusuran pustaka lebih daripada sekedar melayani fungsi- fungsi persiapan kerangka penelitian, mempertajam metodelogi atau memperdalam kajian teoretis. Riset pustaka dapat sekaligus memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya tanpa melakukan riset lapangan.
Idealnya sebuah riset profesional menggunakan kombinasi riset pustaka dan lapangan dengan penekanan pada salah satu di antaranya. Namun ada kalanya mereka membatasi penelitian pada studi pustaka saja. Paling tidak ada tiga alasan kenapa mereka melakukan hal ini. Pertama: karena persoalan penelitian tersebut hanya bisa dijawab lewat penelitian pustaka dan mungkin tidak bisa mengharapkan datanya dari riset lapangan. Kedua: studi pustaka diperlukan sebagai satu tahap tersendiri yaitu studi pendahuluan untuk memahami gejala baru yang terjadi dalam masyarakat. Ketiga: data pustaka tetap andal untuk menjawab persoalan penelitiannya.
Setidaknya ada empat ciri utama studi kepustakaan. Pertama: peneliti berhadapan langsung dengan teks dan data angka dan bukannya dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata berupa kejadian , orang atau benda-benda lain. Kedua, data pustaka bersifat siap pakai. Ketiga: data pustaka umumnya adalah sumber sekunder yang bukan data orisinil dari tangan pertama di lapangan. Keempat: kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Banyak yang menganggap bahwa riset perpustakaan identik dengan buku-buku. Anggapan ini tidak salah namun selain buku-buku ada juga data yang berupa dokumen, naskah kuno dan bahan non cetak lainnya. Jadi, perpustakaan juga menyimpan karya non cetak seperti kaset,video, microfilm, mikrofis, disket, pita magnetik, kelongsong elektronik dan lainnya.
Langkah Langkah Melakukan Riset Kepustakaan
Dalam melakukan riset kepustakaan, ada empat langkah yang biasa dilakukan.
1. Langkah pertama adalah menyiapkan alat perlengkapan berupa pensil, pulpen dan kertas catatan.
2. Langkah kedua adalah menyusun bibliografi kerja.
3. Langkah ketiga yang perlu dilakukan adalah mengatur waktu penelitian.
4. Langkah keempat itu yang perlu dilakukan adalah membaca dan membuat catatan penelitian.
Yang perlu diingat, sebuah catatan bibliografis harus memuat nama pengarang dan identitas buku lainnya.
sumber : http://april04thiem.wordpress.com/2010/11/12/studi-kepustakaan/
Senin, 14 November 2011
Usul
Usul atau proposal adalah suatu saran atau permintaan kepada seseorang atau suatu badan untuk mengerjakan atau melakukan suatu pekerjaan. Dapat pula terjadi bahwa usul atau proposal tersebut dimaksudkan untuk dikerjakan oleh orang atau badan yang mengajukan usul tersebut, tetapi dengan maksud agar orang atau badan yang menrima usul itu dapat melakukan apa yang diharapkan dalam proposal tersebut.
Sifat dan jenis usul
Bila semua tulisan dibuat berdasarkan bahan-bahan yang sudah tersedia atau sesuatu yang sudah terjadi, sebaliknya usul dibuat berdasarkan sesuatu yang belum ada.
Macam-macam bidang yang dewasa ini bisa dijadikan sasaran usul yang bersifat bisnis adalah: penelitian, pengembangan, perencanaan dan pemasaran. Seperti halnya laporan usul masih dapat dibedakan lagi berdasarkan bentuknya. Usul formal adalah usul yang memenuhi persyaratan bentuk tertentu. Bentuk usul semi-formal dan non-formal merupakan variasi dalam bentuk formal, karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu
Usul Non-Formal
Usul non-formal harus mengandung hal-hal berikut:
Masalah
Penulis harus melakukan identifikasi masalah yang dihadapi dengan cermat, menggambarkan latar belakang atau sejarah persoalan yang dihadapi, serta menunjukan betapa pentingnya masalah itu dilaksanakan atau diselesaikan sekarang juga
Saran Pemecahan
Saran-saran yang disampaikan untuk memecahakan masalah yang dihadapi, merupakan inti dari sasaran utama dari setiap usul. Penulis berusaha menampilkan jalan keluar yang dianggapnya paling baik untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Permohonan
Untuk menutup usulnya, penulis menyampaikan permohonan untuk melaksanakan pekerjaan yang khusus tersebut atau bersedia menyampaikan informasi yang diperlukan untuk keluar dari masalah yang dihadapi itu.
Karena membuat usul formal sering memerlukan biaya yang tidak sedikit, maka sering pula disampaikan terlebih dahulu sebuah usul non-formal. Bila usul non-formal sudah diterima dan menarik perhatian penerima usul, baru dirundingkan untuk menyampaikan lagi suatu usul formal.
Usul Formal
Bagian Pelengkap Pendahuluan
· Surat Pengantar dan Memorandum Pengantar
Suarat pengantar usul berisi antara lain: alasan-alasan mengapa penulis menyampaikan usul itu dengan mengacu kepada surat, pertemuan, atau iklan, yang menawarkan kepada umum untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Dalam surat pengantar ini ditegaskan juga keinginan penulis untuk melaksanakan pekerjaan itu atau bersedia menyampaikan pemikiran dan saran untuk mencari jalan keluar bagi masalah yang dihadapi itu.
· Sampul dan Halaman Judul
Pada sampul atau halaman judul dicantumkan identifikasi jenis tulisan yaitu, usul, judul usul, nomor pengenal kalau ada yang biasanya dihubungkan dengan nomor penawaran. Dibawahnya lagi dicantumkan tanggal penyerahan dan tanggal akhir penyelesaian tugas yang akan dikerjakan. Unsur terakhir ini biasanya dimasukan dalam surat pengantar. Akhirnya dimasukan nama, gelar, alamat orang atau organisasi yang menyampaikan usul tersebut.
· Ikhtisar atau Abstrak
Menyampaikan intisari dari masalah dan cara pemecahan yang disampaikan dalam usul tersebut. Isinya tidak terlalu pa njang antara satu atau tiga halaman, sebanding dengan besarnya usul tersebut
· Daftar Isi
Memuat rekapitulasi dari semua judul utamadan judul bawahan yang terdapat dalam seluruh usul teesebut
· Penegasan Permohonan
Penegasan mengenai permintaan dapat dimasukan dalam ikhtisar. Bila dijadikan bagian terpisah, maka bagian ini akan berisi: siapa yang akan melaksanakan pekerjaan itu, jenis pekerjaan apa saja yang ingin dilakukan, besarnya biaya yang diperlukan, kapan mulai dipekerjakan, berapa lama jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Isi Usul
· Pembatasan Masalah
penulis usul harus tetap memberi batasan pengertian dengan tujuan memperlihatkan kepada penerima usul bahwa ia mengetahui dengan tepat masalah itu dan menjadi pertanda bagi si penerima usul bahwa penulis mengerti dan menguasai persoalan tersebut
· Latar Belakang
Sejarah ataulatar belakang mnasalah harus dikemukakan, apa yang terjadi sekarang tidak terlepas dari masa lampau.
· Luas-Lingkup
Para penulis dapat melihat persoalan dengan jelas sehingga dapat menyampaikan deskripsi secara konkrit dan jelas.
· Metodologi
Kerangka teori yang dipergunakanoleh penulis untuk menganalisa, mengerjakan atau mengatasi masalah yang dihadapi
· Fasilitas
Penulis usul perlu menggambarkan bermacam-macam fasilitas yang dimilikinya untuk lebih meyakinkan penerima usul
· Personalia
Penulis usul harus menyertakan pula daftar susunan personalaia, baik ytang bekerja maupun tidak dengan gelar dan keahlian serta pengalamannya masing-masing
· Keuntungan dan Kerugian
Keuntungnan yang diperoleh dapat bersifat keuntungan yang memang langsunng diharapkan, keuntungan sampingan, keuntungan immaterial berupa perbaikan metode, penghematan dan sebagainya. Akan lebih simpatik lagi bila penulis usul menyampaikan juga kerugian atau hambatan yang akan dihadapi kelak
· Lama Waktu
Lama waktu pekerjaan tersebut yang diselesaikan. Bila pekerjaan terdiri dari beberapa tahap maka tahap-tahap tersebut diberikan dengan perincian waktu masing-masing
· Biaya
Perincian biaya harus benar-benar digarap dalam usul ini sehgingga dapat meyakinkan penerima usul. Perincian tersebut dibagi untuk: upah, alat perlengkapan, belanja barang, rupa-rupa, biaya umum
· Laporan
Penulis usul memperkirakan tahap-tahap pelaporan kemajuan pekerjaan yang akan dikerjakannya
Bagian Pelengkap Penutup
Sifat dan jenis usul
Bila semua tulisan dibuat berdasarkan bahan-bahan yang sudah tersedia atau sesuatu yang sudah terjadi, sebaliknya usul dibuat berdasarkan sesuatu yang belum ada.
Macam-macam bidang yang dewasa ini bisa dijadikan sasaran usul yang bersifat bisnis adalah: penelitian, pengembangan, perencanaan dan pemasaran. Seperti halnya laporan usul masih dapat dibedakan lagi berdasarkan bentuknya. Usul formal adalah usul yang memenuhi persyaratan bentuk tertentu. Bentuk usul semi-formal dan non-formal merupakan variasi dalam bentuk formal, karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu
Usul Non-Formal
Usul non-formal harus mengandung hal-hal berikut:
Masalah
Penulis harus melakukan identifikasi masalah yang dihadapi dengan cermat, menggambarkan latar belakang atau sejarah persoalan yang dihadapi, serta menunjukan betapa pentingnya masalah itu dilaksanakan atau diselesaikan sekarang juga
Saran Pemecahan
Saran-saran yang disampaikan untuk memecahakan masalah yang dihadapi, merupakan inti dari sasaran utama dari setiap usul. Penulis berusaha menampilkan jalan keluar yang dianggapnya paling baik untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Permohonan
Untuk menutup usulnya, penulis menyampaikan permohonan untuk melaksanakan pekerjaan yang khusus tersebut atau bersedia menyampaikan informasi yang diperlukan untuk keluar dari masalah yang dihadapi itu.
Karena membuat usul formal sering memerlukan biaya yang tidak sedikit, maka sering pula disampaikan terlebih dahulu sebuah usul non-formal. Bila usul non-formal sudah diterima dan menarik perhatian penerima usul, baru dirundingkan untuk menyampaikan lagi suatu usul formal.
Usul Formal
Bagian Pelengkap Pendahuluan
· Surat Pengantar dan Memorandum Pengantar
Suarat pengantar usul berisi antara lain: alasan-alasan mengapa penulis menyampaikan usul itu dengan mengacu kepada surat, pertemuan, atau iklan, yang menawarkan kepada umum untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Dalam surat pengantar ini ditegaskan juga keinginan penulis untuk melaksanakan pekerjaan itu atau bersedia menyampaikan pemikiran dan saran untuk mencari jalan keluar bagi masalah yang dihadapi itu.
· Sampul dan Halaman Judul
Pada sampul atau halaman judul dicantumkan identifikasi jenis tulisan yaitu, usul, judul usul, nomor pengenal kalau ada yang biasanya dihubungkan dengan nomor penawaran. Dibawahnya lagi dicantumkan tanggal penyerahan dan tanggal akhir penyelesaian tugas yang akan dikerjakan. Unsur terakhir ini biasanya dimasukan dalam surat pengantar. Akhirnya dimasukan nama, gelar, alamat orang atau organisasi yang menyampaikan usul tersebut.
· Ikhtisar atau Abstrak
Menyampaikan intisari dari masalah dan cara pemecahan yang disampaikan dalam usul tersebut. Isinya tidak terlalu pa njang antara satu atau tiga halaman, sebanding dengan besarnya usul tersebut
· Daftar Isi
Memuat rekapitulasi dari semua judul utamadan judul bawahan yang terdapat dalam seluruh usul teesebut
· Penegasan Permohonan
Penegasan mengenai permintaan dapat dimasukan dalam ikhtisar. Bila dijadikan bagian terpisah, maka bagian ini akan berisi: siapa yang akan melaksanakan pekerjaan itu, jenis pekerjaan apa saja yang ingin dilakukan, besarnya biaya yang diperlukan, kapan mulai dipekerjakan, berapa lama jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Isi Usul
· Pembatasan Masalah
penulis usul harus tetap memberi batasan pengertian dengan tujuan memperlihatkan kepada penerima usul bahwa ia mengetahui dengan tepat masalah itu dan menjadi pertanda bagi si penerima usul bahwa penulis mengerti dan menguasai persoalan tersebut
· Latar Belakang
Sejarah ataulatar belakang mnasalah harus dikemukakan, apa yang terjadi sekarang tidak terlepas dari masa lampau.
· Luas-Lingkup
Para penulis dapat melihat persoalan dengan jelas sehingga dapat menyampaikan deskripsi secara konkrit dan jelas.
· Metodologi
Kerangka teori yang dipergunakanoleh penulis untuk menganalisa, mengerjakan atau mengatasi masalah yang dihadapi
· Fasilitas
Penulis usul perlu menggambarkan bermacam-macam fasilitas yang dimilikinya untuk lebih meyakinkan penerima usul
· Personalia
Penulis usul harus menyertakan pula daftar susunan personalaia, baik ytang bekerja maupun tidak dengan gelar dan keahlian serta pengalamannya masing-masing
· Keuntungan dan Kerugian
Keuntungnan yang diperoleh dapat bersifat keuntungan yang memang langsunng diharapkan, keuntungan sampingan, keuntungan immaterial berupa perbaikan metode, penghematan dan sebagainya. Akan lebih simpatik lagi bila penulis usul menyampaikan juga kerugian atau hambatan yang akan dihadapi kelak
· Lama Waktu
Lama waktu pekerjaan tersebut yang diselesaikan. Bila pekerjaan terdiri dari beberapa tahap maka tahap-tahap tersebut diberikan dengan perincian waktu masing-masing
· Biaya
Perincian biaya harus benar-benar digarap dalam usul ini sehgingga dapat meyakinkan penerima usul. Perincian tersebut dibagi untuk: upah, alat perlengkapan, belanja barang, rupa-rupa, biaya umum
· Laporan
Penulis usul memperkirakan tahap-tahap pelaporan kemajuan pekerjaan yang akan dikerjakannya
Bagian Pelengkap Penutup
Laporan
Laporan adalah suatu cara komunikasi dimana penulis menyampaikan informasi kepada seseorang ayau suatu badan karena tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
Laporan merupakan suatu macam dokumen yang menyampaikan informasi mengenai sebuah masalah yang telah atau telah diselidiki dalam bentuk fakta-fakta yang diarakan kepada pemikiran dan tindakan yang akan diambil.
Dasar-Dasar Laporan
1.Pemberi Laporan
Pemberi laporan dapat berupa perseorangan atau dapat kepanitiaan yang ditugaskan untuk maksud tertentu. Dapat juga berupa badan atau perseorangan yang membuat laporan kepada seseorang atau instansi yang dianggap perlu mengetahuinya walaupun tidak diminta
2.Penerima Laporan
Orang atau badan yang menugaskan atau yang dianggap berhak untuk mendapatkan laporan tersebut
3.Tujuan Laporan
Untuk mengatasi suatu masalah, untuk mengambil suatu keputusan yang kebih efektif, mengetahui kemajuan, dan perkembangan suatu masalah; untuk mengadakan suatu oerbaikan, untuk menemukan teknik-teknik baru dsb.
Sifat Laporan
– Laporan harus mengandung imaginasi
Pelapor harus tahu secara tepat siapa yang akan menerima laporan tersebut. Laporan harus disessuaikan dengan irama kesibukannya dan bagaimana selera penerima laporan
– Laporan harus dibuat harus sempurna dan komplit
Tidak boleh ada hal-hal yang diabaikan bila hal-hal itu diperlukan untuk memperkuat kesimpulan dalam laporan itu. Laporan juga tidak boleh memasukkan hal-hal yang menyimpang dan mengandung prasangka atau memihak
– Laporan harus disajikan menarik
Laporan menarik bukan karena penerima laporan memerlukan laporan itu tetapi karena nilainya bagi orang tersebut
Macam-macam Laporan
a.Laporan berbentuk formulir isian
b.laporan berbentuk surat
c.Laporan berbentuk memorandum
d.Laporan perkembangan dan laporan keadaan
e.Laporan berkala
f.Laporan Laboratoris
Unsur-unsur penting dalam laporan laboratoris:
Halaman Judul
Objek atau tujuan
Teori
Metode: prosedur yang ditempuh
Hasil-hasil yang dicapai dalam percobaan ini dengan mempergunakan metode yang ada diatas
Diskusi atas hasil yang telah dicapai dalam percobaan
Kesimpulan
Apendiks
Data asli
Laporan formal dan semi formal
Ciri-ciri umum laporan formal:
1.Harus ada halaman judul
2.Biasanya ada surat penyerahan
3.Walaupun tidak panjang, sebuah laporan formal harus mempunyai daftar isi
4.Ada sebuah ikhtisar (kadang-kadang abstrak) mengawali laporan
5.Ada bagian yang disebut Pendahuluan, sebagai informasi awal bagi pembaca
6.Bila ada kesimpulan dan saran (rekomendasi) biasanya diberi judul sendiri
7.Isi laporan yang terdiri dari judul-judul dengan tingkat yang berbeda-beda
8.Nada yang dipergunakan adalah nada resmi, gayanya bersifat impersonal
9.Kalau diperlukan laporan formal disertai tabel-tabel dan angka-angka, baik yang terjadi dalam teks laporan, maupun dikumpulkan atau dilampirkan dalam satu bagian tersendiri
10.Laporan formal biasanya didokumentasikan secara khusus
Struktur Laporan Formal
Unsur-Unsur Laporan Formal:
Halaman Judul
Memuat pokok atau topik laporan, orang atau badan yang akan menerima laporan, orang atau badan yang membuat laporan dan penanggalan laporan. Halaman judul hanya merupakan suatu etiket pengenal. Sebab itu janngan menggunakan judul yang terlalu panjang.
Surat Penyerahan
Surat penyerahan berfungsi sebagai Kata Pengantar pada sebuah buku. Surat penyerahan biasanya mengandung fakta yang minimal diperlukan untuk membangkitkan pembaca terhadap laporan tersebut. Dalam surat penyerahandapat pula dicantumkan luas-lingkup dan batas-batas masalah yang dilaporkan, dimana dan bagaimana memperoleh informasinya, dan bagaimana laporan itu ditulis. Dan surat penyerahan juga memuat nama dan tanda tangan dari penulis laporan.
Daftar Isi
Daftar isi memuat rekapitulasi dari semua judul yang ada dalam laporan tersebut
Ikhtisar dan Abstrak
Abstrak
Bagian uraian yang sangat singkat, jarang lebih panjang dari enam atau delapan baris, bertujuan untuk menerangkan kepada pembaca aspek-aspek mana yang tercakup dalam sebuah uraian tanpa berusaha mengatakan aopa yang dibicarakan mengenai aspek-aspek itu
· Ikhtisar
Bagian dari tulisan yang menyampaikan suatu informasi yang penting dari sebuah laporan dalam bentuk yang singkat
Pendahuluan
Sebagai bahan untuk menyusun pendahuluan sebuah laporan, unsur yang dianggap sebagai latar belakang dari masalah yang akan dilaporkan dapat dikemukakan sebagai berikut: tujuan laporan; mengapa sebuah laporan ditulis; siapa yang me,merintahkan untuk membuat laporan; siapa saja yang ditugaskan untuk meyelidiki masalah tersebut dan melaporkannya; wilayah mana saja yang tercakup; kapan tugas tersebut dilaksanakan dan kapan berakhirnya; dan dimana serta bagaimana penulis mendapatkan informasi mengenai masalah tersebut.
Atau cara lain adalah judul pendahuluan itu dibagi atas beberapa judul bawahanyamg masing-masing dijelaskan lebih lanjut dalam satu atau dua alinea. Judul bawahan misalnya: Maksud dan Tujuan, Luas Lingkup, Sumber Informasi, Autorisasi, Kapan tugas dilaksanakn. Bila ada Surat Penyerahan maka penjelasan mengenai satuan tugas dan waktu pelaksanaan dapat dimasukan dalam bagian itu.
Isi Laporan
Isi Laporan menyangkut inti persoalan, dan segala sesuatu yang bertalian langsung dengan persoalan tersebut.
Isi laporan dapat meliputi:
· Hasil pengamatan melalui fakta-fakta yang dilaporkan
· Pencocokan fakta dengan data yang telah ada sebelum satuan tugas melaksanakan kewajibanya
· Semua masalah yang diperkirakan akan membantu atau menghambat pemecahan masalahnya
· Pembahasan dan hasil pembahasan mengenai pokok persoalan yang akan dilaporkan
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan diturunkan dari fakta-fakta dan lebih bnayak mempersoalkan hubungan yang logis, sedangkan saran merupakan langkah atau alternatif mana yang dapat diambil supaya masalah tersebuta dapat diatasi sebaik-baiknya
Bagian Pelengkap
Bagian yang perlu dimasukan untuk melengkapi laporan adalah Apendiks (lampiran-lampiran, termasuk surat perintah atau surat tugas, foto-foto, peta,dsb) dan Bibliografi bila laporan tersebut dikaitkan dengan analisa ilmiah yang mempergunakan bahan-bahan pustaka
Bahasa Sebuah Laporan
Bahasa yang digunakan untuk sebuah laporan formal haruslah yang baik, jelas dan teratur. Penggunaan kata ganti orang pertama dan kedua harus dihindari, kecuali penggunaan kata “kami” bila yang menyampaikan laporan adalah sebuah badan atau satuan tugas. Alasan untuk menghindarai penggunaaan kata-kata tersebut adalah karena jarang digunakan dalam laporan itu. Konsentrasi diletakan pada topik yang dilaporkan. Selain itu, nilai kedua kata tersebut tergantung dari siapa yang menulis dan siapa yang harus menerima laporan tersebut.
Laporan Buku
Suatu macam laporan untuk kepentingan pendidikan atau perkuliahan di perguruan tinggi. Lapran buku bartujuan untuk mendorong mahasiswa membaca buku-buku yang diwajibkan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memahami buku-buku tersebut.
Laporan buku tidak mengikuti aturan faormal karena cukup bila terdiri dari bagian-bagian berikut: Judul, Pendahuluan, Isi Laporan, Kesimpulan dan Saran
-6.391841 106.806039
Laporan merupakan suatu macam dokumen yang menyampaikan informasi mengenai sebuah masalah yang telah atau telah diselidiki dalam bentuk fakta-fakta yang diarakan kepada pemikiran dan tindakan yang akan diambil.
Dasar-Dasar Laporan
1.Pemberi Laporan
Pemberi laporan dapat berupa perseorangan atau dapat kepanitiaan yang ditugaskan untuk maksud tertentu. Dapat juga berupa badan atau perseorangan yang membuat laporan kepada seseorang atau instansi yang dianggap perlu mengetahuinya walaupun tidak diminta
2.Penerima Laporan
Orang atau badan yang menugaskan atau yang dianggap berhak untuk mendapatkan laporan tersebut
3.Tujuan Laporan
Untuk mengatasi suatu masalah, untuk mengambil suatu keputusan yang kebih efektif, mengetahui kemajuan, dan perkembangan suatu masalah; untuk mengadakan suatu oerbaikan, untuk menemukan teknik-teknik baru dsb.
Sifat Laporan
– Laporan harus mengandung imaginasi
Pelapor harus tahu secara tepat siapa yang akan menerima laporan tersebut. Laporan harus disessuaikan dengan irama kesibukannya dan bagaimana selera penerima laporan
– Laporan harus dibuat harus sempurna dan komplit
Tidak boleh ada hal-hal yang diabaikan bila hal-hal itu diperlukan untuk memperkuat kesimpulan dalam laporan itu. Laporan juga tidak boleh memasukkan hal-hal yang menyimpang dan mengandung prasangka atau memihak
– Laporan harus disajikan menarik
Laporan menarik bukan karena penerima laporan memerlukan laporan itu tetapi karena nilainya bagi orang tersebut
Macam-macam Laporan
a.Laporan berbentuk formulir isian
b.laporan berbentuk surat
c.Laporan berbentuk memorandum
d.Laporan perkembangan dan laporan keadaan
e.Laporan berkala
f.Laporan Laboratoris
Unsur-unsur penting dalam laporan laboratoris:
Halaman Judul
Objek atau tujuan
Teori
Metode: prosedur yang ditempuh
Hasil-hasil yang dicapai dalam percobaan ini dengan mempergunakan metode yang ada diatas
Diskusi atas hasil yang telah dicapai dalam percobaan
Kesimpulan
Apendiks
Data asli
Laporan formal dan semi formal
Ciri-ciri umum laporan formal:
1.Harus ada halaman judul
2.Biasanya ada surat penyerahan
3.Walaupun tidak panjang, sebuah laporan formal harus mempunyai daftar isi
4.Ada sebuah ikhtisar (kadang-kadang abstrak) mengawali laporan
5.Ada bagian yang disebut Pendahuluan, sebagai informasi awal bagi pembaca
6.Bila ada kesimpulan dan saran (rekomendasi) biasanya diberi judul sendiri
7.Isi laporan yang terdiri dari judul-judul dengan tingkat yang berbeda-beda
8.Nada yang dipergunakan adalah nada resmi, gayanya bersifat impersonal
9.Kalau diperlukan laporan formal disertai tabel-tabel dan angka-angka, baik yang terjadi dalam teks laporan, maupun dikumpulkan atau dilampirkan dalam satu bagian tersendiri
10.Laporan formal biasanya didokumentasikan secara khusus
Struktur Laporan Formal
Unsur-Unsur Laporan Formal:
Halaman Judul
Memuat pokok atau topik laporan, orang atau badan yang akan menerima laporan, orang atau badan yang membuat laporan dan penanggalan laporan. Halaman judul hanya merupakan suatu etiket pengenal. Sebab itu janngan menggunakan judul yang terlalu panjang.
Surat Penyerahan
Surat penyerahan berfungsi sebagai Kata Pengantar pada sebuah buku. Surat penyerahan biasanya mengandung fakta yang minimal diperlukan untuk membangkitkan pembaca terhadap laporan tersebut. Dalam surat penyerahandapat pula dicantumkan luas-lingkup dan batas-batas masalah yang dilaporkan, dimana dan bagaimana memperoleh informasinya, dan bagaimana laporan itu ditulis. Dan surat penyerahan juga memuat nama dan tanda tangan dari penulis laporan.
Daftar Isi
Daftar isi memuat rekapitulasi dari semua judul yang ada dalam laporan tersebut
Ikhtisar dan Abstrak
Abstrak
Bagian uraian yang sangat singkat, jarang lebih panjang dari enam atau delapan baris, bertujuan untuk menerangkan kepada pembaca aspek-aspek mana yang tercakup dalam sebuah uraian tanpa berusaha mengatakan aopa yang dibicarakan mengenai aspek-aspek itu
· Ikhtisar
Bagian dari tulisan yang menyampaikan suatu informasi yang penting dari sebuah laporan dalam bentuk yang singkat
Pendahuluan
Sebagai bahan untuk menyusun pendahuluan sebuah laporan, unsur yang dianggap sebagai latar belakang dari masalah yang akan dilaporkan dapat dikemukakan sebagai berikut: tujuan laporan; mengapa sebuah laporan ditulis; siapa yang me,merintahkan untuk membuat laporan; siapa saja yang ditugaskan untuk meyelidiki masalah tersebut dan melaporkannya; wilayah mana saja yang tercakup; kapan tugas tersebut dilaksanakan dan kapan berakhirnya; dan dimana serta bagaimana penulis mendapatkan informasi mengenai masalah tersebut.
Atau cara lain adalah judul pendahuluan itu dibagi atas beberapa judul bawahanyamg masing-masing dijelaskan lebih lanjut dalam satu atau dua alinea. Judul bawahan misalnya: Maksud dan Tujuan, Luas Lingkup, Sumber Informasi, Autorisasi, Kapan tugas dilaksanakn. Bila ada Surat Penyerahan maka penjelasan mengenai satuan tugas dan waktu pelaksanaan dapat dimasukan dalam bagian itu.
Isi Laporan
Isi Laporan menyangkut inti persoalan, dan segala sesuatu yang bertalian langsung dengan persoalan tersebut.
Isi laporan dapat meliputi:
· Hasil pengamatan melalui fakta-fakta yang dilaporkan
· Pencocokan fakta dengan data yang telah ada sebelum satuan tugas melaksanakan kewajibanya
· Semua masalah yang diperkirakan akan membantu atau menghambat pemecahan masalahnya
· Pembahasan dan hasil pembahasan mengenai pokok persoalan yang akan dilaporkan
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan diturunkan dari fakta-fakta dan lebih bnayak mempersoalkan hubungan yang logis, sedangkan saran merupakan langkah atau alternatif mana yang dapat diambil supaya masalah tersebuta dapat diatasi sebaik-baiknya
Bagian Pelengkap
Bagian yang perlu dimasukan untuk melengkapi laporan adalah Apendiks (lampiran-lampiran, termasuk surat perintah atau surat tugas, foto-foto, peta,dsb) dan Bibliografi bila laporan tersebut dikaitkan dengan analisa ilmiah yang mempergunakan bahan-bahan pustaka
Bahasa Sebuah Laporan
Bahasa yang digunakan untuk sebuah laporan formal haruslah yang baik, jelas dan teratur. Penggunaan kata ganti orang pertama dan kedua harus dihindari, kecuali penggunaan kata “kami” bila yang menyampaikan laporan adalah sebuah badan atau satuan tugas. Alasan untuk menghindarai penggunaaan kata-kata tersebut adalah karena jarang digunakan dalam laporan itu. Konsentrasi diletakan pada topik yang dilaporkan. Selain itu, nilai kedua kata tersebut tergantung dari siapa yang menulis dan siapa yang harus menerima laporan tersebut.
Laporan Buku
Suatu macam laporan untuk kepentingan pendidikan atau perkuliahan di perguruan tinggi. Lapran buku bartujuan untuk mendorong mahasiswa membaca buku-buku yang diwajibkan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memahami buku-buku tersebut.
Laporan buku tidak mengikuti aturan faormal karena cukup bila terdiri dari bagian-bagian berikut: Judul, Pendahuluan, Isi Laporan, Kesimpulan dan Saran
-6.391841 106.806039
Budayakan membaca
Budaya copy paste, bukan hal yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia, terutama kaum pelajar. Mulai dari SD, SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi pun kerap kali melestarikan budaya tersebut. Ibarat makanan, copy paste merupakan menu utama yang tidak boleh sampai ketinggalan. Sulit sekali memang meninggalkan budaya yang sudah melekat pada diri setiap pelajar, apalagi ketika banyaknya tugas – tugas yang harus segera diselesaikan. Munculnya pemikiran untuk melakukan segala sesuatunya secara praktis, juga mendukung berkembangbiaknya budaya copy paste. Jika dilihat saat ini jarang sekali pelajar yang datang ke Sekolah dengan buku bacaan yang melekat ditangannya atau berada disela – sela buku tulisnya. Yang menjadi permasalahannya, bagaimana menumbuhkan rasa suka seseorang terhadap membaca, ini merupakan persoalaan yang kelihatannya sepele namun sebenarnya masalah yang begitu besar. Seseorang akan menjadi malas untuk mengunjungi perpus, buku – buku dibiarkan menumpuk dan berdebu, hingga tak seorang pun mau menyentuhnya. Padahal membaca adalah jendela ilmu, dengan membaca kita bisa mengelilingi dunia, dengan membaca kita bisa menambah wawasan ilmu, dengan membaca kita akan memperoleh rasa bangga tersendiri ketika ada seseorang yang bertanya mengenai sesuatu dan kita dapat menjawabnya. Semua itu dapat kita wujudkan jika kita rajin membaca, membaca apapun yang mengandung nilai informasi.
Ayo mulai sekarang biasakan diri membaca, meskipun hanya sebentar,,,,
Karena dengan membaca, dunia serasa digenggaman kita,,,SEMANGAT !!!!!!!!!!
sumber : http://blog.umy.ac.id/wiwinsundari/2011/10/31/mari-budayakan-membaca-di-indonesia-2/
Ayo mulai sekarang biasakan diri membaca, meskipun hanya sebentar,,,,
Karena dengan membaca, dunia serasa digenggaman kita,,,SEMANGAT !!!!!!!!!!
sumber : http://blog.umy.ac.id/wiwinsundari/2011/10/31/mari-budayakan-membaca-di-indonesia-2/
Fotocopy yang ramah lingkungan
Ketika mendapa tugas untuk menulis tentang judul ini saya sempat bertanya apa ada fotocopy yang ramah lingkungan?
karna yang saya tau di banyak fotocopy itu tidak ramah lingkungan, mengapa tidak ramah?
karna mereka tidak bisa menggunakan kertas kertas yang sebenarnya masih bisa digunakan tetapi sudah mereka buang sehingga menjadi sampah yang membuat lingkungan kotor, dan yang saya pikir fotocopy yang ramah lingkungan itu adalah ketika sampah sampah kertas yang sudah tidak terpakai tersebut diubah atau di daur ulang kembali menjadi sampah yang bisa di olah menjadi kertas kembali.
karna yang saya tau di banyak fotocopy itu tidak ramah lingkungan, mengapa tidak ramah?
karna mereka tidak bisa menggunakan kertas kertas yang sebenarnya masih bisa digunakan tetapi sudah mereka buang sehingga menjadi sampah yang membuat lingkungan kotor, dan yang saya pikir fotocopy yang ramah lingkungan itu adalah ketika sampah sampah kertas yang sudah tidak terpakai tersebut diubah atau di daur ulang kembali menjadi sampah yang bisa di olah menjadi kertas kembali.
Baik dan buruk pengaruh iklan di televisi
belakangan ini banyak sekali dan berbagai macam rupanya iklan di tv yang memasarkan suatu produknya dengan berbagai kreativitas sang produser tersebut.
tetapi dibalik ke kreatifan sang produser tersebut juga terdapat baik dan burukna pengaruh iklan tersebut terhadap kebanyakan anak anak yang melihatnya.
demi menarik mata anak anak berbagai produk mainan dan makanan kecil berlomba lomba untuk membuat ikla yang menarik tanpa memikirkan dampak negatife dari iklan tersebut yang mereka tuju hanyalah bagaimana cara produk mereka terjual dengan mudah kepada anak anak yang melihatnya sehingga mereka mendapat untung dari penjualan produk tersebut.
menurut saya sebaiknya iklan itu harus apa adanya sehingga tidak terkesan membohongi.
tetapi dibalik ke kreatifan sang produser tersebut juga terdapat baik dan burukna pengaruh iklan tersebut terhadap kebanyakan anak anak yang melihatnya.
demi menarik mata anak anak berbagai produk mainan dan makanan kecil berlomba lomba untuk membuat ikla yang menarik tanpa memikirkan dampak negatife dari iklan tersebut yang mereka tuju hanyalah bagaimana cara produk mereka terjual dengan mudah kepada anak anak yang melihatnya sehingga mereka mendapat untung dari penjualan produk tersebut.
menurut saya sebaiknya iklan itu harus apa adanya sehingga tidak terkesan membohongi.
Sabtu, 29 Oktober 2011
Ketika Berwirausaha harus menjadi pilihanku
Baru membaca judunya saja saya sudah membayangkan bagaimana jika nanti kelak saya menjadi seorang wirausahawan yang sukses pasti akan lebih seru dibandingkan hanya menjadi pegawai biasa yang masih bekerja pada orang lain dan harus dimarahi oleh bos bos besar kita. Saya sempat berfikir pada saat lulus nanti akan menjadi seorang wirausahawan.
Ada hal yang membuat saya berfikir seperti itu, salah satunya banyaknya pengangguran yang terjadi di Indonesia sekarang ini. Apa saya harus ikut menambah angka penggangguran di Indonesia? Tentu saya tidak ingin itu terjadi, saya akan berusaha membuat lapangan kerja bagi orang lain bukan ikut mencari lapangan kerja bagi orang lain dan secara tidak langsung kita menurunkan angka pengangguran di Indonesia, jika angka tersebut turun dapat dipastikan angka kriminalitas akibat kebutuhan terhadap uang bisa dipecahkan juga
Ada hal yang membuat saya berfikir seperti itu, salah satunya banyaknya pengangguran yang terjadi di Indonesia sekarang ini. Apa saya harus ikut menambah angka penggangguran di Indonesia? Tentu saya tidak ingin itu terjadi, saya akan berusaha membuat lapangan kerja bagi orang lain bukan ikut mencari lapangan kerja bagi orang lain dan secara tidak langsung kita menurunkan angka pengangguran di Indonesia, jika angka tersebut turun dapat dipastikan angka kriminalitas akibat kebutuhan terhadap uang bisa dipecahkan juga
Dampak pemanasan global pada pedagang kaki lima
Kita seringkali mendengar istilah Global Warming (Pemanasan Global), Climate Change (Perubahan Iklim), dll. Sampai-sampai istilah-istilah tadi itu sudah tidak asing lagi dikalangan Tukang Becak, Buruh Bangunan, Buruh Angkut Barang, Tukang Parkir, Pedagang Kaki lima di Pinggir Jalan, dll. Lha gimana tidak asing lagi, istilah-istilah itu sering mereka temukan manakala mereka sedang baca koran, mendegarkan radio ataupun menonton televisi. Yang jelas masih jarang Tukang Becak, Buruh bagunan dan Pedagang Kaki lima yang mengetahuinya dari Internet hehehe.
Disini saya akan membahas tentang dampak pemanasan lobal yang dirasakan oleh pedagang kaki lima. Yang kita tahu semua bahwa profesi atau tuntutan sebagai kaki lima yang sebenarnya mereka juga tidak mau menjadi pedagang kaki lima tapi tidak bisa dihindari lagi kalau pekerjaan tersebut memang lebih banyak memakan waktu di lapangan yag panas pada siang hari.
Dengan tidak adanya pemanasan global saja kita sudah merasa panas dan gerah jika pada siang hari, bagaimana pedagang kaki lima yang haru menjajakan barang2 dagangannya kesana kemari dengan teriknya matahari itu semakin menghambat pekerjaannya.
Dan disini pun pemerintah dan dunia harus mulai memperhatikan dampak tersebut bahwa kita tidak bisa memikirkan diri sendiri saja tapi harus memikirkan rakyat keci yang mungkin dia tidak punya kipas angina tau AC di dalam rumahnya untuk menyejukan di siang hari.
Disini saya akan membahas tentang dampak pemanasan lobal yang dirasakan oleh pedagang kaki lima. Yang kita tahu semua bahwa profesi atau tuntutan sebagai kaki lima yang sebenarnya mereka juga tidak mau menjadi pedagang kaki lima tapi tidak bisa dihindari lagi kalau pekerjaan tersebut memang lebih banyak memakan waktu di lapangan yag panas pada siang hari.
Dengan tidak adanya pemanasan global saja kita sudah merasa panas dan gerah jika pada siang hari, bagaimana pedagang kaki lima yang haru menjajakan barang2 dagangannya kesana kemari dengan teriknya matahari itu semakin menghambat pekerjaannya.
Dan disini pun pemerintah dan dunia harus mulai memperhatikan dampak tersebut bahwa kita tidak bisa memikirkan diri sendiri saja tapi harus memikirkan rakyat keci yang mungkin dia tidak punya kipas angina tau AC di dalam rumahnya untuk menyejukan di siang hari.
Jumat, 28 Oktober 2011
Macam macam penalaran dalam B.Indonesia
Tulus Hudabio / 21209142
Penalaran adalah proses berpikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan. Kegiatan penalaran mungkin bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan deduktif.Penalaran ilmiah mencakup kedua proses penalaran itu.
Penalaran Induktif
Penalaran Induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut induksi.
Contoh :
Suatu lembaga kanker di Amerika melakukan studi tentang hubungan antara kebiasaan merokok dengan kematian. Antara tanggal 1 Januari dan 31 Mei 1952 terdaftar 187.783 laki-laki yang berumur antara 50 sampai dengan 69 tahun. Kepada mereka dikemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang kebiasaan merokok mereka pada masa lalu dan masa sekarang. Selanjutnya keadaan mereka diikuti terus menerus selama 44 bulan. Berdasarkan surat kematian dan keterangan medis tentang penyebab kematiannya, diperoleh data bahwa diantara 11.870 kematian yang dilaporkan 2.249 disebabkan kanker.
Dari seluruh jumlah kematian yang terjadi ( baik pada yang merokok maupun yang tidak ) ternyata angka kematian di kalangan pengisap rokok tetap jauh lebih tinggi daripada yang tidak pernah merokok, sedangkan jumlah kematian pengisap pipa dan cerutu tidak banyak berbeda dengan jumlah kematian yang tidak pernah merokok.
Dari bukti-bukti yang terkumpul dapatlah dikemukakan bahwa asap tembakau memberikan pengaruh yang buruk dan memperpendek umumr manusia. Cara yang paling sederhana untuk menghindari kemungkinan itu ialah dengan tidak merokok sama sekali.
Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif adalah Cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Contohnya :
Pada pagi hari lalu lintas di Jakarta macet dikarenakan terlalu banyak kendaraan yang menuju daerah Jakarta dan semakin banyaknya para pegawai yang bekerja dijakarta memakai kendaraan pribadi.
Penalaran adalah proses berpikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan. Kegiatan penalaran mungkin bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan deduktif.Penalaran ilmiah mencakup kedua proses penalaran itu.
Penalaran Induktif
Penalaran Induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut induksi.
Contoh :
Suatu lembaga kanker di Amerika melakukan studi tentang hubungan antara kebiasaan merokok dengan kematian. Antara tanggal 1 Januari dan 31 Mei 1952 terdaftar 187.783 laki-laki yang berumur antara 50 sampai dengan 69 tahun. Kepada mereka dikemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang kebiasaan merokok mereka pada masa lalu dan masa sekarang. Selanjutnya keadaan mereka diikuti terus menerus selama 44 bulan. Berdasarkan surat kematian dan keterangan medis tentang penyebab kematiannya, diperoleh data bahwa diantara 11.870 kematian yang dilaporkan 2.249 disebabkan kanker.
Dari seluruh jumlah kematian yang terjadi ( baik pada yang merokok maupun yang tidak ) ternyata angka kematian di kalangan pengisap rokok tetap jauh lebih tinggi daripada yang tidak pernah merokok, sedangkan jumlah kematian pengisap pipa dan cerutu tidak banyak berbeda dengan jumlah kematian yang tidak pernah merokok.
Dari bukti-bukti yang terkumpul dapatlah dikemukakan bahwa asap tembakau memberikan pengaruh yang buruk dan memperpendek umumr manusia. Cara yang paling sederhana untuk menghindari kemungkinan itu ialah dengan tidak merokok sama sekali.
Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif adalah Cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Contohnya :
Pada pagi hari lalu lintas di Jakarta macet dikarenakan terlalu banyak kendaraan yang menuju daerah Jakarta dan semakin banyaknya para pegawai yang bekerja dijakarta memakai kendaraan pribadi.
Kamis, 02 Juni 2011
Sejarah Tentang Densus88
Kapolri menerbitkan Skep Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003 menandai terbentuknya Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri, disingkat Densus 88 AT Polri.Keberadaan Skep Kapolri tersebut merupakan tindaklanjut dari diterbitkannya UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme atau yang biasa disebut dengan UU Anti Terorisme , yang mempertegas kewenangan Polri sebagai unsur utama dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, sedangkan TNI dan BIN menjadi unsure pendukung saja dari pemberantasan tindak pidana terorisme.
Pendahuluan
Tulisan ini akan mendiskusikan bagaimana sejarah pembentukan dan peran Densus 88 AT Polri dalam pemberantasan terorisme di Indonesia. Selama ini berkembang anggapan bahwa peran Densus 88 AT Polri dalam pemberantasan terorisme di Indonesia dianggap memonopoli, sehingga beberapa institusi lain yang memiliki organisasi anti terror merasakan tidak mendapatkan porsi yang memadai dan tidak terberdayakan. Sebagaimana diketahui, di Indonesia, hampir semua angkatan dan kepolisian, juga badan intelijen memiliki struktur organisasi anti terror; di TNI AD, ada Detasemen PenanggulanganTeror (Dengultor) , yang bernama Group 5 Anti Teror dan Detasemen 81 yang tergabung dalam Kopassus, pasukan elit TNI AD; TNI AL, ada Detasemen Jalamangkara (Denjaka) ,yang tergabung dalam Korps Marinir; TNI AU, ada Detasemen Bravo (DenBravo), yang tergabung dalam Paskhas TNIAU, pasukan elit TNI AU; sedangkan di Badan Intelijen Negara (BIN),juga memiliki desk gabungan yang merupakan representasi dari kesatuan anti terror. Akan tetapi harus di akui bahwa peran yang diemban oleh Densus 88 AT Polri memberikan satu persfektif bahwa pemberantasan terorisme di Indonesia dapat dikatakan berhasil, setidaknya bila dikaitkan dengan berbagai keberhasilan organisasi tersebut dalam menangkap dan memburu pelaku dari jaringan terorisme di Indonesia, serta mempersempit ruang geraknya.
Densus 88 AT Polri didirikan sebagai bagian dari respon makin berkembangnya ancaman terror dari organisasi yang merupakan bagian dari jaringan Al Qaeda, yakni; Jema’ah Iskamiyah (JI). Sebelum Densus 88 ATPolri berdiri, Polri telah memiliki organisasi anti terror yang merupakan bagian dari Brimob Polri, yakni Detasemen C Gegana. Akan tetapi keberadaan Detasemen C tersebut dianggap kurang memadai untuk dapat merespon berbagai tindakan dan ancaman dari organisasi terrorist pasca 9/11. Apalagi ketika itu Polri diuntungkan dengan situasi dimana TNI, sebagai salah satu aktor keamanan dianggap tidak pantas mengembangkan kesatuan anti terornya,karena pelanggaran HAM yang dilakukan di masa lalu.
Apalagi sejak tahun 1994, TNI terkena embargo senjata dan
pendidikan oleh Negara-negara Barat, sehingga kesulitan mengembangkan kemampuan tempurnya, khususnya dalam menghadapi ancaman terror. Tak heran kemudian berbagai bantuan dan dukungan,baik persenjataan, pelatihan hingga pendanaan pasukan anti terror dari Negara-negara Barat dikembangkan di Polri, sebut saja misalnya Amerika Serikat, yang banyak kehilangan warganya akibat serangan teroris pada peristiwa 9/11 tahun 2001, Australia, yang juga banyak kehilangan warganya pada Peristiwa Bom Bali I dan II serta Kedutaan Besarnya di Indonesia menjadi sasaran peledakan bom mematikan dari jaringan terorisme di Indonesia, serta Negara Uni Eropa lainnya. Hal tersebutlah kiranya yang membuat iri tiga angkatan TNI, dan BIN terhadap Polri, apalagi legalitas Polri sebagai kesatuan yang berwenang menghadapi dan memberantas terorisme di Indonesia ditegaskan dengan adanya Peraturan Presiden No. 15 tahun 2001, dan kemudian menjadi undang-undang dengan terbitnya UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Tulisan ini bertujuan untuk melihat sejauhmana peran yang dijalankan oleh Densus 88 AT Polri dalam pemberantasan terorisme di Indonesia. Di samping itu akan dibahas pula bagaimana evolusi pemberantasan terorisme di Indonesia sebagai teater sejarah untuk memahami bagaimana batasan dan koordinasi antar aparat yang memiliki struktur organisasi anti terror, seperti TNI dan BIN dalam pemberantasan terorisme di Indonesia.
Evolusi Pemberantasan Terorisme di Indonesia
Gerakan terorisme di Indonesia hampir seumur dengan berdirinya republik ini,hal ini ditandai dengan perubahan pandangan, jika sebelum merdeka, para pejuang Indonesia dijuluki oleh Belanda dan Sekutunya sebagai organisasi ekstrimis yang mengganggu eksistensi Pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia, dan ketika Indonesia merdeka, perubahan penamaan terhadap personalatau kelompok yang melawan kebijakan pemerintah, termasuk Kapten Westerling, perwira Belanda yang bersama pasukannya berupaya merongrong kedaulatan Indonesia yang baru saja merdeka, danAndi Azis, seorang perwira KNIL dari Negara Indonesia Timur, sebagai bagian dari Negara federasi Indonesiahasil kesepakatan antara Indonesia dan Belanda dengan melakukan pemberontakan yang kemudian dikenal dengan Pemberontakan APRA, di Bandung dan Makasar.
Pemberontakan APRA tersebut merupakan salah satu dari gerakan terorisme yang berupaya mengganggu eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (KNRI) dan dilakukan oleh perwira dari Belanda dan perwira KNIL , ada tiga periodisasi pemberantasan terorisme di Indonesia; Periode Soekarno, Periode Soeharto, dan Periode Reformasi. pada ketiga periodisasi ini, pemberantasan terorisme di Indonesia mengalami evolusi, sesuai dengankarakteristik dari organisasi terorisme di Indonesia. Pada periode Soekarno, gerakan terorisme di Indonesia banyak mengusung tentang isu separatism dan isu ideology. Sejak tahun 1945, pemberontakan dan gerakan perlawanan terorisme di Indonesia terbagi menjadi tiga bentuk: (1) Gerakan pemisahan diri yang disebabkan hubungan dekat dengan bekas penjajah; Belanda, hal ini bisa dilihat pada Pembeontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dimotori oleh Dr. Soumokil, J.H. Manuhutu, dan Johan Manusama yang merupakan kaki tangan Belanda di Maluku, Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dimotori oleh Kapten Westerling, dan Kapten Andi Aziz, Pemberontakan Sultan Hamid II di Kalimantan. (2) gerakan terorisme yang ingin mendirikan negara atau memisahkan diri dengan ideology politik tertentu, contohnya; Pemberontakan PKI tahun 1948 yang dimotori oleh Muso, dan D.N.Aidit pada tahun 1965 , pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan, dan Aceh. (3) Gerakan pemberontakan yang disebabkan oleh semangat keetnisan, yang dilandasi kebijakan yang tidak berimbang antara Jawa dan luar Jawa, contohnya pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi yang dimotori oleh para komandan militer territorial , dan pemberontakan oleh Organisasi Papua Merdeka, yang tidak puas dengan hasil referendum yang melegalisasikan Papua sebagai bagian dari integral Indonesia.
Pada periode ini pemberantasan gerakan terorisme dilakukan oleh militer dengan pola negoisasi dan pendekatan damai. Soekarno menitikberatkan pada pendakatan militer bukan kepolisian, karena gerakan separatism tersebut mengancam eksistensi kedaulatan Negara. Sementara kepolisian, dengan kesatuan khususnya; Brigade Mobil Polri menjadi pelengkap dalam proses pemberantasan dan pemadaman pemberontakan tersebut. pendekatan militer ini juga diasumsikan karena para pemberontak tersebut banyak berasal dari kesatuan-kesatuan di TNI yang loyal kepada komandannya dan atau desersi dari kesatuannya, sekedar contoh misalnya pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan pimpinan Kahar Muzakar, adalah kumpulan organisasi laskar perjuangan yang ditolak masuk karena tidak memenuhi persyaratan minimum sebagai personal ataupun kesatuan militer, sebagaimana yang digariskan dalam program Reorientasi dan Reorganisasi militer yang dilakukan oleh Pemerintah, atau juga pemberontakan PRRI/Permesta, yang merupakan kesatuan territorial militer aktif di Sumatera dan Sulawesi yang memberontak.
Sedangkan pada periode Soeharto, bentuk gerakan terorisme ada tiga bentuk pula, hampir sama dengan periode Soekarno, yakni: (1) Gerakan terorisme yang dilandasi keinginan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, contohnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sejak 1975, Organisasi Papua Merdeka (OPM) sejak tahun 1960-an tapi mulai efektif sejak awal tahun 1970-an, dan Fretilin di Timor Timur sejak tahun 1975 . (2) Gerakan yang menginginkan terbentuknya Negara berdasarkan ideology agama, dalam hal ini Islam, seperti Kelompok Pengajian Warsidi di Lampung,yang kemudian dikenal sebagai Peristiwa Talang Sari , jaringan sisa-sisa DI/TII yang kemudian membangun sel perlawanan, salah satunya adalah kelompok Pengajian Imron Zein, salah satu kelompok radikal Islam yang membajak Pesawat Garuda di Pelabuhan Udara Don Muang , Komando Jihad , Peristiwa Tanjung Priok , dan lain sebagainya. (3) Gerakan kriminalitas dan kekerasan yang terkait dengan satu isu tertentu yang membuat suasana menjadi mencekam ataupun menakutkan. Salah satunya adalah maraknya kelompok penjahat yang melakukan terror terhadap masyarakat. Kelompok yang kemudian menjadi sasaran pemberantasan oleh pemerintah melalui program Penembak Misterius (Petrus) adalah kelompok kriminal dan gang motor.
Hal menarik yang perlu dicatat adalah bahwa proses pemberantasan terorisme pada masa Soeharto dan Orde Baru terkesan sangat didominasi oleh satu angkatan saja; TNI AD, di mana Kesatuan Elitnya Kopassus menjadi instrument utama dalam memberantas jaringan terorisme lewat Detasemen 81. Selain itu, Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) serta Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang merupakan instrument pendukung bagi jalannya proses pemberantasan terorisme di Indonesia. Namun demikian, harus diakui bahwa justru otak dari operasional pemberantasan terorisme di Indonesia justru berada di tangan Kopkamtib. Lembaga superbody ini mengendalikan semua actor keamanan, baik polisi, militer maupun intelijen, termasuk jaringan territorial yang merupakan struktur tentara untuk mengawasi berbagai aktivitas social politik masyarakat selama Soeharto berkuasa, bahkan komando territorial TNI ini sangat efektif dalam memantau dan melakukan berbagai tindakan pencegahan dini berbagai aktivitas yang membahayakan eksistensi Negara.
Kopkamtib pada akhirnya dibubarkan pada pertengahan tahun 1980-an dan digantikan dengan Badan Koordinasi Pemantapan Stabilitas Nasional (Bakortanas) yang kurang lebih sama wewenangnya dengan Kopkamtib. Setelah Soeharto dan Orde Baru-nya tumbang, maka lembaga tersebut dibubarkan oleh Abdurrahman Wahid.
Pada masa Soeharto, proses pemberantasan terhadap gerakan separatisme maupun terorisme selalu dilabeli dua pendekatan: Ekstrim Kanan dan Ekstrim Kiri. Ekstrim Kanan mengacu kepada gerakan Islam radikal dan fundamental yang merupakan generasi penerus kelompok pemberontak DI/TII yang telah bermetamorfosis menjadi sel-sel perlawananan terhadap pemerintahan Soeharto, sebagaimana yang terjadi dalam Peristiwa Tanjung Priok dan juga Talang Sari di Lampung. Sedangkan Ekstrim Kiri lebih berkonotasi pada gerakan sisa-sisa Partai Komunis Indonesia (PKI) yang telah melakukan dua kali pemberontakan yang gagal. Sel-sel dari sisa-sisa PKI ini terepresentasi pada kelompok-kelompok pemuda dan mahasiswa radikal, yang mengusung isu anti pemerintahan Soeharto, seperti Partai Rakyat Demokratik, yang disinyalir merupakan reinkarnasi dari PKI, yang kemudian dibubarkan pasca Peristiwa 27 Juli 1996.
Sedangkan untuk memadamkan pemberontakan gerakan separatism di tiga daerah; Aceh, Timor Timur, dan Papua pengerahan militer ke tiga daerah tersebut secara efektif dilakukan secara besar-besaran. Selain memanfaatkan jaringan komando territorial yang dimiliki oleh TNI, khususnya TNI AD, untuk daerah dengan eskalasi yang tinggi tersebut juga menerjunkan tambahan pasukan dari kesatuan angkatan lain, seperti Kopassus, Marinir TNI AL dan Paskhas TNI AU, sementara dari Polri yang terlibat adalah Brimob Polri. Gerakan separatisme ini menjadi kerikil dalam sepatu besar Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pada Pemerintahan B.J. Habibie, Timor Timur diberikan pilihan untuk memilih merdeka atau otonomi khusus. Dan rakyat di daerah bekas jajahan Portugal tersebut memilih merdeka.
Sedangkan Aceh dan Papua memilih otonomi khusus, dengan menitikberatkan pada pengembangan potensi local daerah. Meski demikian kedua daerah tersebut rawan terhadap kemungkinan bangkitnya kembali separatism. Sementara separatism di Maluku cenderung bersifat fluktuatif, tergantung momentum politik, baik local maupun nasional
Setelah Soeharto dan Rejimnya tumbang masih menyisakan permasalahan terkait dengan pemberantasan terorisme, tiga kasus yang mencolok adalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Ujung Barat Indonesia, Organisasi Papua Merdeka(OPM) diujung Timur Indonesia, dan Timor Timur, di ujung Selatan Indonesia. Timor Timur diselesaikan dengan memesahkan diri dari NKRI melalui referendum, setelah otonomi khusus yang ditawarkan oleh Pemerintahan Habibie ditolak oleh sebagian besar masyarakat di Timor Timur, sedangkan separatism di Aceh dan Papua diselesaikan dengan lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 untuk pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua, dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 untuk pelaksanaan Otonomi Khusus di Aceh. Meski masih terdapat kekurangan dari pelaksanaan otonomi khusus tersebut, namun lebih kondusif dari sebelumnya, khusus di Aceh, pasca tsunami, dilakukan perjanjian perdamaian antara Pemerintah Indonesia dengan GAM, dan diperkuat dengan terbitnya UU No. 11 Tahun 2006 yang mempertegas penyelesaian konflik tersebut yang lebih dari 30 tahun lalu berlangsung.
Selain itu, hal yang menarik adalah terjadinya pergeseran gerakan terorisme di Indonesia, dari yang berbasis pada etnis dan pendekatan keagamaan untuk mendirikan negara atau memisahkan diri dari Negara induk menjadi gerakan yang lebih universal, yakni tuntutan untuk mendirikan negara universal berbasis agama dan sangat anti Barat. Hal ini ditandai dengan peristiwa pembajakan pesawat komersial dan menabrakkannya ke menara kembar WTC pada tahun 2001, yang kemudian dikenal dengan Peristiwa 9/11. Di Indonesia, respon terhadap aksi terorisme tersebut adalah makin menguatnya konflik komunal dengan basis keagamaan, sebagaimana yang terjadi di Poso, Maluku, dan juga Kupang. Konflik-konflik tersebut sebenarnya telah meletus sejak awal tahun 1999, dengan peledakan sejumlah gereja dan tempat ibadah lainnya di malam Natal di kota-kota besar seperti Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Makasar, dan sebagainya . Konflik Maluku yang awalnya dibangun untuk mengobarkan semangat separatism Republik Maluku Selatan, bergeser menjadi konflik agama dan meluas tidak hanya di Pulau Ambon tapi pulau-pulau lainnya termasuk ke Maluku Utara dan Poso. Kondisi tersebut diperparah dengan masuknya milisi-milisi berbasis agama seperti Laskar Jihad, dan Laskar Kristus, yang kemudian menjadikan Konflik di Maluku dan akhirnya Poso sebagai medan pertempuran. Meski begitu sesekali insiden pengibaran bendera RMS yang telah berganti nama menjadi Forum Kedaulatan Maluku (FKM) pimpinan Alex Manuputy juga terjadi.
Pemberantasan gerakan terorisme ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan sporadis. Hal ini disebabkan konsolidasi demokrasi yang tengah dijalani oleh Indonesia telah pula melemahkan kontrol negara atas masyarakatnya. Eforia politik atas nama demokrasi dan HAM menjadi dilemma bagi aparat keamanan Indonesia, baik TNI maupun Polri dalam mengambil tindakan secara tegas. Identifikasi konflik, separatisme dan aksi terror telah bercampur dengan minimnya kesiapan aparat dalam melakukan deteksi dini terhadap berbagai aksi terror yang saling tumpang tindih antara konflik komunal di Poso, separatism di Aceh, Papua, dan Maluku, serta gerakan fundamentalisme Islam yang memanfaatkan kondisi-kondisi tersebut, khususnya pada aksi peledakan bom dan konflik komunal di Poso dan Maluku. Bahkan tak jarang ajang pelatihan bagi kader-kader gerakan fundamentalisme Islam, yang kemudian dinamakan Jemaah Islamiyah dilakukan di Poso dan Maluku, selain dikirim ke Pakistan, Afganistan, dan Mindanao bercampur baur dengan warga lokal dan jaringan milisi; Laskar Jihad.
Pemberantasan terorisme pasca Soeharto ini juga makin kisruh karena aparat keamanan yang seharusnya melakukan koordinasi yang efektif justru bersaing dan berkompetisi satu dengan yang lainnya. Tak jarang juga terjadi konflik dan bentrok antar aparat keamanan tersebut khususnya TNI dan Polri . Hal tersebut salah satunya disebabkan karena kedua institusi tersebut telah berpisah, sehingga acapkali bentrok dan persaingan tidak sehat tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pemberantasan terorisme di Indonesia. Sehingga membuat proses pemberantasan terorisme tidak dapat berjalan dengan efektif. Kondisi ini disadari oleh masing-masing pimpinan aparat keamanan baik TNI, Polri, maupun BIN, hanya saja praktik di lapangan masih terjadi ketidaksinkronan satu dengan yang lain. Tak heran kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus menerbitkan Keppres No. 13 Tahun 2005 untuk melegalisasi
koordinasi antar aparat dalam pengamanan di Poso, agar aparat keamanan di Poso dapat bekerja sama.
Densus 88 AT dan Pemberantasan Terorisme di Indonesia
Harus diakui bahwa Peristiwa 9/11 telah mengubah paradigma aparat penegak hukum di Indonesia dalam memberantas terorisme. Hal ini tercermin dari bagaimana terkonsolidasi,dan terfokusnya pola pengembangan organisasi yang khusus dalam memberantas gerakan terorisme dalamberbagai varian dan jenis, dari mulai yang bernuansa separatism hingga pada kelompok pembuat terror dalam konflik komunal. Selama ini institusi anti terror tersebar di semua angkatan dan kepolisian serta lembaga intelijen, sehingga upaya untuk membangun institusi anti terror yang handal terhalang oleh problematika kompetisi dan sentiment angkatan. Tak heran apabila dimasa Pemerintahan Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati penguatannya justru berada di lembaga intelijen, karena lembaga tersebut diyakini terjadi pertemuan kepentingan antar angkatan, kepolisian, dan sipil. Meski demikian, tetap saja terjadi kompetisi internal di Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), kemudian berubah menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) yang mengarah kepada konflik terbuka,dan puncaknya saat Hendropriyono memimpin BIN, di mana ada langkah peminggiran sejumlah anggota BIN yang berasal dari kepolisian dan sipil dalam tugas-tugas intelijen.
Momentum kampanye global perang terhadap terorisme menjadi titik balik bagi penguatan dan pembangunan institusi anti terror yang mapan, handal dan professional. Dan penguatan institusi anti terror tersebut pada akhirnya dilakukan di lembaga kepolisian, hal ini selain sebagai strategi untuk meraih dukungan dan bantuan dari negara-negara Barat untuk tetap mengucurkan bantuan untuk membangun institusi anti terror, sebagaimana diketahui bahwa militer Indonesia sejak tahun 1994 diembargo pengadaan persenjataan dan pendidikan militernya oleh negara-negara Barat karena menggunakan persenjataannya untuk melakukan pelanggaran HAM di Timor-Timur, Aceh, maupun Papua. Selain itu, disebabkan Polri dianggap sebagai lembaga yang mampu mengembangkan institusi anti terror ini kelak. Apalagi pada saat pengejaran para pelaku terror tersebut, di lapangan terjadi persaingan yang tidak sehat, sekedar contoh misalnya bagaimana BIN melakukan penangkapan terhadap salah satu pelaku kunci jaringan JI di Indonesia, dan langsung mengirimkannya ke Amerika Serikat tanpa berkoordinasi dengan Polri, sebagai institusi yang berwenang melakukan penangkapan.
Ketika menguat kampanye perang global terhadap terorisme, Pemerintah Indonesia meresponnya dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme, yang kemudian dipertegas dengan diterbitkanya paket Kebijakan Nasional terhadap pemberantasan Terorisme dalam bentuk Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1 dan 2 Tahun 2002. Sebagai respon dari Inpres dan kemudian Perpu tersebut Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan membentuk Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme yang langsung berada dibawah koordinasi Menteri Koordinasi Politik dan Keamanan. Desk tersebut memiliki legitimasi dengan adanya Surat Keputusan (Skep) Menko Polkam yang saat itu dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono dengan Nomor Kep. 26/Menko/Polkam/11/2002. Dalam Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme, kesatuan Anti Teror Polri, yang lebih dikenal dengan Detasemen C Resimen IV Gegana, Brimob Polri bergabung dengan tiga organisasi anti terror angkatan dan intelijen. dalam perjalanannya institiusi anti teror tersebut kemudian melebur menjadi Satuan Tugas Antiterror dibawah koordinasi Departemen Pertahanan. Akan tetapi, lagi-lagi inisiatif yang dilakukan oleh Matori Abdul Djalil, Menteri Pertahanan berantakan, karena masing-masing kesatuan anti terror tersebut lebih nyaman berinduk kepada organisasi yang membawahinya. Praktik Satgas Anti Teror tersebut tidak efektif berjalan, selain karena eskalasi ancaman terror sejak Bom Bali I dan konflik komunal yang memaksa masing-masing kesatuan anti terror akhirnya berjalan sendiri-sendiri.
Akan tetapi, eskalasi terror yang begitu cepat memaksa Polri untuk mengkhususkan permasalahan anti terror pada satuan tugas khusus, dan akhirnya dibentuklah Satuan Tugas (Satgas) Bom Polri yang tugas pertamanya adalah mengusut kasus Bom Natal tahun 2001 dilanjutkan dengan tugas-tugas terkait ancaman bom lainnya. Satgas Bom Polri ini menjadi begitu terkenal publik saat menangani beberapa kasus peledakan bom yang terkait dengan kalangan luar negeri, sebut saja misalnya Bom Bali I, Bom Bali II, Bom Marriot, dan Bom Kedubes Australia. Satgas ini berada dibawah Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, dan dipimpin oleh perwira polisi bintang satu. Kepala Satgas Bom Polri yang pertama adalah Brigadir Polisi Gories Mere , dan kemudian digantikan oleh Brigjen Polisi Bekto Suprapto, dan yang ketiga adalah Brigjen Polisi Surya Dharma Salim Nasution. Bekto dan Surya Dharma berturut-turut menjabat sebagai Komandan Densus 88 AT yang pertama dan kedua.
Disamping ada satuan anti terror Gegana Brimob Polri, dan Satgas Bom Polri, Polri juga memiliki organisasi sejenis dengan nama Direktorat VI Anti Teror di bawah Bareskrim Mabes Polri. Keberadaan Direktorat VI Anti Teror ini bertumpuk dan memiliki fungsi dan tugas yang sama sebagaimana yang diemban oleh Satgas Bom Polri, disamping itu dinamika yang sangat cepat perihal ancaman dan teror, Mabes Polri akhirnya melakukan reorganisasi terhadap Direktorat VI Anti Teror, di mana kemudian secara resmi Jenderal Da’I, Kapolri menerbitkan Skep Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003 menandai terbentuknya Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri, disingkat Densus 88 AT Polri. Keberadaan Skep Kapolri tersebut merupakan tindaklanjut dari diterbitkannya UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme atau yang biasa disebut dengan UU Anti Terorisme , yang mempertegas kewenangan Polri sebagai unsur utama dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, sedangkan TNI dan BIN menjadi unsure pendukung saja dari pemberantasan tindak pidana terorisme. Kondisi tersebut sesungguhnya sejalan dengan Inpres dan Perpu yang diterbitkan pemerintah sebelum undang-undang pemberantasan tindak pidana terorisme ini disahkan menjadi undang-undang.
Ada pertanyaan yang mengemuka yang berkembang di masyarakat, mengapa hanya Polri yang diberi wewenang dalam pemberantasan tindak pidana terorisme ini? Bukankah kesatuan anti terror dari TNI, baik Kopassus, Denjaka, maupun Detasemen Bravo lebih handal dan memiliki pengalaman yang lebih mumpuni? Pertanyaan tersebut juga berkembang di internal TNI seputar kewenangan yang diberikan kepada Polri dalam pemberantantasan terorisme di Indonesia. Ada tiga alasan mengapa akhirnya Polri diberikan kewenangan utama dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, yakni: Pertama, pemberian kewenangan utama pemberantasan tindak pidana terorisme merupakan strategi pemerintah untuk dapat berpartisipasi dalam perang global melawan terorisme, yang salah satunya adalah mendorong penguatan kesatuan khusus anti terorisme yang handal dan profesiona, dengan dukungan peralatan yang canggih dan SDM yang berkualitas. Sebagaimana diketahui bahwa pembentukan Densus 88 AT Polri ini menghabiskan dana lebih dari Rp. 15 Milyar, termasuk penyediaan senjata, peralatan intai, alat angkut pasukan, operasional, dan pelatihan, yang merupakan bantuan dari negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat dan Australia. Sebagaimana diketahui bahwa ketika Densus 88 AT Polri terbentuk, TNI masih diembargo persenjataan dan pendidikan militernya oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat. Sehingga salah satu strategi untuk mendirikan kesatuan anti terror tanpa terjegal masa lalu TNI adalah dengan mengembangkannya di kepolisian.
Kedua, kejahatan terorisme merupakan tindak pidana yang bersifat khas, lintas negara (borderless) dan melibatkan banyak factor yang berkembang di masyarakat. Terkait dengan itu terorisme dalam konteks Indonesia dianggap sebagai domain kriminal, karena cita-cita separatism sebagaimana konteks terorisme dulu tidak lagi menjadi yang utama, tapi mengedepankan aksi terror yang mengganggu keamanan dan ketertiban, serta mengancam keselamatan jiwa dari masyarakat. Karenanya terorisme dimasukkan ke dalam kewenangan kepolisian.
Ketiga, menghindari sikap resistensi masyarakat dan internasional perihal pemberantasan terorisme jika dilakukan oleh TNI dan intelijen. sebagaimana diketahui sejak Soeharto dan rejimnya tumbang, TNI dan kemudian lembaga intelijen dituding sebagai institusi yang mem-back up kekuasaan Soeharto. Sehingga pilihan mengembangkan kesatuan anti terror yang professional akhirnya berada di kepolisian, dengan menitikberatkan pada penegakan hukum, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri), sebagaimana yang ditegaskan dalam UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri, khususnya Pasal 2,4, dan 5.Dengan alasan tersebut di atas, keberadaan Densus 88 AT Polri harus menjadi kesatuan professional yang mampu menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagaimana ditegaskan pada awal pembentukan. Bila merujuk pada Skep Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 30 Juni 2003 maka tugas dan fungsi dari Densus 88 AT Polri secara spesifik untuk menanggulangi meningkatnya kejahatan terorisme di Indonesia, khususnya aksi terror dengan modus peledakan bom. Dengan penegasan ini berarti Densus 88 AT Polri adalah unit pelaksana tugas penanggulangan terror dalam negeri, sebagaimana tertuang dalam UU Anti Terorisme.
Tidak sampai disitu saja, penamaan Densus 88 AT Polri juga dipertanyakan banyak pihak, semisal adanya angka 88 di depan penamaan Densus dianggap mengekor pada Delta 88, pasukan khusus Amerika Serikat. Padahal angka 88 dibelakang nama densus adalah simbolisasi sepasang borgol, yang identik dengan tugas kepolisian. Di samping itu juga angka 88 dianggap sebagai angka kramat,karena angka tersebut merupakan representasi jumlah korban terbanyak dalam Peledakan Bom Bali I, tahun 2002 yang merupakan warga negara Australia. Di samping itu angka delapan juga dimaknai oleh Densus 88 AT Polri sebagai pekerjaan pemberantasan terorisme yang tak kenal henti dan dan berkesinambungan. Sedangkan tulisan AT atau anti terror yang berada dibelakang angka 88 dianggap sebagai mengklaim keseluruhan lembaga anti teror yangada di Indonesia, sehingga dianggap sebagai upaya untuk mengambil porsi kewenangan kesatuan anti terror lain yang masih aktif, baik di TNI maupun BIN. Penggunaan anti terror dibelakang angka 88 sesungguhnya merujuk pada reinkarnasi dari Satgas Bom dan Direktorat VI Anti Teror yang berada di bawah kendali Bareskrim Polri menjadi Densus 88 AT Polri. Penegasan anti terror ini juga untuk membedakan dan membatasi wewenang Densus 88 AT Polri hanya terbatas pada fungsi kontra terror, khususnya terhadap aksi terror dengan bahan peledak.
Sementara itu secara organisasional Densus 88 AT berada di Mabes Polri dan Polda, untuk yang di Mabes Polri berada di bawah Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri yang dipimpin oleh Kepala Densus 88 AT Polri dengan pangkat Brigadir Jenderal Polisi. pada tingkat kepolisian daerah, Densus 88 AT Polri berada di di bawah Direktorat Serse (Ditserse) dipimpin oleh perwira menengah polisi, tergantung tipe Poldanya, untuk Polda Tipe A, Densus 88 AT dipimpin oleh perwira menengah berpangkat Komisaris Besar Polisi, sedangkan di Polda Tipe B dan Persiapan, dipimpin oleh perwira menengah berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi. pada tingkat Mabes Polri, Kepala Densus 88 AT baru terjadi dua kali pergantian pimpinan, yakni yang pertama Brigjen Polisi Bekto Suprapto, yang dipindah menjadi Kapolda Sulawesi Utara, yang digantikan oleh Brigjen Polisi Surya Dharma Salim Nasution, mantan Direktur I Bidang Keamanan dan Transnasional Bareskrim Mabes Polri.
Sedangkan struktur organisasi dari Densus 88 AT Polri memiliki empat pilar pendukung operasional setingkat sub-detasemen (Subden), yakni: Subden Intelijen, Subden Penindakan, Subden Investigasi, dan Subden Perbantuan. Di bawah Subden terdapat unit-unit yang menjadi pondasi pendukung bagi operasional Densus 88 AT Polri, seperti pada Subden Intelijen terdapat Unit Analisa, Deteksi, Unit Kontra Intelijen, pada Subden Penindakan terdapat Unit Negoisasi, Pendahulu, Unit Penetrasi, dan Unit Jihandak. Sedangkan pada Subden Investigasi membawahi Unit Olah TKP, Unit Riksa, dan Unit Bantuan Tekhnis, terakhir pada Subden Bantuan terdapat Unit Bantuan Operasional dan Unit Bantuan Administrasi.
Salah satu prasyarat dari rekruitmen bagi anggota dan personil Densus 88 AT Polri dari negara pemberi bantuan dana untuk pengembangan dan pembentukan kesatuan khusus anti teror adalah anggota dan personil Polri sedapat mungkin belum pernah ditugaskan di Aceh, Papua, maupun Timor-Timur yang banyak melakukan pelanggaran HAM. Akan tetapi agak sulit untuk direalisasikan persyaratan tersebut, apalagi banyak dari personil Densus 88 ATPolri berasal dari Brimob Polri, kesatuan khusus yang memiliki kualifikasi tempur. Sehingga permintaan tersebut diperlonggar dengan pola pendekatan ketrampilan yang layak sebagai anggota kesatuan khusus. Di samping dari unsure Brimob, khususnya dari Gegana, unsure lain yang menjadi pilar pendukung Densus 88 AT adalah dari Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri dan Bareskrim. Di samping tiga pilar pendukung operasional tersebut, rekrutimen personil Densus 88 AT Polri juga dapat berasal dari akademi kepolisian, Sekolah Polwan,serta unsure sekolah kekhususan yang ada di lingkungan Polri.
Saat ini personil Densus 88 AT Polri di tingkat pusat tak lebih dari 400 orang dengan kualifikasi anti terror terbaik. Sedangkan di tingkat Polda, personil Densus 88 AT Polri berkisar antara 50 hingga 75 personil. Sebelum direkrut dan menjadi bagian dari Densus 88 AT Polri, para anggota Polri tersebut terlebih dahulu dilatih di Pusat Pendidikan (Pusdik) Reserse Polri di kawasan Mega Mendung, Puncak, Jawa Barat serta Pusat Pendidikan Anti Teror Nasional (Platina), Kompleks Akademi Kepolisian, Semarang. Para pengajarnya, selain internal Polri, juga berasal dari instruktur CIA, FBI, National Service-nya Australia, dan jaringan organisasi intelijen Barat lainnya. Selain diajari berbagai teori dan metodologinya, kedua pusat pendidikan tersebut juga difasilitasi oleh simulator dan pendukung lainnya.
Sementara itu dukungan persenjataan dan peralatan pendukung lainnya dapat dikatakan sangat canggih, sebut saja misalnya senapan serbu jenis Colt M4 5.56 mmdan yang terbaru jenis Steyr-AUG, atau senapan penembak jitu, Armalite AR-10, serta shotgun model Remington 870 yang ringan dan sangat handal buatan Amerika Serikat. Selain persenjataan, setiap personil Densus 88 AT Polri dilengkapi dengan peralatan personal maupun tim; alat komunikasi personal,GPS, kamera pengintai malam, alat penyadap dan perekam mikro, pesawat interceptor, mesin pengacak sinyal, dan lain-lain. Untuk mendukung keberhasilan operasional, Densus 88 AT Polri juga bekerja sama dengan operator telepon seluler, dan internet untuk mendeteksi setiap pergerakan kelompok terorisme dalam berkomunikasi. Sementara untuk unit penjinak bom juga diperlengkapi dengan peralatan pendukung, semisal pendeteksi logam terbaru, sarung tangan dan masker khusus, rompi dan sepatu anti ranjau darat, serta kendaraan taktis peredam bom. Sempat juga diisukan Densus 88 AT Polri memiliki pesawat Hercules seri C-130 sendiri untuk mempermudah mobilisasi personil, tapi isu tersebut sulit dibuktikan, karena faktanya Mabes Polri telah membentuk Densus 88 AT Polri di tingkat Polda, ini berarti juga menjawab jika isu tersebut tidak sepenuhnya benar.
Seperti diketahui bersama bahwa dukungan anggaran untuk membentuk kesatuan anti terror dengan naman Densus 88 AT Polri ini berasal dari Amerika Serikat, tepatnya melalui Jasa Keamanan Diplomatik (US Diplomatic Security, State Department). Di awal pembentukan Densus 88 AT Polri tak kurang dari Rp. 150 Milyar pada medio tahun 2003 , sedangkan tahun berikutnya operasional Densus 88 AT Polri pada tahun 2004 hanya Rp. 1.5 Milyar, hal ini bisa jadi disebabkan karena tertutupi oleh alokasi anggaran pembentukan di pertengahan tahun 2003. Dan hal tersebut terbukti, pada tahun 2005 anggaran yang digunakan membesar menjadi Rp. 15 Milyar, dan pada anggaran tahun 2006 meningkat fantastis menjadi Rp. 43 Milyar . Dana tahun 2006 tersebut belum untuk pembentukan Densus 88 AT Polri di daerah, karena pada kenyataannya para Kapolda yang bersangkutan kreatif dalam mencari bantuan anggaran untuk pengembangan Densus 88 AT Polri di wilayahnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Irjen Pol. Firman Gani, ketika menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya yang mampu membangun gedung Densus 88 AT atas bantuan swadaya. Meski dilarang sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri, namun dengan keterbatasan anggaran negara,maka proses tersebut menjadi satu pembenaran bagi Polda-Polda lain untuk mengikuti jejak Polda Metro Jaya .
Dengan mengacu pada uraian tersebut diatas, maka tak heran apabila Densus 88 AT Polri diharapkan oleh internal Polri dan pemerintah Indonesia untuk menjadi kesatuan anti terror yang handal dan professional. Sejak tahun 2003 hingga tulisan ini dibuat, Densus 88 AT Polri telah berperan aktif dalam pemberantasan tindak pidana Terorisme, sebagaimana amanat UU No.2 Tahun 2002 Tentang Polri, dan UU Anti Terorisme. Dua bulan setelah kesatuan ini terbentuk, langsung dihadapi dengan terjadinya serangan bom mobil di Hotel J.W. Marriot, yang merupakan hotel miliki jaringan Amerika Serikat, 13 orang tewas. Dalam hitungan minggu, jaringan pengebom hotel mewah tersebut dapat dibongkar, dan ditangkap .
Masa persidangan para pelaku bom Marriot belum usai, pada 9 September 2004 Jakarta dikejutkan kembali dengan ledakan bommobil berkekuatan besar di depan Kedutaan Besar Australia, Jl. Rasuna Said, Kuningan Jakarta. Peledakan bom ini menewaskan puluhan orang yang tidak terkait dengan kedutaan besar tersebut. yang fantastis adalah dalam waktu satu bulan, Densus 88 AT Polri bersama Australia Federal Police (AFP) berhasil membongkar kasus tersebut, dan menangkap para pelakunya diganjar dengan penjara belasan tahun dan hukuman mati .Setahun setelah ledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia, atau yang dikenal dengan Bom Kuningan, Bali, Pulau Dewata kembali diguncang bom dengan kekuatan besar, meski tak sebesar Bom Bali I. Meski demikian ledakan tersebut 23 orang dan melukai ratusan lainnya. Sekali lagi, dalam tiga bulan, dengan gerak cepat Densus 88 AT Polri dapat membongkar dan menangkapi para pelakunya. Bom Bali II ini pula yang mendekatkan Densus 88 AT Polri dengan gembong terorisme yang paling dicari di Indonesia Dr. Azahari. Selang satu bulan setelah Bom Bali II, Densus 88 AT Polri menyerbu kediaman buronan teroris Dr. Azahari, di Batu Malang, Jawa Timur. Penyerbuan ini menyebabkan gembong teroris yang paling dicari di Indonesia dan Malaysia ini tewas, dan kasus inilah yang kemudian melambungkan nama Densus 88 AT Polri sebagai satuan anti terror terkemuka di Asia. Dalam waktu bersamaan juga Densus 88 AT Polri berhasil menangkap pelaku peledakan bom di Pasar Tradisional Kota Palu. Pelaku merupakan salah satu dari kelompok yang bertikai di Poso.
Pada tahun 2006, Densus 88 AT Polri hampir menangkap salah satu gembong teroris lainnya; Noordin M. Top, dalam penggrebekan yang dilakukan Densus 88 AT Polri di Dusun Binangun, Wonosobo, Jawa Tengah tersebut Noordin dapat meloloskan diri dari kejaran personil Densus 88 AT Polri. Penyergapan yang disertai dengan tembak menembak tersebut Densus 88 AT Polri berhasil menangkap dua orang dan menembak mati dua tersangka lainnya . Selang setahun kemudian, tepatnya pada 22 Maret 2007, Densus 88 AT Polri melakukan penggerebekan terhadap Kelompok Terorisme Jawa Tengah dan berhasil membongkar jaringan persenjataan dan bom terbesar sejak 30 tahun terakhir di kawasan Sleman, Yogyakarta, dan menangkap tujuh tersangka yang diduga pemilik, penyimpan, dan perakit bahan peledak. Dalam penyergapan tersebut juga menewaskan dua orang pelaku yang berupaya melarikan diri .
Menyusul terbongkar jaringan Terorisme Kelompok Jawa Tengah, Densus 88 AT Polri juga berhasil menagkap dan melumpuhkan Abu Dujana alias Ainul Bahri Komandan Sayap Militer Jama’ah Islamiyah (JI),dan Zarkasih, Amir JI . Penangkapan keduanya merupakan prestasi yang makin melambungkan nama Densus 88 AT Polri dan membuat Densus 88 AT Polri dapat membuktikan bahwa Indonesia memiliki kesatuan anti terror yang handal dan professional .
Peran yang melekat pada Densus 88 AT Polri ini sesungguhnya mempertegas komitmen Polri, dan pemerintah Indonesia dalam berperan aktif dalam Perang Global melawan Terorisme. Sepanjang empat tahun sejak terbentuknya, peran dan fungsi Densus 88 AT Polri, tidak saja mengharumkan nama kepolisian, tapi juga negara didunia internasional. Dan memperluas keorganisasian Densus 88 AT Polri hingga ketingkat daerah menjadi penegas bahwa komitmen Polri dalam memberantas tindak pidana terorisme tidak main-main. Bahkan dalam perjalanannya, Densus juga tidak hanya terfokus pada identifikasi dan pengejaran aksi terror dan bom, tapi juga membantu unit lain di Polri dalam menindak pelaku kejahatan lainnya seperti Illegal Logging, narkotika dan lain sebagainya. Bahkan tak jarang pula Densus 88 AT Polri membantu identifikasi permasalahan kewilayahan sebagaimana yang pernah terjadi pada kasus pengibaran bendera RMS pada acara kenegaraan di Maluku.
Meski terfokus pada pemberantasan tindak pidana terorisme, sesungguhnya Densus 88 AT Polri juga memiliki tiga peran dan fungsi yang melekat lainnya yakni: Pertama, karena Densus 88 AT Polri berada di Bareskrim Mabes Polri, dan Ditserse Polda, maka personil Densus 88 AT juga merupakan personil dengan kualifikasi seorang reserse yang handal. Sehingga tak heran apabila setiap aktivitas yang melibatkan Bareskrim dan Ditserse, hampir selalu menyertakan personil Densus 88 AT Polri di lapangan, khususnya terkait dengan kejahatan khusus, seperti; narkoba, pembalakan liar, pencurian ikan, dan lain-lain. Salah satu contohnya adalah kasus pembalakan liar di Riau dan Kalimantan Barat yang diduga melibatkan perwira polisi, Densus 88 AT Polri bersama dengan Brimob Polda melakukan perbantuan kepada Bareskrim Mabes Polri dan Ditserse Polda .
Kedua, seorang personil Densus 88 AT Polri juga merupakan seorang anggota Polri yang memiliki kualifikasi sebagai seorang anggota intelijen keamanan, dalam melakukan pendeteksian, analisis, dan melakukan kontra intelijen. Dalam beberapa kasus keterlibatan anggota Densus 88 AT dalam kerja-kerja intelijen kepolisianjuga secara aktif mampu meningkatkan kinerja dari Mabes Polri ataupun Polda setempat, sebagaimana yang dilakukan Polda-Polda yang wilayahnya melakukan Pilkada dan rawan konflik lainnya .
Ketiga, seorang personil Densun 88 AT Polri juga adalah seorang negoisator yang baik. Seorang negoisator dibutuhkan tidak hanya oleh Densus 88 AT tapi juga oleh organisasi kepolisian secara umum. Artinya seorang negoisator dibutuhkan untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa yang lebih besar, semisal kasus penyanderaan oleh anggota terorisme, ataupun mengupayakan berbagai langkah agar prosesnya meminimalisir resiko, dengan tetap menegakkan hokum, sebagai pilar utama tugas kepolisian secara umum. Negoisasi sangat pelik sempat dilakukan saat mengepung tempat persembunyian Dr. Azahari dan Noordin M.Top. Meski keduanya tidak dapat ditangkap,karena Dr. Azahari memilih meledakkan diri, dan Noordin M.Top berhasil lolos, namun prosedur dan langkah yang dilakukan oleh negoisator dari Densus 88 AT Polri relatif berhasil, karena tidak sampai melukai ataupun berdampak negative pada masyarakat sekitarnya.
Koordinasi Antar Kesatuan Anti Teror
Keberhasilan Densus 88 AT Polri dalam menyempitkan ruang gerak kelompok terorisme di Indonesia memberikan konsekuensi yang tidak kecil bagi Densus 88 AT Polri, maupun hubungan antar aparat keamanan lainnya. Tewasnya Dr. Azahari dan tertangkapnya sejumlah petinggi JI di Indonesia membuat pola pemberantasan tindak pidana terorisme terfokus pada Noordin M.Top, yang hingga saat ini belum tertangkap. Dan konsekuensi dari keberhasilan Densus 88 AT Polri ini berdampak pada hubungan antar kesatuan anti teror di Indonesia yang makin kurang harmonis, meski secara tugas dan fungsi Densus 88 AT Polri dibatasi kewenanganya hanya pada pemberantasan terror yang menggunakan bom dan aksi terror lainnya. Ada dua konsekuensi yang mengikuti keberhasilan Densus 88 AT Polri, yakni: Pertama, konsekuensi internal. Tipisnya perbedaan antara unit dan kesatuan anti terror yang ada di tubuh Polri mengandung resiko konflik internal. Benih-benih konflik tersebut menguat saat proses penyerbuan tempat persembunyian Dr. Azahari di Batu, Malang, Jawa Timur. Sebagaimana diketahui bahwa di internal Polri terdapat empat unit yang memiliki kualifikasi anti terror: Brimob Polri dengan Gegana dan Wanteror-nya, Satgas Bom Polri, Direktorat VI Anti Teror, dan Densus 88 AT Polri. Dalam penyerbuan tersebut terjadi friksi kecil antara personil Densus 88 AT Polri dengan unit lainnya.
Hal yang menarik adalah meski Densus 88 AT telah terbentuk, keberadaan Direktorat VI Anti Teror, Satgas Bom Polri, serta keberadaan Detasemen C Resimen IV Gegana Brimob Polri masih tetap dipertahanankan. Asumsi awal sesungguhnya sangat baik, yakni masing-masing kesatuan tersebut dapat saling mengisi dan bersinergis, akan tetapi pada kenyataannya keberadaan tiga kesatuan anti terror di tubuh Polri seolah mengulang proses yang terjadi pada Satgas Anti Teror yang digagas Matori Abdul Djalil, di mana minim koordinasi dan terjadi persaingan antara satu dengan yang lainnya. Beruntung, meski terlambat Kepala Bareskrim, Bambang Hendarso Danuri kemudian membubarkan Satgas Bom Polri, yang merupakan bagian dari badan yang dia pimpin, dan berupaya membesarkan nama Densus 88 AT,yang juga dibawah kendalinya. Harus diakui bahwa keberadaan tiga kesatuan anti terror di dalam tubuh Polri ini menjadi bagian yang kurang baik, bagi internal Polri, setidaknya dibutuhkan penegasan peran dan fungsi masing-masing. Sampai saat ini peran dan fungsi antara Direktorat VI Anti Teror, Densus 88 AT Polri, dan Brimob Polri hampir sama dan mirip satu dengan yang lainnya, meski hingga saat ini belum terjadi permasalahan yang mengemuka, namun bukan tak mungkin permasalahan tersebut muncul dan menjadi problematika di masa yang akan datang .
Kedua, konsekuensi eksternal. Keberhasilan Densus 88 AT Polri telah menjawab keraguan dari petinggi di TNI dan BIN tentang kemampuan Polri dalam mengembangkan kesatuan anti terror yang professional dengan kualifikasi terbaik. Kondisi ini mengarah kepada konflik terbuka antara kesatuan anti terror di lapangan, khususnya terkait dengan penanganan separatism di Aceh dan Papua, serta konflik komunal seperti di Poso dan Maluku, dimana Densus 88 AT Polri, karena berada di bawah Ditserse Polda, maka dilibatkan juga pada operasional kasus-kasus tersebut di atas. Padahal, bila mengacu kepada UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri dan UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI separatism menjadi titik temu tugas antara TNI dan Polri, di mana TNI menjadi unsur utama, dan Polri menjadi unsur pendukung. Selama ini penugasan dari terhadap aksi terror terkait separatism adalah oleh Brimob Polri, dengan unit Wanteror dan Gegana.
Dua konsekuensi tersebut harus disikapi dengan pendekatan kelembagaan dan ancaman terror dan eksistensi bangsa ini. Terkait dengan kelembagaan dibutuhkan koordinasi yang efektif dan solid, agar masing-masing kesatuan anti terror dapat menjalankan peran dan fungsinya secara efektif dan professional. Dalam konteks ini dibutuhkan garis penegas dan koordinasi. Sekedar gambaran misalnya Detasemen Penanggulangan Teror Kopassus lebih fokus pada aksi terror yang terjadi di perbatasan negara, separatism dengan intensitas tinggi, serta ancaman terror terkait dengan kedaulatan negara, dengan spesialisasi pada perang kota, pembajakan pesawat, dan kontra intelijen. Sementara itu Den Bravo Paskhas TNI AU lebih banyak memfokuskan pada pengamanan Alat utama system persenjataan (Alutsista), anti pembajakan pesawat, dan kontra intelijen. sedangkan Den Jaka memiliki spesialisasi anti pembajakan laut, segala bentuk aksi terror laut, sabotase, dan kontra intelijen. dan Densus 88 AT lebih memfokuskan pada segala bentuk terror yang menggunakan media bom yang akan mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat dan Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri).
Dari empat kesatuan anti terror ini sebenarnya ada pembatas yang sangat jelas, yakni masing-masing memiliki peran dan fungsinyamasing-masing. Hanya ada irisan tugas dan peran dari keempat kesatuan anti terror ini yakni pada kualifikasi intelijen dan kontra intelijen. selain itu masing-masing kesatuan juga ada yang memiliki kesamaan peran, seperti antara Den Gultor dengan Den Bravo, yang sama-sama memiliki kualifikasi anti pembajakan pesawat terbang.
Sementara bila dilihat dari ancaman aksi terror di masa yang akan datang bila mengacu kepada Buku Putih Pertahanan Indonesia Tahun 2008, maka setidaknya terdapat empat ancaman terhadap eksistensi negara yakni: Separatisme, terorisme, konflik komunal, dan kejahatan transnational. Pada ancaman separatisme, jika memungkinkan keempat kesatuan anti terror tersebut dapat ditugaskan bersamaan dengan masing-masing kualifikasinya. Sebagai dalam definisi terorisme yang lebih luas, separatism digolongkan sebagai salah satu tipe dari terorisme, karena cenderung menggunakan kekerasan,dan terror. Kemungkinan meningkatnya ancaman terorisme tersebut adalah kegagalan perjanjian perdamaian di Aceh, serta Otonomi Khusus di Papua.
Pada ancaman terrorism, Densus 88 AT Polri memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan dengan kesatuan anti terror lainnya. Hal ini disebabkan karena kejahatan terorisme merupakan spesialisasi kemampuan yang dimiliki oleh Densus 88 AT Polri. Sementara kesatuan anti terror lainnya dapat saja diperbantukan tentunya dengan spesifikasi kejahatan yang terkait dengan kemampuan kesatuan-kesatuan tersebut, misalnya pembajakan pesawat bisa saja Den Gultor dan Den Bravo yang melakukan tindakan dengan koordinasi Densus 88 AT Polri.
Sedangkan pada ancaman yang terkait konflik komunal sedapat mungkin proses penyelesaiannya dilakukan oleh unit lain yang ada diluar kesatuan anti terror, seperti Brimob Polri ataupun kesatuan yang ada di TNI lainnya, sebagaimana yang dilakukan pada Kerusuhan di Kalimantan dan Kupang. Khusus pada penanganan konflik komunal di Poso dan Maluku, Densus 88 AT Polri terlibat karena disinyalir konflik tersebut dimanfaatkan oleh jaringan terorisme dengan berbagai aksi terror yang dilakukan di kedua tempat tersebut.Dan terakhir, pada kejahatan transnational, sangat dimungkinkan keempat kesatuan anti terror ini terlibat aktif. Hal tersebut dikarenakan kejahatan transnational memanfaatkan berbagai sarana, baik darat, laut, maupun udara.
Untuk membangun koordinasi yang efektif tidak hanya terbatas pada pertemuan antara kepala staf dan kepolisian,tapi dibutuhkan satu mekanisme yang mengikat internal. Ada dua prasyarat agar koordinasi dapat berjalan dengan baik, yakni: Pertama, perlu ada revisi terhadap UU Anti Terorisme agar lebih komprehensif, tidak sekedar mengatur proses tindak pidana terorisme terkait dengan jaringan international seperti Al Qaida,dan Jama’ah Islamiyah, melainkan juga menyangkut efek gerakan separatism, konflik komunal,dan kejahatan transnational.Kedua, perlu diefektifkan kembali Desk Koordinasi Anti Teror yang digagas oleh Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan. Artinya Satgas Abti Teror sebagaimana yang digagas oleh Menteri Pertahanan waktu itu, Matori Abdul Djalil, akan ditolak oleh Polri, karena Departemen Pertahanan dianggap sebagai representasi dari institusi militer. Sehingga dibutuhkan institusi yang netral, salah satunya adalah Menko Polkam.
Sehingga, dengan adanya koordinasi yang efektif antar kesatuan anti terror akan memberikan satu garansi bagi makin efektifnya pemberantasan terorisme di Indonesia, dengan tetap bersandar pada batasan wewenang yang dimiliki oleh masing-masing kesatuan tersebut. Dan kehadiran Densus 88 AT Polri, harus dipahami sebagai bagian dari upaya untuk memperkokoh barisan kesatuan anti teror di Indonesia dalam memberantas terorisme.
Kesimpulan
Dari uraian tersebut tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan Densus 88 AT Polri sebagai salah satu kesatuan anti terror yang telah ada mampu memberikan bukti yang efektif dan terukur. Peran Densus 88 AT Polri yang dibatasi pada pemberantasan terorisme bernuansa terror bom menjadi satu kekhususan yang memberikan berkah bagi Polri. Setidaknya bila diukur dengan pencitraan prestasi, stimulasi dan efektifitas pengembangan SDM serta peningkatan sarana dan prasarana.
Terlepas dari keberhasilan yang diraih oleh Densus 88 AT Polri masih menyisakan permasalahan terkait dengan batasan tugas dan fungsi di internal Polri dengan Brimob Polri, khususnya Unit Gegana dan Unit Wanteror. Perlu dipertegas batasan dan koordinasi di lapangan antara kedua kesatuan khusus yang dimiliki oleh Polri tersebut. Sedangkan permasalahan koordinasi dan pembagian wewenang dengan kesatuan anti terror dari TNI dibutuhkan penegasan adanya payung hukum yang mempertegas batasan dan koordinasi tugas dan fungsi di masa yang akan dating. Sebab, sebagaiamana diketahui bahwa ancaman terorisme akan makin berkembang dengan berbagai varian dan model. Dan menggantungkan harapan hanya pada satu kesatuan anti terror saja tentu bukan pilihan bijak. Sehingga perlu koordinasi dengan tahapan yang lebih detail dan memberikan gambaran yang seutuhnya akan pentingnya menjaga eksistensi negara dan masyarakatnya dari ancaman terror.
Pendahuluan
Tulisan ini akan mendiskusikan bagaimana sejarah pembentukan dan peran Densus 88 AT Polri dalam pemberantasan terorisme di Indonesia. Selama ini berkembang anggapan bahwa peran Densus 88 AT Polri dalam pemberantasan terorisme di Indonesia dianggap memonopoli, sehingga beberapa institusi lain yang memiliki organisasi anti terror merasakan tidak mendapatkan porsi yang memadai dan tidak terberdayakan. Sebagaimana diketahui, di Indonesia, hampir semua angkatan dan kepolisian, juga badan intelijen memiliki struktur organisasi anti terror; di TNI AD, ada Detasemen PenanggulanganTeror (Dengultor) , yang bernama Group 5 Anti Teror dan Detasemen 81 yang tergabung dalam Kopassus, pasukan elit TNI AD; TNI AL, ada Detasemen Jalamangkara (Denjaka) ,yang tergabung dalam Korps Marinir; TNI AU, ada Detasemen Bravo (DenBravo), yang tergabung dalam Paskhas TNIAU, pasukan elit TNI AU; sedangkan di Badan Intelijen Negara (BIN),juga memiliki desk gabungan yang merupakan representasi dari kesatuan anti terror. Akan tetapi harus di akui bahwa peran yang diemban oleh Densus 88 AT Polri memberikan satu persfektif bahwa pemberantasan terorisme di Indonesia dapat dikatakan berhasil, setidaknya bila dikaitkan dengan berbagai keberhasilan organisasi tersebut dalam menangkap dan memburu pelaku dari jaringan terorisme di Indonesia, serta mempersempit ruang geraknya.
Densus 88 AT Polri didirikan sebagai bagian dari respon makin berkembangnya ancaman terror dari organisasi yang merupakan bagian dari jaringan Al Qaeda, yakni; Jema’ah Iskamiyah (JI). Sebelum Densus 88 ATPolri berdiri, Polri telah memiliki organisasi anti terror yang merupakan bagian dari Brimob Polri, yakni Detasemen C Gegana. Akan tetapi keberadaan Detasemen C tersebut dianggap kurang memadai untuk dapat merespon berbagai tindakan dan ancaman dari organisasi terrorist pasca 9/11. Apalagi ketika itu Polri diuntungkan dengan situasi dimana TNI, sebagai salah satu aktor keamanan dianggap tidak pantas mengembangkan kesatuan anti terornya,karena pelanggaran HAM yang dilakukan di masa lalu.
Apalagi sejak tahun 1994, TNI terkena embargo senjata dan
pendidikan oleh Negara-negara Barat, sehingga kesulitan mengembangkan kemampuan tempurnya, khususnya dalam menghadapi ancaman terror. Tak heran kemudian berbagai bantuan dan dukungan,baik persenjataan, pelatihan hingga pendanaan pasukan anti terror dari Negara-negara Barat dikembangkan di Polri, sebut saja misalnya Amerika Serikat, yang banyak kehilangan warganya akibat serangan teroris pada peristiwa 9/11 tahun 2001, Australia, yang juga banyak kehilangan warganya pada Peristiwa Bom Bali I dan II serta Kedutaan Besarnya di Indonesia menjadi sasaran peledakan bom mematikan dari jaringan terorisme di Indonesia, serta Negara Uni Eropa lainnya. Hal tersebutlah kiranya yang membuat iri tiga angkatan TNI, dan BIN terhadap Polri, apalagi legalitas Polri sebagai kesatuan yang berwenang menghadapi dan memberantas terorisme di Indonesia ditegaskan dengan adanya Peraturan Presiden No. 15 tahun 2001, dan kemudian menjadi undang-undang dengan terbitnya UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Tulisan ini bertujuan untuk melihat sejauhmana peran yang dijalankan oleh Densus 88 AT Polri dalam pemberantasan terorisme di Indonesia. Di samping itu akan dibahas pula bagaimana evolusi pemberantasan terorisme di Indonesia sebagai teater sejarah untuk memahami bagaimana batasan dan koordinasi antar aparat yang memiliki struktur organisasi anti terror, seperti TNI dan BIN dalam pemberantasan terorisme di Indonesia.
Evolusi Pemberantasan Terorisme di Indonesia
Gerakan terorisme di Indonesia hampir seumur dengan berdirinya republik ini,hal ini ditandai dengan perubahan pandangan, jika sebelum merdeka, para pejuang Indonesia dijuluki oleh Belanda dan Sekutunya sebagai organisasi ekstrimis yang mengganggu eksistensi Pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia, dan ketika Indonesia merdeka, perubahan penamaan terhadap personalatau kelompok yang melawan kebijakan pemerintah, termasuk Kapten Westerling, perwira Belanda yang bersama pasukannya berupaya merongrong kedaulatan Indonesia yang baru saja merdeka, danAndi Azis, seorang perwira KNIL dari Negara Indonesia Timur, sebagai bagian dari Negara federasi Indonesiahasil kesepakatan antara Indonesia dan Belanda dengan melakukan pemberontakan yang kemudian dikenal dengan Pemberontakan APRA, di Bandung dan Makasar.
Pemberontakan APRA tersebut merupakan salah satu dari gerakan terorisme yang berupaya mengganggu eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (KNRI) dan dilakukan oleh perwira dari Belanda dan perwira KNIL , ada tiga periodisasi pemberantasan terorisme di Indonesia; Periode Soekarno, Periode Soeharto, dan Periode Reformasi. pada ketiga periodisasi ini, pemberantasan terorisme di Indonesia mengalami evolusi, sesuai dengankarakteristik dari organisasi terorisme di Indonesia. Pada periode Soekarno, gerakan terorisme di Indonesia banyak mengusung tentang isu separatism dan isu ideology. Sejak tahun 1945, pemberontakan dan gerakan perlawanan terorisme di Indonesia terbagi menjadi tiga bentuk: (1) Gerakan pemisahan diri yang disebabkan hubungan dekat dengan bekas penjajah; Belanda, hal ini bisa dilihat pada Pembeontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dimotori oleh Dr. Soumokil, J.H. Manuhutu, dan Johan Manusama yang merupakan kaki tangan Belanda di Maluku, Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dimotori oleh Kapten Westerling, dan Kapten Andi Aziz, Pemberontakan Sultan Hamid II di Kalimantan. (2) gerakan terorisme yang ingin mendirikan negara atau memisahkan diri dengan ideology politik tertentu, contohnya; Pemberontakan PKI tahun 1948 yang dimotori oleh Muso, dan D.N.Aidit pada tahun 1965 , pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan, dan Aceh. (3) Gerakan pemberontakan yang disebabkan oleh semangat keetnisan, yang dilandasi kebijakan yang tidak berimbang antara Jawa dan luar Jawa, contohnya pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi yang dimotori oleh para komandan militer territorial , dan pemberontakan oleh Organisasi Papua Merdeka, yang tidak puas dengan hasil referendum yang melegalisasikan Papua sebagai bagian dari integral Indonesia.
Pada periode ini pemberantasan gerakan terorisme dilakukan oleh militer dengan pola negoisasi dan pendekatan damai. Soekarno menitikberatkan pada pendakatan militer bukan kepolisian, karena gerakan separatism tersebut mengancam eksistensi kedaulatan Negara. Sementara kepolisian, dengan kesatuan khususnya; Brigade Mobil Polri menjadi pelengkap dalam proses pemberantasan dan pemadaman pemberontakan tersebut. pendekatan militer ini juga diasumsikan karena para pemberontak tersebut banyak berasal dari kesatuan-kesatuan di TNI yang loyal kepada komandannya dan atau desersi dari kesatuannya, sekedar contoh misalnya pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan pimpinan Kahar Muzakar, adalah kumpulan organisasi laskar perjuangan yang ditolak masuk karena tidak memenuhi persyaratan minimum sebagai personal ataupun kesatuan militer, sebagaimana yang digariskan dalam program Reorientasi dan Reorganisasi militer yang dilakukan oleh Pemerintah, atau juga pemberontakan PRRI/Permesta, yang merupakan kesatuan territorial militer aktif di Sumatera dan Sulawesi yang memberontak.
Sedangkan pada periode Soeharto, bentuk gerakan terorisme ada tiga bentuk pula, hampir sama dengan periode Soekarno, yakni: (1) Gerakan terorisme yang dilandasi keinginan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, contohnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sejak 1975, Organisasi Papua Merdeka (OPM) sejak tahun 1960-an tapi mulai efektif sejak awal tahun 1970-an, dan Fretilin di Timor Timur sejak tahun 1975 . (2) Gerakan yang menginginkan terbentuknya Negara berdasarkan ideology agama, dalam hal ini Islam, seperti Kelompok Pengajian Warsidi di Lampung,yang kemudian dikenal sebagai Peristiwa Talang Sari , jaringan sisa-sisa DI/TII yang kemudian membangun sel perlawanan, salah satunya adalah kelompok Pengajian Imron Zein, salah satu kelompok radikal Islam yang membajak Pesawat Garuda di Pelabuhan Udara Don Muang , Komando Jihad , Peristiwa Tanjung Priok , dan lain sebagainya. (3) Gerakan kriminalitas dan kekerasan yang terkait dengan satu isu tertentu yang membuat suasana menjadi mencekam ataupun menakutkan. Salah satunya adalah maraknya kelompok penjahat yang melakukan terror terhadap masyarakat. Kelompok yang kemudian menjadi sasaran pemberantasan oleh pemerintah melalui program Penembak Misterius (Petrus) adalah kelompok kriminal dan gang motor.
Hal menarik yang perlu dicatat adalah bahwa proses pemberantasan terorisme pada masa Soeharto dan Orde Baru terkesan sangat didominasi oleh satu angkatan saja; TNI AD, di mana Kesatuan Elitnya Kopassus menjadi instrument utama dalam memberantas jaringan terorisme lewat Detasemen 81. Selain itu, Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) serta Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang merupakan instrument pendukung bagi jalannya proses pemberantasan terorisme di Indonesia. Namun demikian, harus diakui bahwa justru otak dari operasional pemberantasan terorisme di Indonesia justru berada di tangan Kopkamtib. Lembaga superbody ini mengendalikan semua actor keamanan, baik polisi, militer maupun intelijen, termasuk jaringan territorial yang merupakan struktur tentara untuk mengawasi berbagai aktivitas social politik masyarakat selama Soeharto berkuasa, bahkan komando territorial TNI ini sangat efektif dalam memantau dan melakukan berbagai tindakan pencegahan dini berbagai aktivitas yang membahayakan eksistensi Negara.
Kopkamtib pada akhirnya dibubarkan pada pertengahan tahun 1980-an dan digantikan dengan Badan Koordinasi Pemantapan Stabilitas Nasional (Bakortanas) yang kurang lebih sama wewenangnya dengan Kopkamtib. Setelah Soeharto dan Orde Baru-nya tumbang, maka lembaga tersebut dibubarkan oleh Abdurrahman Wahid.
Pada masa Soeharto, proses pemberantasan terhadap gerakan separatisme maupun terorisme selalu dilabeli dua pendekatan: Ekstrim Kanan dan Ekstrim Kiri. Ekstrim Kanan mengacu kepada gerakan Islam radikal dan fundamental yang merupakan generasi penerus kelompok pemberontak DI/TII yang telah bermetamorfosis menjadi sel-sel perlawananan terhadap pemerintahan Soeharto, sebagaimana yang terjadi dalam Peristiwa Tanjung Priok dan juga Talang Sari di Lampung. Sedangkan Ekstrim Kiri lebih berkonotasi pada gerakan sisa-sisa Partai Komunis Indonesia (PKI) yang telah melakukan dua kali pemberontakan yang gagal. Sel-sel dari sisa-sisa PKI ini terepresentasi pada kelompok-kelompok pemuda dan mahasiswa radikal, yang mengusung isu anti pemerintahan Soeharto, seperti Partai Rakyat Demokratik, yang disinyalir merupakan reinkarnasi dari PKI, yang kemudian dibubarkan pasca Peristiwa 27 Juli 1996.
Sedangkan untuk memadamkan pemberontakan gerakan separatism di tiga daerah; Aceh, Timor Timur, dan Papua pengerahan militer ke tiga daerah tersebut secara efektif dilakukan secara besar-besaran. Selain memanfaatkan jaringan komando territorial yang dimiliki oleh TNI, khususnya TNI AD, untuk daerah dengan eskalasi yang tinggi tersebut juga menerjunkan tambahan pasukan dari kesatuan angkatan lain, seperti Kopassus, Marinir TNI AL dan Paskhas TNI AU, sementara dari Polri yang terlibat adalah Brimob Polri. Gerakan separatisme ini menjadi kerikil dalam sepatu besar Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pada Pemerintahan B.J. Habibie, Timor Timur diberikan pilihan untuk memilih merdeka atau otonomi khusus. Dan rakyat di daerah bekas jajahan Portugal tersebut memilih merdeka.
Sedangkan Aceh dan Papua memilih otonomi khusus, dengan menitikberatkan pada pengembangan potensi local daerah. Meski demikian kedua daerah tersebut rawan terhadap kemungkinan bangkitnya kembali separatism. Sementara separatism di Maluku cenderung bersifat fluktuatif, tergantung momentum politik, baik local maupun nasional
Setelah Soeharto dan Rejimnya tumbang masih menyisakan permasalahan terkait dengan pemberantasan terorisme, tiga kasus yang mencolok adalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Ujung Barat Indonesia, Organisasi Papua Merdeka(OPM) diujung Timur Indonesia, dan Timor Timur, di ujung Selatan Indonesia. Timor Timur diselesaikan dengan memesahkan diri dari NKRI melalui referendum, setelah otonomi khusus yang ditawarkan oleh Pemerintahan Habibie ditolak oleh sebagian besar masyarakat di Timor Timur, sedangkan separatism di Aceh dan Papua diselesaikan dengan lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 untuk pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua, dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 untuk pelaksanaan Otonomi Khusus di Aceh. Meski masih terdapat kekurangan dari pelaksanaan otonomi khusus tersebut, namun lebih kondusif dari sebelumnya, khusus di Aceh, pasca tsunami, dilakukan perjanjian perdamaian antara Pemerintah Indonesia dengan GAM, dan diperkuat dengan terbitnya UU No. 11 Tahun 2006 yang mempertegas penyelesaian konflik tersebut yang lebih dari 30 tahun lalu berlangsung.
Selain itu, hal yang menarik adalah terjadinya pergeseran gerakan terorisme di Indonesia, dari yang berbasis pada etnis dan pendekatan keagamaan untuk mendirikan negara atau memisahkan diri dari Negara induk menjadi gerakan yang lebih universal, yakni tuntutan untuk mendirikan negara universal berbasis agama dan sangat anti Barat. Hal ini ditandai dengan peristiwa pembajakan pesawat komersial dan menabrakkannya ke menara kembar WTC pada tahun 2001, yang kemudian dikenal dengan Peristiwa 9/11. Di Indonesia, respon terhadap aksi terorisme tersebut adalah makin menguatnya konflik komunal dengan basis keagamaan, sebagaimana yang terjadi di Poso, Maluku, dan juga Kupang. Konflik-konflik tersebut sebenarnya telah meletus sejak awal tahun 1999, dengan peledakan sejumlah gereja dan tempat ibadah lainnya di malam Natal di kota-kota besar seperti Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Makasar, dan sebagainya . Konflik Maluku yang awalnya dibangun untuk mengobarkan semangat separatism Republik Maluku Selatan, bergeser menjadi konflik agama dan meluas tidak hanya di Pulau Ambon tapi pulau-pulau lainnya termasuk ke Maluku Utara dan Poso. Kondisi tersebut diperparah dengan masuknya milisi-milisi berbasis agama seperti Laskar Jihad, dan Laskar Kristus, yang kemudian menjadikan Konflik di Maluku dan akhirnya Poso sebagai medan pertempuran. Meski begitu sesekali insiden pengibaran bendera RMS yang telah berganti nama menjadi Forum Kedaulatan Maluku (FKM) pimpinan Alex Manuputy juga terjadi.
Pemberantasan gerakan terorisme ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan sporadis. Hal ini disebabkan konsolidasi demokrasi yang tengah dijalani oleh Indonesia telah pula melemahkan kontrol negara atas masyarakatnya. Eforia politik atas nama demokrasi dan HAM menjadi dilemma bagi aparat keamanan Indonesia, baik TNI maupun Polri dalam mengambil tindakan secara tegas. Identifikasi konflik, separatisme dan aksi terror telah bercampur dengan minimnya kesiapan aparat dalam melakukan deteksi dini terhadap berbagai aksi terror yang saling tumpang tindih antara konflik komunal di Poso, separatism di Aceh, Papua, dan Maluku, serta gerakan fundamentalisme Islam yang memanfaatkan kondisi-kondisi tersebut, khususnya pada aksi peledakan bom dan konflik komunal di Poso dan Maluku. Bahkan tak jarang ajang pelatihan bagi kader-kader gerakan fundamentalisme Islam, yang kemudian dinamakan Jemaah Islamiyah dilakukan di Poso dan Maluku, selain dikirim ke Pakistan, Afganistan, dan Mindanao bercampur baur dengan warga lokal dan jaringan milisi; Laskar Jihad.
Pemberantasan terorisme pasca Soeharto ini juga makin kisruh karena aparat keamanan yang seharusnya melakukan koordinasi yang efektif justru bersaing dan berkompetisi satu dengan yang lainnya. Tak jarang juga terjadi konflik dan bentrok antar aparat keamanan tersebut khususnya TNI dan Polri . Hal tersebut salah satunya disebabkan karena kedua institusi tersebut telah berpisah, sehingga acapkali bentrok dan persaingan tidak sehat tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pemberantasan terorisme di Indonesia. Sehingga membuat proses pemberantasan terorisme tidak dapat berjalan dengan efektif. Kondisi ini disadari oleh masing-masing pimpinan aparat keamanan baik TNI, Polri, maupun BIN, hanya saja praktik di lapangan masih terjadi ketidaksinkronan satu dengan yang lain. Tak heran kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus menerbitkan Keppres No. 13 Tahun 2005 untuk melegalisasi
koordinasi antar aparat dalam pengamanan di Poso, agar aparat keamanan di Poso dapat bekerja sama.
Densus 88 AT dan Pemberantasan Terorisme di Indonesia
Harus diakui bahwa Peristiwa 9/11 telah mengubah paradigma aparat penegak hukum di Indonesia dalam memberantas terorisme. Hal ini tercermin dari bagaimana terkonsolidasi,dan terfokusnya pola pengembangan organisasi yang khusus dalam memberantas gerakan terorisme dalamberbagai varian dan jenis, dari mulai yang bernuansa separatism hingga pada kelompok pembuat terror dalam konflik komunal. Selama ini institusi anti terror tersebar di semua angkatan dan kepolisian serta lembaga intelijen, sehingga upaya untuk membangun institusi anti terror yang handal terhalang oleh problematika kompetisi dan sentiment angkatan. Tak heran apabila dimasa Pemerintahan Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati penguatannya justru berada di lembaga intelijen, karena lembaga tersebut diyakini terjadi pertemuan kepentingan antar angkatan, kepolisian, dan sipil. Meski demikian, tetap saja terjadi kompetisi internal di Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), kemudian berubah menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) yang mengarah kepada konflik terbuka,dan puncaknya saat Hendropriyono memimpin BIN, di mana ada langkah peminggiran sejumlah anggota BIN yang berasal dari kepolisian dan sipil dalam tugas-tugas intelijen.
Momentum kampanye global perang terhadap terorisme menjadi titik balik bagi penguatan dan pembangunan institusi anti terror yang mapan, handal dan professional. Dan penguatan institusi anti terror tersebut pada akhirnya dilakukan di lembaga kepolisian, hal ini selain sebagai strategi untuk meraih dukungan dan bantuan dari negara-negara Barat untuk tetap mengucurkan bantuan untuk membangun institusi anti terror, sebagaimana diketahui bahwa militer Indonesia sejak tahun 1994 diembargo pengadaan persenjataan dan pendidikan militernya oleh negara-negara Barat karena menggunakan persenjataannya untuk melakukan pelanggaran HAM di Timor-Timur, Aceh, maupun Papua. Selain itu, disebabkan Polri dianggap sebagai lembaga yang mampu mengembangkan institusi anti terror ini kelak. Apalagi pada saat pengejaran para pelaku terror tersebut, di lapangan terjadi persaingan yang tidak sehat, sekedar contoh misalnya bagaimana BIN melakukan penangkapan terhadap salah satu pelaku kunci jaringan JI di Indonesia, dan langsung mengirimkannya ke Amerika Serikat tanpa berkoordinasi dengan Polri, sebagai institusi yang berwenang melakukan penangkapan.
Ketika menguat kampanye perang global terhadap terorisme, Pemerintah Indonesia meresponnya dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme, yang kemudian dipertegas dengan diterbitkanya paket Kebijakan Nasional terhadap pemberantasan Terorisme dalam bentuk Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1 dan 2 Tahun 2002. Sebagai respon dari Inpres dan kemudian Perpu tersebut Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan membentuk Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme yang langsung berada dibawah koordinasi Menteri Koordinasi Politik dan Keamanan. Desk tersebut memiliki legitimasi dengan adanya Surat Keputusan (Skep) Menko Polkam yang saat itu dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono dengan Nomor Kep. 26/Menko/Polkam/11/2002. Dalam Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme, kesatuan Anti Teror Polri, yang lebih dikenal dengan Detasemen C Resimen IV Gegana, Brimob Polri bergabung dengan tiga organisasi anti terror angkatan dan intelijen. dalam perjalanannya institiusi anti teror tersebut kemudian melebur menjadi Satuan Tugas Antiterror dibawah koordinasi Departemen Pertahanan. Akan tetapi, lagi-lagi inisiatif yang dilakukan oleh Matori Abdul Djalil, Menteri Pertahanan berantakan, karena masing-masing kesatuan anti terror tersebut lebih nyaman berinduk kepada organisasi yang membawahinya. Praktik Satgas Anti Teror tersebut tidak efektif berjalan, selain karena eskalasi ancaman terror sejak Bom Bali I dan konflik komunal yang memaksa masing-masing kesatuan anti terror akhirnya berjalan sendiri-sendiri.
Akan tetapi, eskalasi terror yang begitu cepat memaksa Polri untuk mengkhususkan permasalahan anti terror pada satuan tugas khusus, dan akhirnya dibentuklah Satuan Tugas (Satgas) Bom Polri yang tugas pertamanya adalah mengusut kasus Bom Natal tahun 2001 dilanjutkan dengan tugas-tugas terkait ancaman bom lainnya. Satgas Bom Polri ini menjadi begitu terkenal publik saat menangani beberapa kasus peledakan bom yang terkait dengan kalangan luar negeri, sebut saja misalnya Bom Bali I, Bom Bali II, Bom Marriot, dan Bom Kedubes Australia. Satgas ini berada dibawah Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, dan dipimpin oleh perwira polisi bintang satu. Kepala Satgas Bom Polri yang pertama adalah Brigadir Polisi Gories Mere , dan kemudian digantikan oleh Brigjen Polisi Bekto Suprapto, dan yang ketiga adalah Brigjen Polisi Surya Dharma Salim Nasution. Bekto dan Surya Dharma berturut-turut menjabat sebagai Komandan Densus 88 AT yang pertama dan kedua.
Disamping ada satuan anti terror Gegana Brimob Polri, dan Satgas Bom Polri, Polri juga memiliki organisasi sejenis dengan nama Direktorat VI Anti Teror di bawah Bareskrim Mabes Polri. Keberadaan Direktorat VI Anti Teror ini bertumpuk dan memiliki fungsi dan tugas yang sama sebagaimana yang diemban oleh Satgas Bom Polri, disamping itu dinamika yang sangat cepat perihal ancaman dan teror, Mabes Polri akhirnya melakukan reorganisasi terhadap Direktorat VI Anti Teror, di mana kemudian secara resmi Jenderal Da’I, Kapolri menerbitkan Skep Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003 menandai terbentuknya Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri, disingkat Densus 88 AT Polri. Keberadaan Skep Kapolri tersebut merupakan tindaklanjut dari diterbitkannya UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme atau yang biasa disebut dengan UU Anti Terorisme , yang mempertegas kewenangan Polri sebagai unsur utama dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, sedangkan TNI dan BIN menjadi unsure pendukung saja dari pemberantasan tindak pidana terorisme. Kondisi tersebut sesungguhnya sejalan dengan Inpres dan Perpu yang diterbitkan pemerintah sebelum undang-undang pemberantasan tindak pidana terorisme ini disahkan menjadi undang-undang.
Ada pertanyaan yang mengemuka yang berkembang di masyarakat, mengapa hanya Polri yang diberi wewenang dalam pemberantasan tindak pidana terorisme ini? Bukankah kesatuan anti terror dari TNI, baik Kopassus, Denjaka, maupun Detasemen Bravo lebih handal dan memiliki pengalaman yang lebih mumpuni? Pertanyaan tersebut juga berkembang di internal TNI seputar kewenangan yang diberikan kepada Polri dalam pemberantantasan terorisme di Indonesia. Ada tiga alasan mengapa akhirnya Polri diberikan kewenangan utama dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, yakni: Pertama, pemberian kewenangan utama pemberantasan tindak pidana terorisme merupakan strategi pemerintah untuk dapat berpartisipasi dalam perang global melawan terorisme, yang salah satunya adalah mendorong penguatan kesatuan khusus anti terorisme yang handal dan profesiona, dengan dukungan peralatan yang canggih dan SDM yang berkualitas. Sebagaimana diketahui bahwa pembentukan Densus 88 AT Polri ini menghabiskan dana lebih dari Rp. 15 Milyar, termasuk penyediaan senjata, peralatan intai, alat angkut pasukan, operasional, dan pelatihan, yang merupakan bantuan dari negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat dan Australia. Sebagaimana diketahui bahwa ketika Densus 88 AT Polri terbentuk, TNI masih diembargo persenjataan dan pendidikan militernya oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat. Sehingga salah satu strategi untuk mendirikan kesatuan anti terror tanpa terjegal masa lalu TNI adalah dengan mengembangkannya di kepolisian.
Kedua, kejahatan terorisme merupakan tindak pidana yang bersifat khas, lintas negara (borderless) dan melibatkan banyak factor yang berkembang di masyarakat. Terkait dengan itu terorisme dalam konteks Indonesia dianggap sebagai domain kriminal, karena cita-cita separatism sebagaimana konteks terorisme dulu tidak lagi menjadi yang utama, tapi mengedepankan aksi terror yang mengganggu keamanan dan ketertiban, serta mengancam keselamatan jiwa dari masyarakat. Karenanya terorisme dimasukkan ke dalam kewenangan kepolisian.
Ketiga, menghindari sikap resistensi masyarakat dan internasional perihal pemberantasan terorisme jika dilakukan oleh TNI dan intelijen. sebagaimana diketahui sejak Soeharto dan rejimnya tumbang, TNI dan kemudian lembaga intelijen dituding sebagai institusi yang mem-back up kekuasaan Soeharto. Sehingga pilihan mengembangkan kesatuan anti terror yang professional akhirnya berada di kepolisian, dengan menitikberatkan pada penegakan hukum, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri), sebagaimana yang ditegaskan dalam UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri, khususnya Pasal 2,4, dan 5.Dengan alasan tersebut di atas, keberadaan Densus 88 AT Polri harus menjadi kesatuan professional yang mampu menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagaimana ditegaskan pada awal pembentukan. Bila merujuk pada Skep Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 30 Juni 2003 maka tugas dan fungsi dari Densus 88 AT Polri secara spesifik untuk menanggulangi meningkatnya kejahatan terorisme di Indonesia, khususnya aksi terror dengan modus peledakan bom. Dengan penegasan ini berarti Densus 88 AT Polri adalah unit pelaksana tugas penanggulangan terror dalam negeri, sebagaimana tertuang dalam UU Anti Terorisme.
Tidak sampai disitu saja, penamaan Densus 88 AT Polri juga dipertanyakan banyak pihak, semisal adanya angka 88 di depan penamaan Densus dianggap mengekor pada Delta 88, pasukan khusus Amerika Serikat. Padahal angka 88 dibelakang nama densus adalah simbolisasi sepasang borgol, yang identik dengan tugas kepolisian. Di samping itu juga angka 88 dianggap sebagai angka kramat,karena angka tersebut merupakan representasi jumlah korban terbanyak dalam Peledakan Bom Bali I, tahun 2002 yang merupakan warga negara Australia. Di samping itu angka delapan juga dimaknai oleh Densus 88 AT Polri sebagai pekerjaan pemberantasan terorisme yang tak kenal henti dan dan berkesinambungan. Sedangkan tulisan AT atau anti terror yang berada dibelakang angka 88 dianggap sebagai mengklaim keseluruhan lembaga anti teror yangada di Indonesia, sehingga dianggap sebagai upaya untuk mengambil porsi kewenangan kesatuan anti terror lain yang masih aktif, baik di TNI maupun BIN. Penggunaan anti terror dibelakang angka 88 sesungguhnya merujuk pada reinkarnasi dari Satgas Bom dan Direktorat VI Anti Teror yang berada di bawah kendali Bareskrim Polri menjadi Densus 88 AT Polri. Penegasan anti terror ini juga untuk membedakan dan membatasi wewenang Densus 88 AT Polri hanya terbatas pada fungsi kontra terror, khususnya terhadap aksi terror dengan bahan peledak.
Sementara itu secara organisasional Densus 88 AT berada di Mabes Polri dan Polda, untuk yang di Mabes Polri berada di bawah Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri yang dipimpin oleh Kepala Densus 88 AT Polri dengan pangkat Brigadir Jenderal Polisi. pada tingkat kepolisian daerah, Densus 88 AT Polri berada di di bawah Direktorat Serse (Ditserse) dipimpin oleh perwira menengah polisi, tergantung tipe Poldanya, untuk Polda Tipe A, Densus 88 AT dipimpin oleh perwira menengah berpangkat Komisaris Besar Polisi, sedangkan di Polda Tipe B dan Persiapan, dipimpin oleh perwira menengah berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi. pada tingkat Mabes Polri, Kepala Densus 88 AT baru terjadi dua kali pergantian pimpinan, yakni yang pertama Brigjen Polisi Bekto Suprapto, yang dipindah menjadi Kapolda Sulawesi Utara, yang digantikan oleh Brigjen Polisi Surya Dharma Salim Nasution, mantan Direktur I Bidang Keamanan dan Transnasional Bareskrim Mabes Polri.
Sedangkan struktur organisasi dari Densus 88 AT Polri memiliki empat pilar pendukung operasional setingkat sub-detasemen (Subden), yakni: Subden Intelijen, Subden Penindakan, Subden Investigasi, dan Subden Perbantuan. Di bawah Subden terdapat unit-unit yang menjadi pondasi pendukung bagi operasional Densus 88 AT Polri, seperti pada Subden Intelijen terdapat Unit Analisa, Deteksi, Unit Kontra Intelijen, pada Subden Penindakan terdapat Unit Negoisasi, Pendahulu, Unit Penetrasi, dan Unit Jihandak. Sedangkan pada Subden Investigasi membawahi Unit Olah TKP, Unit Riksa, dan Unit Bantuan Tekhnis, terakhir pada Subden Bantuan terdapat Unit Bantuan Operasional dan Unit Bantuan Administrasi.
Salah satu prasyarat dari rekruitmen bagi anggota dan personil Densus 88 AT Polri dari negara pemberi bantuan dana untuk pengembangan dan pembentukan kesatuan khusus anti teror adalah anggota dan personil Polri sedapat mungkin belum pernah ditugaskan di Aceh, Papua, maupun Timor-Timur yang banyak melakukan pelanggaran HAM. Akan tetapi agak sulit untuk direalisasikan persyaratan tersebut, apalagi banyak dari personil Densus 88 ATPolri berasal dari Brimob Polri, kesatuan khusus yang memiliki kualifikasi tempur. Sehingga permintaan tersebut diperlonggar dengan pola pendekatan ketrampilan yang layak sebagai anggota kesatuan khusus. Di samping dari unsure Brimob, khususnya dari Gegana, unsure lain yang menjadi pilar pendukung Densus 88 AT adalah dari Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri dan Bareskrim. Di samping tiga pilar pendukung operasional tersebut, rekrutimen personil Densus 88 AT Polri juga dapat berasal dari akademi kepolisian, Sekolah Polwan,serta unsure sekolah kekhususan yang ada di lingkungan Polri.
Saat ini personil Densus 88 AT Polri di tingkat pusat tak lebih dari 400 orang dengan kualifikasi anti terror terbaik. Sedangkan di tingkat Polda, personil Densus 88 AT Polri berkisar antara 50 hingga 75 personil. Sebelum direkrut dan menjadi bagian dari Densus 88 AT Polri, para anggota Polri tersebut terlebih dahulu dilatih di Pusat Pendidikan (Pusdik) Reserse Polri di kawasan Mega Mendung, Puncak, Jawa Barat serta Pusat Pendidikan Anti Teror Nasional (Platina), Kompleks Akademi Kepolisian, Semarang. Para pengajarnya, selain internal Polri, juga berasal dari instruktur CIA, FBI, National Service-nya Australia, dan jaringan organisasi intelijen Barat lainnya. Selain diajari berbagai teori dan metodologinya, kedua pusat pendidikan tersebut juga difasilitasi oleh simulator dan pendukung lainnya.
Sementara itu dukungan persenjataan dan peralatan pendukung lainnya dapat dikatakan sangat canggih, sebut saja misalnya senapan serbu jenis Colt M4 5.56 mmdan yang terbaru jenis Steyr-AUG, atau senapan penembak jitu, Armalite AR-10, serta shotgun model Remington 870 yang ringan dan sangat handal buatan Amerika Serikat. Selain persenjataan, setiap personil Densus 88 AT Polri dilengkapi dengan peralatan personal maupun tim; alat komunikasi personal,GPS, kamera pengintai malam, alat penyadap dan perekam mikro, pesawat interceptor, mesin pengacak sinyal, dan lain-lain. Untuk mendukung keberhasilan operasional, Densus 88 AT Polri juga bekerja sama dengan operator telepon seluler, dan internet untuk mendeteksi setiap pergerakan kelompok terorisme dalam berkomunikasi. Sementara untuk unit penjinak bom juga diperlengkapi dengan peralatan pendukung, semisal pendeteksi logam terbaru, sarung tangan dan masker khusus, rompi dan sepatu anti ranjau darat, serta kendaraan taktis peredam bom. Sempat juga diisukan Densus 88 AT Polri memiliki pesawat Hercules seri C-130 sendiri untuk mempermudah mobilisasi personil, tapi isu tersebut sulit dibuktikan, karena faktanya Mabes Polri telah membentuk Densus 88 AT Polri di tingkat Polda, ini berarti juga menjawab jika isu tersebut tidak sepenuhnya benar.
Seperti diketahui bersama bahwa dukungan anggaran untuk membentuk kesatuan anti terror dengan naman Densus 88 AT Polri ini berasal dari Amerika Serikat, tepatnya melalui Jasa Keamanan Diplomatik (US Diplomatic Security, State Department). Di awal pembentukan Densus 88 AT Polri tak kurang dari Rp. 150 Milyar pada medio tahun 2003 , sedangkan tahun berikutnya operasional Densus 88 AT Polri pada tahun 2004 hanya Rp. 1.5 Milyar, hal ini bisa jadi disebabkan karena tertutupi oleh alokasi anggaran pembentukan di pertengahan tahun 2003. Dan hal tersebut terbukti, pada tahun 2005 anggaran yang digunakan membesar menjadi Rp. 15 Milyar, dan pada anggaran tahun 2006 meningkat fantastis menjadi Rp. 43 Milyar . Dana tahun 2006 tersebut belum untuk pembentukan Densus 88 AT Polri di daerah, karena pada kenyataannya para Kapolda yang bersangkutan kreatif dalam mencari bantuan anggaran untuk pengembangan Densus 88 AT Polri di wilayahnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Irjen Pol. Firman Gani, ketika menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya yang mampu membangun gedung Densus 88 AT atas bantuan swadaya. Meski dilarang sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri, namun dengan keterbatasan anggaran negara,maka proses tersebut menjadi satu pembenaran bagi Polda-Polda lain untuk mengikuti jejak Polda Metro Jaya .
Dengan mengacu pada uraian tersebut diatas, maka tak heran apabila Densus 88 AT Polri diharapkan oleh internal Polri dan pemerintah Indonesia untuk menjadi kesatuan anti terror yang handal dan professional. Sejak tahun 2003 hingga tulisan ini dibuat, Densus 88 AT Polri telah berperan aktif dalam pemberantasan tindak pidana Terorisme, sebagaimana amanat UU No.2 Tahun 2002 Tentang Polri, dan UU Anti Terorisme. Dua bulan setelah kesatuan ini terbentuk, langsung dihadapi dengan terjadinya serangan bom mobil di Hotel J.W. Marriot, yang merupakan hotel miliki jaringan Amerika Serikat, 13 orang tewas. Dalam hitungan minggu, jaringan pengebom hotel mewah tersebut dapat dibongkar, dan ditangkap .
Masa persidangan para pelaku bom Marriot belum usai, pada 9 September 2004 Jakarta dikejutkan kembali dengan ledakan bommobil berkekuatan besar di depan Kedutaan Besar Australia, Jl. Rasuna Said, Kuningan Jakarta. Peledakan bom ini menewaskan puluhan orang yang tidak terkait dengan kedutaan besar tersebut. yang fantastis adalah dalam waktu satu bulan, Densus 88 AT Polri bersama Australia Federal Police (AFP) berhasil membongkar kasus tersebut, dan menangkap para pelakunya diganjar dengan penjara belasan tahun dan hukuman mati .Setahun setelah ledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia, atau yang dikenal dengan Bom Kuningan, Bali, Pulau Dewata kembali diguncang bom dengan kekuatan besar, meski tak sebesar Bom Bali I. Meski demikian ledakan tersebut 23 orang dan melukai ratusan lainnya. Sekali lagi, dalam tiga bulan, dengan gerak cepat Densus 88 AT Polri dapat membongkar dan menangkapi para pelakunya. Bom Bali II ini pula yang mendekatkan Densus 88 AT Polri dengan gembong terorisme yang paling dicari di Indonesia Dr. Azahari. Selang satu bulan setelah Bom Bali II, Densus 88 AT Polri menyerbu kediaman buronan teroris Dr. Azahari, di Batu Malang, Jawa Timur. Penyerbuan ini menyebabkan gembong teroris yang paling dicari di Indonesia dan Malaysia ini tewas, dan kasus inilah yang kemudian melambungkan nama Densus 88 AT Polri sebagai satuan anti terror terkemuka di Asia. Dalam waktu bersamaan juga Densus 88 AT Polri berhasil menangkap pelaku peledakan bom di Pasar Tradisional Kota Palu. Pelaku merupakan salah satu dari kelompok yang bertikai di Poso.
Pada tahun 2006, Densus 88 AT Polri hampir menangkap salah satu gembong teroris lainnya; Noordin M. Top, dalam penggrebekan yang dilakukan Densus 88 AT Polri di Dusun Binangun, Wonosobo, Jawa Tengah tersebut Noordin dapat meloloskan diri dari kejaran personil Densus 88 AT Polri. Penyergapan yang disertai dengan tembak menembak tersebut Densus 88 AT Polri berhasil menangkap dua orang dan menembak mati dua tersangka lainnya . Selang setahun kemudian, tepatnya pada 22 Maret 2007, Densus 88 AT Polri melakukan penggerebekan terhadap Kelompok Terorisme Jawa Tengah dan berhasil membongkar jaringan persenjataan dan bom terbesar sejak 30 tahun terakhir di kawasan Sleman, Yogyakarta, dan menangkap tujuh tersangka yang diduga pemilik, penyimpan, dan perakit bahan peledak. Dalam penyergapan tersebut juga menewaskan dua orang pelaku yang berupaya melarikan diri .
Menyusul terbongkar jaringan Terorisme Kelompok Jawa Tengah, Densus 88 AT Polri juga berhasil menagkap dan melumpuhkan Abu Dujana alias Ainul Bahri Komandan Sayap Militer Jama’ah Islamiyah (JI),dan Zarkasih, Amir JI . Penangkapan keduanya merupakan prestasi yang makin melambungkan nama Densus 88 AT Polri dan membuat Densus 88 AT Polri dapat membuktikan bahwa Indonesia memiliki kesatuan anti terror yang handal dan professional .
Peran yang melekat pada Densus 88 AT Polri ini sesungguhnya mempertegas komitmen Polri, dan pemerintah Indonesia dalam berperan aktif dalam Perang Global melawan Terorisme. Sepanjang empat tahun sejak terbentuknya, peran dan fungsi Densus 88 AT Polri, tidak saja mengharumkan nama kepolisian, tapi juga negara didunia internasional. Dan memperluas keorganisasian Densus 88 AT Polri hingga ketingkat daerah menjadi penegas bahwa komitmen Polri dalam memberantas tindak pidana terorisme tidak main-main. Bahkan dalam perjalanannya, Densus juga tidak hanya terfokus pada identifikasi dan pengejaran aksi terror dan bom, tapi juga membantu unit lain di Polri dalam menindak pelaku kejahatan lainnya seperti Illegal Logging, narkotika dan lain sebagainya. Bahkan tak jarang pula Densus 88 AT Polri membantu identifikasi permasalahan kewilayahan sebagaimana yang pernah terjadi pada kasus pengibaran bendera RMS pada acara kenegaraan di Maluku.
Meski terfokus pada pemberantasan tindak pidana terorisme, sesungguhnya Densus 88 AT Polri juga memiliki tiga peran dan fungsi yang melekat lainnya yakni: Pertama, karena Densus 88 AT Polri berada di Bareskrim Mabes Polri, dan Ditserse Polda, maka personil Densus 88 AT juga merupakan personil dengan kualifikasi seorang reserse yang handal. Sehingga tak heran apabila setiap aktivitas yang melibatkan Bareskrim dan Ditserse, hampir selalu menyertakan personil Densus 88 AT Polri di lapangan, khususnya terkait dengan kejahatan khusus, seperti; narkoba, pembalakan liar, pencurian ikan, dan lain-lain. Salah satu contohnya adalah kasus pembalakan liar di Riau dan Kalimantan Barat yang diduga melibatkan perwira polisi, Densus 88 AT Polri bersama dengan Brimob Polda melakukan perbantuan kepada Bareskrim Mabes Polri dan Ditserse Polda .
Kedua, seorang personil Densus 88 AT Polri juga merupakan seorang anggota Polri yang memiliki kualifikasi sebagai seorang anggota intelijen keamanan, dalam melakukan pendeteksian, analisis, dan melakukan kontra intelijen. Dalam beberapa kasus keterlibatan anggota Densus 88 AT dalam kerja-kerja intelijen kepolisianjuga secara aktif mampu meningkatkan kinerja dari Mabes Polri ataupun Polda setempat, sebagaimana yang dilakukan Polda-Polda yang wilayahnya melakukan Pilkada dan rawan konflik lainnya .
Ketiga, seorang personil Densun 88 AT Polri juga adalah seorang negoisator yang baik. Seorang negoisator dibutuhkan tidak hanya oleh Densus 88 AT tapi juga oleh organisasi kepolisian secara umum. Artinya seorang negoisator dibutuhkan untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa yang lebih besar, semisal kasus penyanderaan oleh anggota terorisme, ataupun mengupayakan berbagai langkah agar prosesnya meminimalisir resiko, dengan tetap menegakkan hokum, sebagai pilar utama tugas kepolisian secara umum. Negoisasi sangat pelik sempat dilakukan saat mengepung tempat persembunyian Dr. Azahari dan Noordin M.Top. Meski keduanya tidak dapat ditangkap,karena Dr. Azahari memilih meledakkan diri, dan Noordin M.Top berhasil lolos, namun prosedur dan langkah yang dilakukan oleh negoisator dari Densus 88 AT Polri relatif berhasil, karena tidak sampai melukai ataupun berdampak negative pada masyarakat sekitarnya.
Koordinasi Antar Kesatuan Anti Teror
Keberhasilan Densus 88 AT Polri dalam menyempitkan ruang gerak kelompok terorisme di Indonesia memberikan konsekuensi yang tidak kecil bagi Densus 88 AT Polri, maupun hubungan antar aparat keamanan lainnya. Tewasnya Dr. Azahari dan tertangkapnya sejumlah petinggi JI di Indonesia membuat pola pemberantasan tindak pidana terorisme terfokus pada Noordin M.Top, yang hingga saat ini belum tertangkap. Dan konsekuensi dari keberhasilan Densus 88 AT Polri ini berdampak pada hubungan antar kesatuan anti teror di Indonesia yang makin kurang harmonis, meski secara tugas dan fungsi Densus 88 AT Polri dibatasi kewenanganya hanya pada pemberantasan terror yang menggunakan bom dan aksi terror lainnya. Ada dua konsekuensi yang mengikuti keberhasilan Densus 88 AT Polri, yakni: Pertama, konsekuensi internal. Tipisnya perbedaan antara unit dan kesatuan anti terror yang ada di tubuh Polri mengandung resiko konflik internal. Benih-benih konflik tersebut menguat saat proses penyerbuan tempat persembunyian Dr. Azahari di Batu, Malang, Jawa Timur. Sebagaimana diketahui bahwa di internal Polri terdapat empat unit yang memiliki kualifikasi anti terror: Brimob Polri dengan Gegana dan Wanteror-nya, Satgas Bom Polri, Direktorat VI Anti Teror, dan Densus 88 AT Polri. Dalam penyerbuan tersebut terjadi friksi kecil antara personil Densus 88 AT Polri dengan unit lainnya.
Hal yang menarik adalah meski Densus 88 AT telah terbentuk, keberadaan Direktorat VI Anti Teror, Satgas Bom Polri, serta keberadaan Detasemen C Resimen IV Gegana Brimob Polri masih tetap dipertahanankan. Asumsi awal sesungguhnya sangat baik, yakni masing-masing kesatuan tersebut dapat saling mengisi dan bersinergis, akan tetapi pada kenyataannya keberadaan tiga kesatuan anti terror di tubuh Polri seolah mengulang proses yang terjadi pada Satgas Anti Teror yang digagas Matori Abdul Djalil, di mana minim koordinasi dan terjadi persaingan antara satu dengan yang lainnya. Beruntung, meski terlambat Kepala Bareskrim, Bambang Hendarso Danuri kemudian membubarkan Satgas Bom Polri, yang merupakan bagian dari badan yang dia pimpin, dan berupaya membesarkan nama Densus 88 AT,yang juga dibawah kendalinya. Harus diakui bahwa keberadaan tiga kesatuan anti terror di dalam tubuh Polri ini menjadi bagian yang kurang baik, bagi internal Polri, setidaknya dibutuhkan penegasan peran dan fungsi masing-masing. Sampai saat ini peran dan fungsi antara Direktorat VI Anti Teror, Densus 88 AT Polri, dan Brimob Polri hampir sama dan mirip satu dengan yang lainnya, meski hingga saat ini belum terjadi permasalahan yang mengemuka, namun bukan tak mungkin permasalahan tersebut muncul dan menjadi problematika di masa yang akan datang .
Kedua, konsekuensi eksternal. Keberhasilan Densus 88 AT Polri telah menjawab keraguan dari petinggi di TNI dan BIN tentang kemampuan Polri dalam mengembangkan kesatuan anti terror yang professional dengan kualifikasi terbaik. Kondisi ini mengarah kepada konflik terbuka antara kesatuan anti terror di lapangan, khususnya terkait dengan penanganan separatism di Aceh dan Papua, serta konflik komunal seperti di Poso dan Maluku, dimana Densus 88 AT Polri, karena berada di bawah Ditserse Polda, maka dilibatkan juga pada operasional kasus-kasus tersebut di atas. Padahal, bila mengacu kepada UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri dan UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI separatism menjadi titik temu tugas antara TNI dan Polri, di mana TNI menjadi unsur utama, dan Polri menjadi unsur pendukung. Selama ini penugasan dari terhadap aksi terror terkait separatism adalah oleh Brimob Polri, dengan unit Wanteror dan Gegana.
Dua konsekuensi tersebut harus disikapi dengan pendekatan kelembagaan dan ancaman terror dan eksistensi bangsa ini. Terkait dengan kelembagaan dibutuhkan koordinasi yang efektif dan solid, agar masing-masing kesatuan anti terror dapat menjalankan peran dan fungsinya secara efektif dan professional. Dalam konteks ini dibutuhkan garis penegas dan koordinasi. Sekedar gambaran misalnya Detasemen Penanggulangan Teror Kopassus lebih fokus pada aksi terror yang terjadi di perbatasan negara, separatism dengan intensitas tinggi, serta ancaman terror terkait dengan kedaulatan negara, dengan spesialisasi pada perang kota, pembajakan pesawat, dan kontra intelijen. Sementara itu Den Bravo Paskhas TNI AU lebih banyak memfokuskan pada pengamanan Alat utama system persenjataan (Alutsista), anti pembajakan pesawat, dan kontra intelijen. sedangkan Den Jaka memiliki spesialisasi anti pembajakan laut, segala bentuk aksi terror laut, sabotase, dan kontra intelijen. dan Densus 88 AT lebih memfokuskan pada segala bentuk terror yang menggunakan media bom yang akan mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat dan Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri).
Dari empat kesatuan anti terror ini sebenarnya ada pembatas yang sangat jelas, yakni masing-masing memiliki peran dan fungsinyamasing-masing. Hanya ada irisan tugas dan peran dari keempat kesatuan anti terror ini yakni pada kualifikasi intelijen dan kontra intelijen. selain itu masing-masing kesatuan juga ada yang memiliki kesamaan peran, seperti antara Den Gultor dengan Den Bravo, yang sama-sama memiliki kualifikasi anti pembajakan pesawat terbang.
Sementara bila dilihat dari ancaman aksi terror di masa yang akan datang bila mengacu kepada Buku Putih Pertahanan Indonesia Tahun 2008, maka setidaknya terdapat empat ancaman terhadap eksistensi negara yakni: Separatisme, terorisme, konflik komunal, dan kejahatan transnational. Pada ancaman separatisme, jika memungkinkan keempat kesatuan anti terror tersebut dapat ditugaskan bersamaan dengan masing-masing kualifikasinya. Sebagai dalam definisi terorisme yang lebih luas, separatism digolongkan sebagai salah satu tipe dari terorisme, karena cenderung menggunakan kekerasan,dan terror. Kemungkinan meningkatnya ancaman terorisme tersebut adalah kegagalan perjanjian perdamaian di Aceh, serta Otonomi Khusus di Papua.
Pada ancaman terrorism, Densus 88 AT Polri memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan dengan kesatuan anti terror lainnya. Hal ini disebabkan karena kejahatan terorisme merupakan spesialisasi kemampuan yang dimiliki oleh Densus 88 AT Polri. Sementara kesatuan anti terror lainnya dapat saja diperbantukan tentunya dengan spesifikasi kejahatan yang terkait dengan kemampuan kesatuan-kesatuan tersebut, misalnya pembajakan pesawat bisa saja Den Gultor dan Den Bravo yang melakukan tindakan dengan koordinasi Densus 88 AT Polri.
Sedangkan pada ancaman yang terkait konflik komunal sedapat mungkin proses penyelesaiannya dilakukan oleh unit lain yang ada diluar kesatuan anti terror, seperti Brimob Polri ataupun kesatuan yang ada di TNI lainnya, sebagaimana yang dilakukan pada Kerusuhan di Kalimantan dan Kupang. Khusus pada penanganan konflik komunal di Poso dan Maluku, Densus 88 AT Polri terlibat karena disinyalir konflik tersebut dimanfaatkan oleh jaringan terorisme dengan berbagai aksi terror yang dilakukan di kedua tempat tersebut.Dan terakhir, pada kejahatan transnational, sangat dimungkinkan keempat kesatuan anti terror ini terlibat aktif. Hal tersebut dikarenakan kejahatan transnational memanfaatkan berbagai sarana, baik darat, laut, maupun udara.
Untuk membangun koordinasi yang efektif tidak hanya terbatas pada pertemuan antara kepala staf dan kepolisian,tapi dibutuhkan satu mekanisme yang mengikat internal. Ada dua prasyarat agar koordinasi dapat berjalan dengan baik, yakni: Pertama, perlu ada revisi terhadap UU Anti Terorisme agar lebih komprehensif, tidak sekedar mengatur proses tindak pidana terorisme terkait dengan jaringan international seperti Al Qaida,dan Jama’ah Islamiyah, melainkan juga menyangkut efek gerakan separatism, konflik komunal,dan kejahatan transnational.Kedua, perlu diefektifkan kembali Desk Koordinasi Anti Teror yang digagas oleh Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan. Artinya Satgas Abti Teror sebagaimana yang digagas oleh Menteri Pertahanan waktu itu, Matori Abdul Djalil, akan ditolak oleh Polri, karena Departemen Pertahanan dianggap sebagai representasi dari institusi militer. Sehingga dibutuhkan institusi yang netral, salah satunya adalah Menko Polkam.
Sehingga, dengan adanya koordinasi yang efektif antar kesatuan anti terror akan memberikan satu garansi bagi makin efektifnya pemberantasan terorisme di Indonesia, dengan tetap bersandar pada batasan wewenang yang dimiliki oleh masing-masing kesatuan tersebut. Dan kehadiran Densus 88 AT Polri, harus dipahami sebagai bagian dari upaya untuk memperkokoh barisan kesatuan anti teror di Indonesia dalam memberantas terorisme.
Kesimpulan
Dari uraian tersebut tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan Densus 88 AT Polri sebagai salah satu kesatuan anti terror yang telah ada mampu memberikan bukti yang efektif dan terukur. Peran Densus 88 AT Polri yang dibatasi pada pemberantasan terorisme bernuansa terror bom menjadi satu kekhususan yang memberikan berkah bagi Polri. Setidaknya bila diukur dengan pencitraan prestasi, stimulasi dan efektifitas pengembangan SDM serta peningkatan sarana dan prasarana.
Terlepas dari keberhasilan yang diraih oleh Densus 88 AT Polri masih menyisakan permasalahan terkait dengan batasan tugas dan fungsi di internal Polri dengan Brimob Polri, khususnya Unit Gegana dan Unit Wanteror. Perlu dipertegas batasan dan koordinasi di lapangan antara kedua kesatuan khusus yang dimiliki oleh Polri tersebut. Sedangkan permasalahan koordinasi dan pembagian wewenang dengan kesatuan anti terror dari TNI dibutuhkan penegasan adanya payung hukum yang mempertegas batasan dan koordinasi tugas dan fungsi di masa yang akan dating. Sebab, sebagaiamana diketahui bahwa ancaman terorisme akan makin berkembang dengan berbagai varian dan model. Dan menggantungkan harapan hanya pada satu kesatuan anti terror saja tentu bukan pilihan bijak. Sehingga perlu koordinasi dengan tahapan yang lebih detail dan memberikan gambaran yang seutuhnya akan pentingnya menjaga eksistensi negara dan masyarakatnya dari ancaman terror.
Hamstring cidera yang paling sering di alami olahragawan
A. Insidens
Cedera hamstring paling sering terjadi dalam olah raga seperti lari, sepakbola, basket, dll. Berikut adalah beberapa bukti insidens cedera hamstring dalam olahraga :
Berharap gelar treble, Steven Gerrard kini malah dikepung trouble. Cedera hamstring-nya—salah satu tendon di belakang lutut—membuat dia harus absen dalam beberapa pertandingan. Padahal, dalam waktu bersamaan, di Liga Inggris, penampilan klubnya terus menurun. Pekan lalu, Liverpool mulai disalip Chelsea. Bersamaan dengan itu, dia harus berurusan dengan hukum. Harapan meraih treble—memenangi tiga kejuaraan sepak bola—bagi Liverpool pun di ujung tanduk ( majalah.tempointeraktif.com )
Nasib naas harus dialami oleh Arsenal. Pasalnya, The Gunners bukan hanya menderita kekalahan dari Sevilla, tapi mereka juga terancam kehilangan Cesc Fabregas yang mengalami cedera saat laga Liga Champions tersebut
Pasalnya, pada pertandingan itu bintang mereka, Fabregas mengalami cedera hamstring dan terancam absen minimal selama 10 hari.
"Saya merasakan sakit di hamstring di babak pertama. Saya tetap terus bermain, namun merasakan sakit kembali di babak kedua,” ungkap mantan pemain Barcelona itu seperti dilansir Eurosport.( /www.bluefame.com )
B. Anatomi
Otot Hamstring merupakan otot yang terletak di bagian belakang paha tepatnya disepanjang bagian belakang kaki dan akhirnya terselip pada bagian atas tulang atas kaki, yaitu tibia dan fibula. Karena otot hamstring ini melewati atau menyilang pada dua persendian yaitu persendian pinggul dan lutut maka fungsi otot hamstring bervariasi. Misalnya, pada saat terjadi kontraksi otot hamstring, pinggul akan menegang, menyebabkan posisi paha menjadi membengkok ke arah depan tubuh kita, sejajar dengan torso. Selain itu, pada saat berjalan normal, hamstring akan menekuk lutut.
Hamstring merupakan kelompok otot yang terdiri dari 3 otot, yaitu :
a.) M. Semimembranosus
terletak paling medial diantara ketiga otot hamstring
origo : tuberositas ishii
insertion : bagian posterior pada condylus medialis tibia
fungsi : ekstensi hip ; fleksi knee ; internal rotasi hip pada saat fleksi knee
b). M. Semitendinosus
terletak diantara semimembranosus dan biceps femoris
origo : tuberositas ishii
insertion : permukaan atas bagian medial pada tibia
fungsi : ekstensi hip ; fleksi knee ; internal rotasi hip pada saat fleksi knee
c). M. biceps femuris
merupakan salah satu dari ketiga otot hamstrings, terletak paling lateral
origo : tuberositas ishii ; ½ distal linea aspera tulang femur ; bagian lateral
supra condylus
insertion : condylus lateral tibia ; colum femur
fungsi : ekstensi hip ; fleksi knee ; lateral rotasi hip pada saat fleksi knee
C. Mekanisme cedera
Otot-otot hamstring merupakan struktur yang sering kali mengalami cedera. Gangguan tersebut dapat berupa robekan atau regangan otot. Cedera hamstring paling sering terjadi dalam olah raga seperti lari, sepakbola, basket, dll. Cedera dapat ringan sampai berat. Pada cedera yang ringan, biasanya kita hanya mengalami robekan kecil pada hamstring sehingga hanya mengalami perasaan seperti tertekan pada paha bagian belakang. Pada cedera yang berat, terjadi apabila otot hamstring terputus dan bahkan terpisah dari bagian-bagiannya sehingga akan menimbulkan nyeri yang hebat hingga tidak dapat berjalan.
D. Tanda – tanda umum :
1. Nyeri pada daerah cedera ( hamstring ), nyeri bertambah apabila digerakkan
2. Bengkak pada daerah cedera ( hamstring )
3. kemerah – merahan di daerah cedera ( hamstring )
Grade pada cedera otot hamstring
Grade 1:
• Mungkin memiliki keketatan di belakang paha.
• Mungkin dapat berjalan dengan normal namun akan terasa sedikit nyeri
• Bengkak minimal
• Fleksi knee melawan tahanan tidak menimbulkan nyeri
Grade 2:
• Mungkin akan mempengaruhi pola jalan (picang)
• Mungkin terkait dengan twinges yang kadang-kadang mendadak sakit selama kegiatan.
• Terlihat pembengkakan
• Tekanan akan meningkatkan rasa sakit.
• Flexi knee melawan tahanan menyebabkan sakit.
• Mungkin tidak dapat sepenuhnya meluruskan knee.
Grade 3:
• Sangat mempengaruhi pola berjalan, mungkin harus berjalan menggunakan kruk
• Sakit parah-terutama selama aktivitas seperti lengkungan lutut.
• Pembengkakan segera terlihat nyata.
E. Diagnosis
● Pemeriksaan fisik
dengan isometrik melawan tahanan untuk fleksi knee
jika pasien merasa nyeri pada bagian medial berarti terdapat cedera pada otot semimembranosus atau otot semitendinosus
jika pasien merasa nyeri pada bagian lateral berarati terdapat cedera pada otot biceps femuris.
Jika pasien merasa nyeri pada bagian insertio berarti terdapat cedera pada tendonnya.
● Foto sinaComputerized Tomography scan
Ini juga disebut CT atau CAT scan. An x-ray machine menggunakan komputer untuk mengambil gambar Anda hips, thighs, dan kaki. Hal ini dapat digunakan untuk mencari cedera tulang atau otot.
● Magnetis resonansi imaging
Ini disebut juga MRI. Selama MRI, gambar hips dan kaki akan diambil. .
● Ultrasound
Gelombang suara yang dapat digunakan untuk menampilkan gambar pada otot dan jaringan yang tampak seperti layer televisi
● X-ray
Dengan X-ray kita dapat mengetahui gambar dari tulang dan jaringan di pangkal paha, paha, atau kaki.
F. Terapi.
Pada masa akut dilakukan RICE :
Rest, daerah yang cedera diistirahatkan.
Ice, memberikan kompres es pada daerah yang sakit
Compression, Menekan daerah yang sakit dengan perban elastis
Elevasi, memposisikan tungkai yang sakit lebih tinggi dari tubuh
Setelah bengkak mulai berkurang diberikan terapi fisik dengan cara :
Menekan daerah yang sakit dengan perban elastis
Memakai tongkat jika timbul rasa nyeri saat berjalan
Meregangkan dengan perlahan paha dan pinggul
Dilakukan Operasi, jika otot mengalami robekan yang parah atau sudah benar – benar lepas dari tulang. Setelah dilakukan operasi maka atlet harus mengikuti program rehabilitasi yang diberikan oleh fisioterapi.
Untuk penanganan nyeri diberikan TENS atu bisa juga dengan sport massage dengan tujuan untuk mendapatkan rileksasi otot.
Menjaga kebugaran tubuh yang meliputi :
o Daya tahan / endurance
o Kekuatan otot
o Keseimbangan
o Koordinasi
o Kelentukan
o Kecepatan reaksi
o Daya ledak otot
Penguatan secara bertahap dengan plyometrics lower extremity dengan tujuan untuk mendapatkan komponen kecepatan dan kekuatan melalui suatu kontraksi otot yang maksimal.
intensitas latihan
Movement Type Example Intensity
Standing jumps on the spot Squat Jumps Low
Standing jumps Standing long jump Low-Medium
Standing multiple jumps 5 bounds Medium
Running multiple jumps 2 x 10 bounds off 7 stride run up High
Depth Jumping 2 x 6 jumps down/up off 40-100cm boxes High
Eccentric drop and hold 5 x Hop and hold High
Uphill Bounding uphill Very High
Contoh-contoh leg plyometrics
Bounds (high intensity)
dosis : 1-3sets sejauh 30-40 meter
yang paling penting adalah kualitas dari bounds itu sendiri bukan kuantitasnya.
Hurdle Hopping (medium intensity)
dosis : 1-3 sets dengan 6-8 hurdles
Single Leg Hopping (medium intensity)
dosis : 1-3sets sejauh 30-40 meter
Box Jumps (high intensity)
dosis : 1-3 sets dengan 6-8 box
Depth Jumps (high intensity)
dosis : 1-3 sets dengan 6-8 box
Tuck Jumps (low intensity)
dosis : 1-3 sets dengan 5-10x pengulangan
Two legged Hops or Bunny Hops (medium intensity)
dosis : 1-3 sets dengan 5-10x pengulangan
G. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya cedera otot hamstring, maka otot harus kuat dan lentur. Untuk itu, perlu latihan peregangan dan penguatan otot yang baik. Selain itu, sebelum melakukan olah raga, hendaknya selalu melakukan pemanasan dan melakukan pendinginan sesudahnya. Seperti kata pepatah, lebih baik mencegah daripada mengobati.
Adapun latihan peregangan yang dianjurkan untuk otot hamstring adalah peregangan gaya hudler. Duduk dengan posisi kaki mengangkang ( posisi hudler ), salah satu kaki diluruskan, kaki yang lain dibengkokkan dan telapak kaki menempel pada kaki yang lurus. Diusahakan meraih pergelangan kaki yang lurus, sambil menekan tubuh ke depan dan mencoba menyentuhkan dahi pada lutut kaki yang lurus ditahan pada posisi meregang selama 15 sampai 20 detik. Dilakukan pada kaki lainnya secara berlawanan. Gerakan diulang masing- masing 10 kali. .( gambar 1.2 ) Gerakan tersebut bisa dilakukan dengan berdiri, dimana kaki yang diangkat diposisikan setinggi pinggang dengan diberi sangga. Dilakukan secara bergantian, ditahan selama 15 sampai 20 detik
DAFTAR PUSTAKA
majalah.tempointeraktif.com
Cedera hamstring paling sering terjadi dalam olah raga seperti lari, sepakbola, basket, dll. Berikut adalah beberapa bukti insidens cedera hamstring dalam olahraga :
Berharap gelar treble, Steven Gerrard kini malah dikepung trouble. Cedera hamstring-nya—salah satu tendon di belakang lutut—membuat dia harus absen dalam beberapa pertandingan. Padahal, dalam waktu bersamaan, di Liga Inggris, penampilan klubnya terus menurun. Pekan lalu, Liverpool mulai disalip Chelsea. Bersamaan dengan itu, dia harus berurusan dengan hukum. Harapan meraih treble—memenangi tiga kejuaraan sepak bola—bagi Liverpool pun di ujung tanduk ( majalah.tempointeraktif.com )
Nasib naas harus dialami oleh Arsenal. Pasalnya, The Gunners bukan hanya menderita kekalahan dari Sevilla, tapi mereka juga terancam kehilangan Cesc Fabregas yang mengalami cedera saat laga Liga Champions tersebut
Pasalnya, pada pertandingan itu bintang mereka, Fabregas mengalami cedera hamstring dan terancam absen minimal selama 10 hari.
"Saya merasakan sakit di hamstring di babak pertama. Saya tetap terus bermain, namun merasakan sakit kembali di babak kedua,” ungkap mantan pemain Barcelona itu seperti dilansir Eurosport.( /www.bluefame.com )
B. Anatomi
Otot Hamstring merupakan otot yang terletak di bagian belakang paha tepatnya disepanjang bagian belakang kaki dan akhirnya terselip pada bagian atas tulang atas kaki, yaitu tibia dan fibula. Karena otot hamstring ini melewati atau menyilang pada dua persendian yaitu persendian pinggul dan lutut maka fungsi otot hamstring bervariasi. Misalnya, pada saat terjadi kontraksi otot hamstring, pinggul akan menegang, menyebabkan posisi paha menjadi membengkok ke arah depan tubuh kita, sejajar dengan torso. Selain itu, pada saat berjalan normal, hamstring akan menekuk lutut.
Hamstring merupakan kelompok otot yang terdiri dari 3 otot, yaitu :
a.) M. Semimembranosus
terletak paling medial diantara ketiga otot hamstring
origo : tuberositas ishii
insertion : bagian posterior pada condylus medialis tibia
fungsi : ekstensi hip ; fleksi knee ; internal rotasi hip pada saat fleksi knee
b). M. Semitendinosus
terletak diantara semimembranosus dan biceps femoris
origo : tuberositas ishii
insertion : permukaan atas bagian medial pada tibia
fungsi : ekstensi hip ; fleksi knee ; internal rotasi hip pada saat fleksi knee
c). M. biceps femuris
merupakan salah satu dari ketiga otot hamstrings, terletak paling lateral
origo : tuberositas ishii ; ½ distal linea aspera tulang femur ; bagian lateral
supra condylus
insertion : condylus lateral tibia ; colum femur
fungsi : ekstensi hip ; fleksi knee ; lateral rotasi hip pada saat fleksi knee
C. Mekanisme cedera
Otot-otot hamstring merupakan struktur yang sering kali mengalami cedera. Gangguan tersebut dapat berupa robekan atau regangan otot. Cedera hamstring paling sering terjadi dalam olah raga seperti lari, sepakbola, basket, dll. Cedera dapat ringan sampai berat. Pada cedera yang ringan, biasanya kita hanya mengalami robekan kecil pada hamstring sehingga hanya mengalami perasaan seperti tertekan pada paha bagian belakang. Pada cedera yang berat, terjadi apabila otot hamstring terputus dan bahkan terpisah dari bagian-bagiannya sehingga akan menimbulkan nyeri yang hebat hingga tidak dapat berjalan.
D. Tanda – tanda umum :
1. Nyeri pada daerah cedera ( hamstring ), nyeri bertambah apabila digerakkan
2. Bengkak pada daerah cedera ( hamstring )
3. kemerah – merahan di daerah cedera ( hamstring )
Grade pada cedera otot hamstring
Grade 1:
• Mungkin memiliki keketatan di belakang paha.
• Mungkin dapat berjalan dengan normal namun akan terasa sedikit nyeri
• Bengkak minimal
• Fleksi knee melawan tahanan tidak menimbulkan nyeri
Grade 2:
• Mungkin akan mempengaruhi pola jalan (picang)
• Mungkin terkait dengan twinges yang kadang-kadang mendadak sakit selama kegiatan.
• Terlihat pembengkakan
• Tekanan akan meningkatkan rasa sakit.
• Flexi knee melawan tahanan menyebabkan sakit.
• Mungkin tidak dapat sepenuhnya meluruskan knee.
Grade 3:
• Sangat mempengaruhi pola berjalan, mungkin harus berjalan menggunakan kruk
• Sakit parah-terutama selama aktivitas seperti lengkungan lutut.
• Pembengkakan segera terlihat nyata.
E. Diagnosis
● Pemeriksaan fisik
dengan isometrik melawan tahanan untuk fleksi knee
jika pasien merasa nyeri pada bagian medial berarti terdapat cedera pada otot semimembranosus atau otot semitendinosus
jika pasien merasa nyeri pada bagian lateral berarati terdapat cedera pada otot biceps femuris.
Jika pasien merasa nyeri pada bagian insertio berarti terdapat cedera pada tendonnya.
● Foto sinaComputerized Tomography scan
Ini juga disebut CT atau CAT scan. An x-ray machine menggunakan komputer untuk mengambil gambar Anda hips, thighs, dan kaki. Hal ini dapat digunakan untuk mencari cedera tulang atau otot.
● Magnetis resonansi imaging
Ini disebut juga MRI. Selama MRI, gambar hips dan kaki akan diambil. .
● Ultrasound
Gelombang suara yang dapat digunakan untuk menampilkan gambar pada otot dan jaringan yang tampak seperti layer televisi
● X-ray
Dengan X-ray kita dapat mengetahui gambar dari tulang dan jaringan di pangkal paha, paha, atau kaki.
F. Terapi.
Pada masa akut dilakukan RICE :
Rest, daerah yang cedera diistirahatkan.
Ice, memberikan kompres es pada daerah yang sakit
Compression, Menekan daerah yang sakit dengan perban elastis
Elevasi, memposisikan tungkai yang sakit lebih tinggi dari tubuh
Setelah bengkak mulai berkurang diberikan terapi fisik dengan cara :
Menekan daerah yang sakit dengan perban elastis
Memakai tongkat jika timbul rasa nyeri saat berjalan
Meregangkan dengan perlahan paha dan pinggul
Dilakukan Operasi, jika otot mengalami robekan yang parah atau sudah benar – benar lepas dari tulang. Setelah dilakukan operasi maka atlet harus mengikuti program rehabilitasi yang diberikan oleh fisioterapi.
Untuk penanganan nyeri diberikan TENS atu bisa juga dengan sport massage dengan tujuan untuk mendapatkan rileksasi otot.
Menjaga kebugaran tubuh yang meliputi :
o Daya tahan / endurance
o Kekuatan otot
o Keseimbangan
o Koordinasi
o Kelentukan
o Kecepatan reaksi
o Daya ledak otot
Penguatan secara bertahap dengan plyometrics lower extremity dengan tujuan untuk mendapatkan komponen kecepatan dan kekuatan melalui suatu kontraksi otot yang maksimal.
intensitas latihan
Movement Type Example Intensity
Standing jumps on the spot Squat Jumps Low
Standing jumps Standing long jump Low-Medium
Standing multiple jumps 5 bounds Medium
Running multiple jumps 2 x 10 bounds off 7 stride run up High
Depth Jumping 2 x 6 jumps down/up off 40-100cm boxes High
Eccentric drop and hold 5 x Hop and hold High
Uphill Bounding uphill Very High
Contoh-contoh leg plyometrics
Bounds (high intensity)
dosis : 1-3sets sejauh 30-40 meter
yang paling penting adalah kualitas dari bounds itu sendiri bukan kuantitasnya.
Hurdle Hopping (medium intensity)
dosis : 1-3 sets dengan 6-8 hurdles
Single Leg Hopping (medium intensity)
dosis : 1-3sets sejauh 30-40 meter
Box Jumps (high intensity)
dosis : 1-3 sets dengan 6-8 box
Depth Jumps (high intensity)
dosis : 1-3 sets dengan 6-8 box
Tuck Jumps (low intensity)
dosis : 1-3 sets dengan 5-10x pengulangan
Two legged Hops or Bunny Hops (medium intensity)
dosis : 1-3 sets dengan 5-10x pengulangan
G. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya cedera otot hamstring, maka otot harus kuat dan lentur. Untuk itu, perlu latihan peregangan dan penguatan otot yang baik. Selain itu, sebelum melakukan olah raga, hendaknya selalu melakukan pemanasan dan melakukan pendinginan sesudahnya. Seperti kata pepatah, lebih baik mencegah daripada mengobati.
Adapun latihan peregangan yang dianjurkan untuk otot hamstring adalah peregangan gaya hudler. Duduk dengan posisi kaki mengangkang ( posisi hudler ), salah satu kaki diluruskan, kaki yang lain dibengkokkan dan telapak kaki menempel pada kaki yang lurus. Diusahakan meraih pergelangan kaki yang lurus, sambil menekan tubuh ke depan dan mencoba menyentuhkan dahi pada lutut kaki yang lurus ditahan pada posisi meregang selama 15 sampai 20 detik. Dilakukan pada kaki lainnya secara berlawanan. Gerakan diulang masing- masing 10 kali. .( gambar 1.2 ) Gerakan tersebut bisa dilakukan dengan berdiri, dimana kaki yang diangkat diposisikan setinggi pinggang dengan diberi sangga. Dilakukan secara bergantian, ditahan selama 15 sampai 20 detik
DAFTAR PUSTAKA
majalah.tempointeraktif.com
Nurdin Khalid di mata BEPE20
KEmarin saya baru membaca buku dari BEPE20, saya merasa NH saat ini terlalu dengan berita yang terlalu menjadikan dirinya kambing hitam, dan setelah membaca buku tersebut menjadi sedikit mengikis sedikit penilaian negative saya terhadap NH selama ini, berikut tulisan BEPE20 dalam bukunya yang berjudul " ketika Jemariku Menari " :
" SANGAT MEMALUKAN "
Dibawah ini saya lampirkan sebuah surat elektronik, yg dalam beberapa hari terakhir menjadi pembicaraan yg cukup panas di masyarakat luas. Seperti yg kita ketahui bersama, jika ada salahsatu pegawai dirjen pajak, yg menulis surat elektronik kepada presiden RI. Dimana dalam surat tersebut, pegawai tersebut memohon kepada Presiden untuk melakukan penyelidikan, atas dugaan adanya penjualan pertandingan di Final leg pertama, antara Malaysia Vs Indonesia dalam ajang Piala AFF 2010 yg lalu…
From: eli cohen
Subject: Mohon Penyelidikan Skandal Suap saat Piala AFF di Malaysia
Kepada Yth. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia
Di Jakarta
Dengan Hormat, Perkenalkan nama saya Eli Cohen, pegawai pajak dilingkungan kementrian Keuangan Republik Indonesia. Semoga Bapak Presiden dalam keadaan sehat selalu.
Minggu ini saya membaca majalah tempo, yang mengangkat tema khusus soal PSSI. Saya ingin menyampaikan informasi terkait dengan apa yang saya dengar dari salah satu wajib pajak yang saya periksa dan kebetulan adalah pengurus PSSI (maaf saya tidak bisa menyebutkan namanya) . Dari testimony yang disampaikan ternyata sangat mengejutkan yaitu adanya dugaan skandal suap yang terjadi dalam Final Piala AFF yang dilangsungkan di Malaysia.
Disampaikan bahwa kekalahan tim sepak bola Indonesia dari tuan rumah Malaysia saat itu adalah sudah ditentukan sebelum pertandingan dimulai. Hal ini terjadi karena adanya permainan atau skandal suap yang dilakukan oleh Bandar Judi di Malaysia dengan petinggi penting di PSSI yaitu NH dan ADS
Dari kekalahan tim Indonesia ini baik Bandar judi maupun 2 orang oknum PSSI ini meraup untung puluhan miliar rupiah.
Informasi dari kawan saya, saat dikamar ganti dua orang oknum PSSI ini masuk ke ruang ganti pemain (menurut aturan resmi seharusnya hal ini dilarang) untuk memberikan instruksi kepada oknum pemain. Insiden “laser” dinilai sebagai salah satu desain dan pemicunya untuk mematahkan semangat bertanding.
Keuntungan yang diperoleh oleh dua oknum ini dari Bandar judi ini digunakan untuk kepentingan kongres PSSI yang dilangsungkan pada tahun ini. Uang tersebut untuk menyuap peserta kongres agar memilih NH kembali sebagai Ketua Umum PSSI pada periode berikutnya.
Saya bukan penggemar sepak bola, namun sebagai seorang nasionalis dan cinta tanah air saya sangat marah atas informasi ini. Nasionalisme kita seakan sudah dijual kepada bandar judi untuk kepentingan pribadi oleh oknum PSSI yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karenanya saya meminta Bapak Presiden untuk melakukan penyelidikan atas skandal suap yang sangat memalukan ini.
Semoga Tuhan memberkati Negara ini.
Hormat Kami, Eli Cohen Pegawai Pajak
Tembusan:
1. Menteri Olah Raga
2. Ketua KPK
3. Ketua DPR
4. Ketua KONI
————————————————————————————————————————————————–
Dan di bawah ini, adalah tanggapan saya mengenai kabar adanya dugaan penjualan pertandingan, di final leg pertama AFF Cup 2010 tersebut. Saya akan mencoba menceritakan kronologi kejadian, selama 3 hari kami berada di Malaysia. Akan saya beberkan secara gamblang, suasana di dalam tim baik sebelum, saat maupun setelah pertandingan itu sendiri berlangsung…
Maka duduklah dengan baik, ambil posisi senyaman mungkin serta buatlah secangkir teh jika menurut anda itu perlu. Karena saya akan segera memulai cerita mengenai peristiwa tersebut…
Dan inilah cerita selengkapnya…
* Palace Of The Golden Horses Hotel, Seri Kembangan, Selangor, Malaysia : 25 Desember 2010..
Pagi itu, angin semilir menerobos masuk melalui jendela kamar saya, yg semalam memang sengaja tidak saya tutup dengan rapat. Jam di handphone saya, menunjukkan pukul 06:30 waktu Malaysia. Seperti biasa, jadwal kami pagi ini adalah sarapan bersama pada pukul jam 07:00, dilanjutkan dengan berangkat ke Stadion Bukit Jalil untuk ujicoba lapangan, pada jam 08:00…
Siang hari menjelang makan siang, Alfred sempat memanggil saya. Ketika itu Alfred menyampaikan jika akan ada seorang menteri yg akan mengunjungi tim ini. Alfred berkata jika dia menyarankan agar sebaiknya menteri tersebut tidak datang. Saat itu dia beralasan, ingin semua pemain untuk berkonsentrasi kepada pertandingan saja, tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Dan saat itu saya menyetujuinya. Itu adalah salah satu wujud nyata dari sikap Alfred Riedl yg dalam hal ini, sangat menjaga dan melindungi pemain dari pihak manapun…
Sore harinya, seperti biasa kami mengadakan meeting untuk melihat video dari tim Malaysia, sekaligus untuk menganalisa kelebihan serta kelemahan mereka. Malam harinya, kami melakukan makan malam bersama pada jam 7:30 seperti biasa, setelah itu semua pemain kembali kekamar masing-masing untuk beristirahat. Selain peristiwa siang tadi (Rencana kedatangan seorang menteri), hari ini semua berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yg telah dijadwalkan…
* Palace Of The Golden Horses Hotel, Seri Kembangan, Selangor, Malaysia : 26 Desember 2010…
Hari ini sangatlah penting, hari ini adalah hari mengapa kami datang ke Malaysia, hari dimana kami akan bertarung dalam final pertama melawan tuan rumah Malaysia di stadion Bukit jalil…
Jadwal hari ini adalah:
- 08:00 - Sarapan pagi
- 09:00 - Latihan ringan
- 11:15 - Meeting untuk pertandingan
- 12:00 - Makan Siang
- 16:30 - Minum petang dan snack ringan
- 17:15 - Berangkat menuju stadion
Dalam semua jadwal hari ini, tidak ada pengurus PSSI yg terlibat di dalamnya, kecuali assisten manager Pak Iwan Budianto, yg memang seharian penuh mendampingi kami. Kami baru bertemu dengan Pak Nurdin Halid, Pak Andi Darussallam, Pak Nirwan Bakrie dan pengurus yg lainnya sesaat sebelum memasuki bus menuju stadion, pada pukul 17:15. Jadi, boleh dikatakan sepanjang hari ini sampai dengan menuju pertandingan, tim ini steril dari pihak manapun, termasuk juga pengurus PSSI sendiri…
Mengenai pertandingan itu sendiri mungkin tidak perlu saya ceritakan di sini, karena dapat anda sekalian baca selengkapnya dalam artikel (Indonesia Masih Bisa : 2010). Mungkin saya hanya akan sedikit menambahkan, sebuah peristiwa yg terjadi setelah pertandingan berlangsung, tepatnya di ruang ganti pemain..
Saat Alfred kembali dari konferensi pers setelah pertandingan, Alfred sempat bertanya kepada saya. “Bambang apakah ketua umum tadi masuk keruangan ini..??” sayapun menjawab “Tidak coach”, Alfred pun kembali berkata “Saya sangat kecewa, mengapa Ketua Umum datang ke ruang ganti hanya saat tim ini menang, dan saat kita kalah dia tidak datang kemari”, kata-kata Alfred tersebut saya yakin di dengar oleh semua orang yg ada di dalam ruangan tersebut…
Ketika itu, suasana ruang ganti memang sangat muram, semua orang nampak sangat menyesal dengan apa yg terjadi di lapangan tadi. Sesaat sebelum menutup doa, saya sempat menawarkan kepada Pak Andi Darussallam dan Pak Iwan Budianto, jika ingin menyampaikan beberapa patah kata sebelum saya menutup dengan doa. Akan tetapi pak Andi dan Pak Iwan hanya berkata, “Tutup saja, nanti kita ketemu lagi di hotel”. Terlihat jelas jika Pak Andi dan Pak Iwan sangat terpukul dengan kekalahan telak malam itu…
Tim ini tengah dalam keadaan yg sangat tertekan dan retak. Maka sudah seharusnya jika diberikan motivasi, agar tim ini kembali mempunyai asa serta semangat untuk berjuang pada pertandingan leg kedua nanti. Dan karena Pak andi dan Pak Iwan memilih untuk berbicara di hotel, maka sayapun berinisiatif untuk berbicara di depan semua pemain, pelatih serta pengurus yg ada di dalam ruangan tersebut. Sebagai pemimpin dari tim ini, saya berkewajiban secara moral untuk memotivasi diri saya sendiri dan juga rekan-rekan saya. Dan inilah yg saya katakan ketika itu, ( Artikel - Indonesia Masih Bisa : 2010);
“REKAN-REKAN KEKALAHAN INI HARUS BERHENTI DI RUANGAN INI. KITA TIDAK MEMERLUKAN PEMBAHASAN YG PANJANG MENGENAI APA YG TERJADI MALAM INI, TIDAK ADA SALING MENYALAHKAN TENTANG APA YG TERJADI DILAPANGAN TADI. KITA MENANG BERSAMA-SAMA DAN SUDAH SEHARUSNYA KITA JUGA KALAH BERSAMA-SAMA”
Sekembalinya di hotel, kamipun melakukan makan malam bersama. Setelah makan malam, saya dan Firman mempunyai ide untuk mengumpulkan pemain-pemain senior di kamar pak Iwan. Pemain-pemain yg hadir malam itu adalah saya, Firman, Markus, Hamka dan Maman. Saat itu kami berdiskusi serta bertukar pendapat tentang apa yg terjadi diatas lapangan tadi, dan apa yg akan kita lakukan pada pertandingan di Jakarta nanti…
Saat itu Maman terlihat sedikit murung. Saya bisa menangkap jika dia merasa sangat bersalah, karena gol pertama Malaysia adalah kesalahan dia. Melihat hal tersebut, sayapun berbicara kepada Maman di depan semua yg ada di ruangan tersebut. “Man udah ngga usah di pikirin, semua pemain pasti pernah bikin kesalahan, dan mungkin hari ini pas aja giliran lo bikin salah”, Maman pun menjawab “Iya nih beng, apes bener gue hari ini. Gue pikir tadi bola itu udah keluar, tapi masih bisa di colong juga ama nomer 9 itu lagi”. Saya kembali berkata “Ya udahlah, yg penting sekarang adalah, lo jangan keliatan terlalu down Man. Karena akan berefek ngga bagus buat pemain-pemain yg lain. Kalo pemain-pemain senior aja down, bagaiman pemain-pemain yg masih junior. Gue tau kalo kesempatan kita untuk juara tipis, akan tetapi kita harus tetap menunjukkan kepada tim ini, kalo kita masih punya semangat untuk berusaha memenangkan partai di Jakarta Man”, “Iya,, iya beng siap…!!” jawab Maman singkat…
Di tengah serunya diskusi kami, tiba-tiba BBM saya menyala. Pak Iwan menyampaikan pesan jika Ketua Umum ingin bertemu dengan kami. Maka pesan tersebut segera saya balas dengan mengatakan, jika kami tengah berkumpul di kamar 476 dan siap menghadap. Akan tetapi Pak Iwan kembali mengirim pesan, jika Ketua Umum saja yg akan datang ke kamar 476. Maka sayapun menjawab “Siap..!!”…
Saat itu, kami bersama Ketua Umum berdiskusi tentang kejadian di lapangan tadi, termasuk menanyakan langsung mengenai laser kepada Markus Horison. Pada kesempatan tersebut, saya juga sempat menanyakan sesuatu, yg menjadi point penting dalam email saudara Eli Cohen kepada Presiden RI. Saat itu saya bertanya demikian:
Saya : Mohon maaf ketua, saya ingin sedikit bertanya…
Ketua Umum : Silahkan Bambang, apa yg ingin kamu tanyakan..??
Saya : Mengapa tadi bapak tidak datang ke ruang ganti setelah pertandingan..?? Padahal kami mengharapkan kedatangan bapak untuk memberi motivasi kepada rekan-rekan saat kami kalah…
Ketua Umum : Begini dek, sebenarnya saya ingin datang ke ruang ganti. Akan tetapi karena saya tidak memiliki id card, maka ditahan oleh penjaga di pintu masuk lorong ruang ganti…
Saya : Oh begitu pak ceritanya, karena alangkah sebaiknya jika bapak tadi datang dan berbicara kepada pemain…
Ketua Umum : Iya,, iya saya tau, akan tetapi maaf karena saya memang tidak di perkenan masuk. Tapi saya janji, nanti di Jakarta saya kan bertemu langsung dengan kalian semua…
Mengapa percakapan diatas, saya katakan kunci dari email saudara Eli Cohen yg di kirim kepada Presiden. Di dalam email, di sebutkan jika NH (Nurdin Halid) masuk keruang ganti dan menginstruksikan kepada pemain untuk mengalah dalam pertandingan tersebut. Bagaimana Ketua Umum PSSI tersebut dapat memasuki ruang ganti dan memberi instruksi, jika beliau tidak memiliki id card. Dan memang pada kenyataannya, beliau memang tidak pernah sekalipun memasuki ruang ganti, selama pertandingan tersebut berlangsung…
* Palace Of The Golden Horses, Seri Kembangan, Selangor, Malaysia : 27 Desember 2010…
Tidak ada hal special yg terjadi hari ini. Kami bangun pukul 06:00 pagi dan langsung melakukan sarapan bersama pada pukul 06:30. Pada pukul 07;15 kami berangkat menuju bandara untuk kembali terbang ke Jakarta. Pesawat sendiri bertolak kembali ke Jakarta pada pukul 09:00 waktu Malaysia…
Logika saya mengatakan, tidak mungkin seorang pengurus dapat mengatur sebuah pertandingan tanpa adanya campur tangan dari pemain yg bermain, atau wasit yg memimpin pertandingan itu sendiri. Kami kan bukan game PES atau Football Manager, yg dengan sendirinya akan mengikuti apapun strategi dan kehendak si tuan yg memegang stick. Sedangkan dari sisi pemain sendiri, secara pribadi saya tidak pernah mendengar isu atau instruksi dalam bentuk apapun, untuk mengatur pertandingan tersebut. Dan apakah anda juga yakin, jika wasit yg memimpin pertandingan malam itu mau berperilaku kotor, dengan mengatur hasil pertandingan tersebut. Sedangkan saya yakin jika pihak penyelenggara dalam hal ini AFF, pasti memiliki standarisasi yg cukup tinggi untuk memilih seorang wasit, apalagi untuk sebuah partai final…
Dengan segala penjabaran saya diatas, tuduhan tersebut kok rasanya terkesan sangat mengada-ada dan terlalu di buat-buat. Saya sendiri tidak mengerti secara pasti, apa kira-kira motivasi dari si penyebar isu murahan tersebut. Akan tetapi satu hal yg pasti, isu tersebut tidak hanya memukul PSSI sebagai induk organisasi, akan tetapi juga memukul seluruh anggota tim nasional Indonesia, dalam hal ini para pemain dan seluruh staf pelatih. Sejujurnya, malam itu kami memang tampil tidak maksimal. Akan tetapi rasanya, terlalu picik jika ada orang-orang yg berpikiran jika kami tega mengorbankan harkat dan martabat bangsa, dengan menjual pertandingan tersebut…
Sejujurnya boleh dikatakan, saya juga termasuk orang yg tidak puas dengan kinerja dari organisasi bernama PSSI. Akan tetapi dengan menyebarkan isu seperti diatas, kok rasanya orang yg bersangkutan tidak lebih baik dari seorang pengecut, yg tidak berani bermain secara fair. Menurut pendapat saya, isu tersebut sangatlah kejam dan tidak manusiawi…
Kekalahan itu sendiri sudahlah menjadi sesuatu yg sangat menyakitkan bagi bangsa ini, kenapa lagi harus ditambah dengan sebuah berita yg tidak jelas dari mana asal muasalnya, serta belum tentu juga dapat dipertanggungjawabkan…
Seperti yg pernah saya sampaikan dalam interview saya bersama majalah Rolling Stone Indonesia: “Sepakbola akan sangat indah jika di biarkan murni sebagai sebuah olahraga, tanpa ada embel-embel apapun”. Biarkanlah olahraga bernama sepakbola tersebut, terbebas dari isu-isu politik, persaingan bisnis atau dendam pribadi…
Saya rasa kita semua di beri anugerah oleh sang pencipta, sebuah daging kecil bernama hati. Dimana hati tersebut, berfungsi sebagai alat kontrol terhadap nilai-nilai kepantasan dari hal-hal yg kita lakukan. Oleh karena itu di akhir artikel ini, perkenankanlah saya untuk sedikit bertanya kepada seseorang, yg dengan sengaja menyebarkan isu yg “SANGAT MEMALUKAN” tersebut…
APAKAH ANDA JUGA MEMPUNYAI HATI…???
" SANGAT MEMALUKAN "
Dibawah ini saya lampirkan sebuah surat elektronik, yg dalam beberapa hari terakhir menjadi pembicaraan yg cukup panas di masyarakat luas. Seperti yg kita ketahui bersama, jika ada salahsatu pegawai dirjen pajak, yg menulis surat elektronik kepada presiden RI. Dimana dalam surat tersebut, pegawai tersebut memohon kepada Presiden untuk melakukan penyelidikan, atas dugaan adanya penjualan pertandingan di Final leg pertama, antara Malaysia Vs Indonesia dalam ajang Piala AFF 2010 yg lalu…
From: eli cohen
Subject: Mohon Penyelidikan Skandal Suap saat Piala AFF di Malaysia
Kepada Yth. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia
Di Jakarta
Dengan Hormat, Perkenalkan nama saya Eli Cohen, pegawai pajak dilingkungan kementrian Keuangan Republik Indonesia. Semoga Bapak Presiden dalam keadaan sehat selalu.
Minggu ini saya membaca majalah tempo, yang mengangkat tema khusus soal PSSI. Saya ingin menyampaikan informasi terkait dengan apa yang saya dengar dari salah satu wajib pajak yang saya periksa dan kebetulan adalah pengurus PSSI (maaf saya tidak bisa menyebutkan namanya) . Dari testimony yang disampaikan ternyata sangat mengejutkan yaitu adanya dugaan skandal suap yang terjadi dalam Final Piala AFF yang dilangsungkan di Malaysia.
Disampaikan bahwa kekalahan tim sepak bola Indonesia dari tuan rumah Malaysia saat itu adalah sudah ditentukan sebelum pertandingan dimulai. Hal ini terjadi karena adanya permainan atau skandal suap yang dilakukan oleh Bandar Judi di Malaysia dengan petinggi penting di PSSI yaitu NH dan ADS
Dari kekalahan tim Indonesia ini baik Bandar judi maupun 2 orang oknum PSSI ini meraup untung puluhan miliar rupiah.
Informasi dari kawan saya, saat dikamar ganti dua orang oknum PSSI ini masuk ke ruang ganti pemain (menurut aturan resmi seharusnya hal ini dilarang) untuk memberikan instruksi kepada oknum pemain. Insiden “laser” dinilai sebagai salah satu desain dan pemicunya untuk mematahkan semangat bertanding.
Keuntungan yang diperoleh oleh dua oknum ini dari Bandar judi ini digunakan untuk kepentingan kongres PSSI yang dilangsungkan pada tahun ini. Uang tersebut untuk menyuap peserta kongres agar memilih NH kembali sebagai Ketua Umum PSSI pada periode berikutnya.
Saya bukan penggemar sepak bola, namun sebagai seorang nasionalis dan cinta tanah air saya sangat marah atas informasi ini. Nasionalisme kita seakan sudah dijual kepada bandar judi untuk kepentingan pribadi oleh oknum PSSI yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karenanya saya meminta Bapak Presiden untuk melakukan penyelidikan atas skandal suap yang sangat memalukan ini.
Semoga Tuhan memberkati Negara ini.
Hormat Kami, Eli Cohen Pegawai Pajak
Tembusan:
1. Menteri Olah Raga
2. Ketua KPK
3. Ketua DPR
4. Ketua KONI
————————————————————————————————————————————————–
Dan di bawah ini, adalah tanggapan saya mengenai kabar adanya dugaan penjualan pertandingan, di final leg pertama AFF Cup 2010 tersebut. Saya akan mencoba menceritakan kronologi kejadian, selama 3 hari kami berada di Malaysia. Akan saya beberkan secara gamblang, suasana di dalam tim baik sebelum, saat maupun setelah pertandingan itu sendiri berlangsung…
Maka duduklah dengan baik, ambil posisi senyaman mungkin serta buatlah secangkir teh jika menurut anda itu perlu. Karena saya akan segera memulai cerita mengenai peristiwa tersebut…
Dan inilah cerita selengkapnya…
* Palace Of The Golden Horses Hotel, Seri Kembangan, Selangor, Malaysia : 25 Desember 2010..
Pagi itu, angin semilir menerobos masuk melalui jendela kamar saya, yg semalam memang sengaja tidak saya tutup dengan rapat. Jam di handphone saya, menunjukkan pukul 06:30 waktu Malaysia. Seperti biasa, jadwal kami pagi ini adalah sarapan bersama pada pukul jam 07:00, dilanjutkan dengan berangkat ke Stadion Bukit Jalil untuk ujicoba lapangan, pada jam 08:00…
Siang hari menjelang makan siang, Alfred sempat memanggil saya. Ketika itu Alfred menyampaikan jika akan ada seorang menteri yg akan mengunjungi tim ini. Alfred berkata jika dia menyarankan agar sebaiknya menteri tersebut tidak datang. Saat itu dia beralasan, ingin semua pemain untuk berkonsentrasi kepada pertandingan saja, tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Dan saat itu saya menyetujuinya. Itu adalah salah satu wujud nyata dari sikap Alfred Riedl yg dalam hal ini, sangat menjaga dan melindungi pemain dari pihak manapun…
Sore harinya, seperti biasa kami mengadakan meeting untuk melihat video dari tim Malaysia, sekaligus untuk menganalisa kelebihan serta kelemahan mereka. Malam harinya, kami melakukan makan malam bersama pada jam 7:30 seperti biasa, setelah itu semua pemain kembali kekamar masing-masing untuk beristirahat. Selain peristiwa siang tadi (Rencana kedatangan seorang menteri), hari ini semua berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yg telah dijadwalkan…
* Palace Of The Golden Horses Hotel, Seri Kembangan, Selangor, Malaysia : 26 Desember 2010…
Hari ini sangatlah penting, hari ini adalah hari mengapa kami datang ke Malaysia, hari dimana kami akan bertarung dalam final pertama melawan tuan rumah Malaysia di stadion Bukit jalil…
Jadwal hari ini adalah:
- 08:00 - Sarapan pagi
- 09:00 - Latihan ringan
- 11:15 - Meeting untuk pertandingan
- 12:00 - Makan Siang
- 16:30 - Minum petang dan snack ringan
- 17:15 - Berangkat menuju stadion
Dalam semua jadwal hari ini, tidak ada pengurus PSSI yg terlibat di dalamnya, kecuali assisten manager Pak Iwan Budianto, yg memang seharian penuh mendampingi kami. Kami baru bertemu dengan Pak Nurdin Halid, Pak Andi Darussallam, Pak Nirwan Bakrie dan pengurus yg lainnya sesaat sebelum memasuki bus menuju stadion, pada pukul 17:15. Jadi, boleh dikatakan sepanjang hari ini sampai dengan menuju pertandingan, tim ini steril dari pihak manapun, termasuk juga pengurus PSSI sendiri…
Mengenai pertandingan itu sendiri mungkin tidak perlu saya ceritakan di sini, karena dapat anda sekalian baca selengkapnya dalam artikel (Indonesia Masih Bisa : 2010). Mungkin saya hanya akan sedikit menambahkan, sebuah peristiwa yg terjadi setelah pertandingan berlangsung, tepatnya di ruang ganti pemain..
Saat Alfred kembali dari konferensi pers setelah pertandingan, Alfred sempat bertanya kepada saya. “Bambang apakah ketua umum tadi masuk keruangan ini..??” sayapun menjawab “Tidak coach”, Alfred pun kembali berkata “Saya sangat kecewa, mengapa Ketua Umum datang ke ruang ganti hanya saat tim ini menang, dan saat kita kalah dia tidak datang kemari”, kata-kata Alfred tersebut saya yakin di dengar oleh semua orang yg ada di dalam ruangan tersebut…
Ketika itu, suasana ruang ganti memang sangat muram, semua orang nampak sangat menyesal dengan apa yg terjadi di lapangan tadi. Sesaat sebelum menutup doa, saya sempat menawarkan kepada Pak Andi Darussallam dan Pak Iwan Budianto, jika ingin menyampaikan beberapa patah kata sebelum saya menutup dengan doa. Akan tetapi pak Andi dan Pak Iwan hanya berkata, “Tutup saja, nanti kita ketemu lagi di hotel”. Terlihat jelas jika Pak Andi dan Pak Iwan sangat terpukul dengan kekalahan telak malam itu…
Tim ini tengah dalam keadaan yg sangat tertekan dan retak. Maka sudah seharusnya jika diberikan motivasi, agar tim ini kembali mempunyai asa serta semangat untuk berjuang pada pertandingan leg kedua nanti. Dan karena Pak andi dan Pak Iwan memilih untuk berbicara di hotel, maka sayapun berinisiatif untuk berbicara di depan semua pemain, pelatih serta pengurus yg ada di dalam ruangan tersebut. Sebagai pemimpin dari tim ini, saya berkewajiban secara moral untuk memotivasi diri saya sendiri dan juga rekan-rekan saya. Dan inilah yg saya katakan ketika itu, ( Artikel - Indonesia Masih Bisa : 2010);
“REKAN-REKAN KEKALAHAN INI HARUS BERHENTI DI RUANGAN INI. KITA TIDAK MEMERLUKAN PEMBAHASAN YG PANJANG MENGENAI APA YG TERJADI MALAM INI, TIDAK ADA SALING MENYALAHKAN TENTANG APA YG TERJADI DILAPANGAN TADI. KITA MENANG BERSAMA-SAMA DAN SUDAH SEHARUSNYA KITA JUGA KALAH BERSAMA-SAMA”
Sekembalinya di hotel, kamipun melakukan makan malam bersama. Setelah makan malam, saya dan Firman mempunyai ide untuk mengumpulkan pemain-pemain senior di kamar pak Iwan. Pemain-pemain yg hadir malam itu adalah saya, Firman, Markus, Hamka dan Maman. Saat itu kami berdiskusi serta bertukar pendapat tentang apa yg terjadi diatas lapangan tadi, dan apa yg akan kita lakukan pada pertandingan di Jakarta nanti…
Saat itu Maman terlihat sedikit murung. Saya bisa menangkap jika dia merasa sangat bersalah, karena gol pertama Malaysia adalah kesalahan dia. Melihat hal tersebut, sayapun berbicara kepada Maman di depan semua yg ada di ruangan tersebut. “Man udah ngga usah di pikirin, semua pemain pasti pernah bikin kesalahan, dan mungkin hari ini pas aja giliran lo bikin salah”, Maman pun menjawab “Iya nih beng, apes bener gue hari ini. Gue pikir tadi bola itu udah keluar, tapi masih bisa di colong juga ama nomer 9 itu lagi”. Saya kembali berkata “Ya udahlah, yg penting sekarang adalah, lo jangan keliatan terlalu down Man. Karena akan berefek ngga bagus buat pemain-pemain yg lain. Kalo pemain-pemain senior aja down, bagaiman pemain-pemain yg masih junior. Gue tau kalo kesempatan kita untuk juara tipis, akan tetapi kita harus tetap menunjukkan kepada tim ini, kalo kita masih punya semangat untuk berusaha memenangkan partai di Jakarta Man”, “Iya,, iya beng siap…!!” jawab Maman singkat…
Di tengah serunya diskusi kami, tiba-tiba BBM saya menyala. Pak Iwan menyampaikan pesan jika Ketua Umum ingin bertemu dengan kami. Maka pesan tersebut segera saya balas dengan mengatakan, jika kami tengah berkumpul di kamar 476 dan siap menghadap. Akan tetapi Pak Iwan kembali mengirim pesan, jika Ketua Umum saja yg akan datang ke kamar 476. Maka sayapun menjawab “Siap..!!”…
Saat itu, kami bersama Ketua Umum berdiskusi tentang kejadian di lapangan tadi, termasuk menanyakan langsung mengenai laser kepada Markus Horison. Pada kesempatan tersebut, saya juga sempat menanyakan sesuatu, yg menjadi point penting dalam email saudara Eli Cohen kepada Presiden RI. Saat itu saya bertanya demikian:
Saya : Mohon maaf ketua, saya ingin sedikit bertanya…
Ketua Umum : Silahkan Bambang, apa yg ingin kamu tanyakan..??
Saya : Mengapa tadi bapak tidak datang ke ruang ganti setelah pertandingan..?? Padahal kami mengharapkan kedatangan bapak untuk memberi motivasi kepada rekan-rekan saat kami kalah…
Ketua Umum : Begini dek, sebenarnya saya ingin datang ke ruang ganti. Akan tetapi karena saya tidak memiliki id card, maka ditahan oleh penjaga di pintu masuk lorong ruang ganti…
Saya : Oh begitu pak ceritanya, karena alangkah sebaiknya jika bapak tadi datang dan berbicara kepada pemain…
Ketua Umum : Iya,, iya saya tau, akan tetapi maaf karena saya memang tidak di perkenan masuk. Tapi saya janji, nanti di Jakarta saya kan bertemu langsung dengan kalian semua…
Mengapa percakapan diatas, saya katakan kunci dari email saudara Eli Cohen yg di kirim kepada Presiden. Di dalam email, di sebutkan jika NH (Nurdin Halid) masuk keruang ganti dan menginstruksikan kepada pemain untuk mengalah dalam pertandingan tersebut. Bagaimana Ketua Umum PSSI tersebut dapat memasuki ruang ganti dan memberi instruksi, jika beliau tidak memiliki id card. Dan memang pada kenyataannya, beliau memang tidak pernah sekalipun memasuki ruang ganti, selama pertandingan tersebut berlangsung…
* Palace Of The Golden Horses, Seri Kembangan, Selangor, Malaysia : 27 Desember 2010…
Tidak ada hal special yg terjadi hari ini. Kami bangun pukul 06:00 pagi dan langsung melakukan sarapan bersama pada pukul 06:30. Pada pukul 07;15 kami berangkat menuju bandara untuk kembali terbang ke Jakarta. Pesawat sendiri bertolak kembali ke Jakarta pada pukul 09:00 waktu Malaysia…
Logika saya mengatakan, tidak mungkin seorang pengurus dapat mengatur sebuah pertandingan tanpa adanya campur tangan dari pemain yg bermain, atau wasit yg memimpin pertandingan itu sendiri. Kami kan bukan game PES atau Football Manager, yg dengan sendirinya akan mengikuti apapun strategi dan kehendak si tuan yg memegang stick. Sedangkan dari sisi pemain sendiri, secara pribadi saya tidak pernah mendengar isu atau instruksi dalam bentuk apapun, untuk mengatur pertandingan tersebut. Dan apakah anda juga yakin, jika wasit yg memimpin pertandingan malam itu mau berperilaku kotor, dengan mengatur hasil pertandingan tersebut. Sedangkan saya yakin jika pihak penyelenggara dalam hal ini AFF, pasti memiliki standarisasi yg cukup tinggi untuk memilih seorang wasit, apalagi untuk sebuah partai final…
Dengan segala penjabaran saya diatas, tuduhan tersebut kok rasanya terkesan sangat mengada-ada dan terlalu di buat-buat. Saya sendiri tidak mengerti secara pasti, apa kira-kira motivasi dari si penyebar isu murahan tersebut. Akan tetapi satu hal yg pasti, isu tersebut tidak hanya memukul PSSI sebagai induk organisasi, akan tetapi juga memukul seluruh anggota tim nasional Indonesia, dalam hal ini para pemain dan seluruh staf pelatih. Sejujurnya, malam itu kami memang tampil tidak maksimal. Akan tetapi rasanya, terlalu picik jika ada orang-orang yg berpikiran jika kami tega mengorbankan harkat dan martabat bangsa, dengan menjual pertandingan tersebut…
Sejujurnya boleh dikatakan, saya juga termasuk orang yg tidak puas dengan kinerja dari organisasi bernama PSSI. Akan tetapi dengan menyebarkan isu seperti diatas, kok rasanya orang yg bersangkutan tidak lebih baik dari seorang pengecut, yg tidak berani bermain secara fair. Menurut pendapat saya, isu tersebut sangatlah kejam dan tidak manusiawi…
Kekalahan itu sendiri sudahlah menjadi sesuatu yg sangat menyakitkan bagi bangsa ini, kenapa lagi harus ditambah dengan sebuah berita yg tidak jelas dari mana asal muasalnya, serta belum tentu juga dapat dipertanggungjawabkan…
Seperti yg pernah saya sampaikan dalam interview saya bersama majalah Rolling Stone Indonesia: “Sepakbola akan sangat indah jika di biarkan murni sebagai sebuah olahraga, tanpa ada embel-embel apapun”. Biarkanlah olahraga bernama sepakbola tersebut, terbebas dari isu-isu politik, persaingan bisnis atau dendam pribadi…
Saya rasa kita semua di beri anugerah oleh sang pencipta, sebuah daging kecil bernama hati. Dimana hati tersebut, berfungsi sebagai alat kontrol terhadap nilai-nilai kepantasan dari hal-hal yg kita lakukan. Oleh karena itu di akhir artikel ini, perkenankanlah saya untuk sedikit bertanya kepada seseorang, yg dengan sengaja menyebarkan isu yg “SANGAT MEMALUKAN” tersebut…
APAKAH ANDA JUGA MEMPUNYAI HATI…???
Langganan:
Postingan (Atom)